KOTA TANGSEL | TD — Kini, Kota Tangerang Selatan telah menjadi kota dengan gedung-gedung pencakar langit. Namun, di kota ini juga pernah ada perkebunan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Letak perkebunan tersebut di Cilenggang, Serpong, Kota Tangsel. Lokasi tersebut kini hanya tinggal kenangan, karena telah berubah menjadi pemukiman.
Perkebunan tersebut diungkapkan sejarawan asal Kota Tangsel TB Sos Rendra terhampar luas saat zaman penjajahan Belanda dan menjadi sentra perekonomian di Tangerang Raya. Terhampar luas mulai dari Cimulang Bogor, Pondok Aren, Serpong, Cihuni, hingga Pagedangan.
“Pada zaman penjajahan Belanda, perkebunan ini bisa di bilang pusat sentra perekonomian untuk Tangerang Raya, Nama belanda dari PTPN adalah Onder Nemment Serpong atau Vanderlecht, namun orang Serpong sering menyebutnya Kideleh,” ungkapnya, Minggu (29/8/2021).
Selain itu, pernah ada sungai yang membentang panjang sebagai sarana transportasi untuk mengirim tebu ke pabrik gula yang berlokasi di Cilenggang.
“Sekarang sungai itu tinggal lekukannya saja dan menjadi kering, Dahulunya sungai tersebut untuk membawa tebu. Dulu tebu, kemudian karet,” terangnya.
Rendra merasa prihatin, karena jejak sejarah tersebut semestinya cagar budaya yang semestinta dilestarikan. Sebab, kata dia, Dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, benda yang bergerak atau yang tidak bergerak buatan manusia atau jadi sendirinya diatas 50 tahun ke atas termasuk cagar budaya yang harus dilestarikan.
Kesaksian lainnya diungkapkan Ketua RT 12/04 Cilenggang Leman. Sebagai warga setempat, ia juga mengetahui bahwa di lokasi yang kini jadi pemukimannya adalah kawasan pabrik dan perkantoran demang-demang.
Bahkan, ada beberapa tokoh yang menjadi pendiri dari Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) tersebut, yaitu Abah Dahlan, Abah Atief, Abah Demang Jaya Sampurna, dan tokoh yang berada di Sampora Cisauk.
“Para tokoh tersebut itu semacam delegasi untuk kerajaan yang ada di Banten, jadi seperti ada tugas dalam perdagangan gitu,” ungkapnya.
Para delegasi itu, mewakili kerajaan Banten untuk mengawasi jalannya perkebunan yang saat itu dikuasai oleh Belanda.
“Di sini khusus perkebunan karet dan tebu,” katanya.
Pada medio 1991, gedung-gedung peninggalan PTPN itu bahkan masih berdiri kokoh dan terawat.
“Jadi, per April 1991 itu, di sini pusatnya untuk Tangerang Raya dari 32 perkebunan peninggalan Belanda di Indonesia, kemudian yang tersisa hanya sekitar 14,” imbuhnya.
Bahkan, Lanjut Leman, dulu di Cilenggang ada sungai dengan air yang mengalir indah, dan bekasnya pun masih ada hingga sekarang. Sementara rumah dinas milik Hindia Belanda yang tersisa kini tinggal dua.
“Luas lahan perkebunan mencapai ratusan hektare, yang kini hanya tersisa 7 hektare saja, ya begini sekarang kondisinya.” jelasnya.
Pihaknya menegaskan, Pemerintah Kota Tangsel seharusnya memperhatikan, merenovasi, memelihara, menciptakan, mempertahankan, dan menumbuhkembangkan cagar budaya yang tersisa, bahkan bisa di jadikan museum, tidak dibiarkan terbengkalai.
“Jadi suatu hari nanti, bisa menjadi destinasi wisata, juga memperjelas jejak sejarah perkebunan di Cilenggang. Di sini kantor pusat dan sisanya tinggal dua, itu pun kondisinya sangat memperhatikan. Jadi bisa jadi ikon Tangsel juga,” pungkasnya. (Idris Ibrahim/Rom)