KOTA TANGERANG | TD — Warga Kampung Cacing di pinggir Sungai Cisadane, Kota Tangerang, kewalahan memenuhi permintaan cacing sutra yang meningkat di masa pandemi covid-19 ini.
Permukiman yang terletak di bantaran kali tersebut, mayoritas warganya berprofesi sebagai pencari cacing sutra.
Umi, salah satu pengepul cacing sutra mengaku kewalahan memenuhi permintaan pembeli.
“Para pembeli banyak yang datang, kadang kesediaan cacingnya enggak ada. Kalau pun ada, itu sudah pesanan pelanggan tetap. Di kolam ini saja sudah ada pemesannya sekitar 50 gayung,” ujarnya kepada TangerangDaily, Jumat (5/2/2021).
Dia menjelaskan, ketidakmampuan memenuhi permintaan karena kondisi cuaca yang sering hujan, hal itu menyebabkan sulitnya mendapatkan cacing di sungai Cisadane.
“Ya mau bagaimana lagi kalau sungai alirannya deras, cacing pada kebawa arus sungai. Kami juga sudah ada pelanggan tetap, jadi kami utamakan karena sudah lebih dulu pesan,” katanya.
Hal senada juga diutaran Krambat, salah satu pencari cacing sutra yang sudah puluhan tahun menjadikan aktivitas tersebut sebagai matapencarian. Ia menjelaskan kondisi alam yang tidak menentu, menyebabkan susahnya mencari cacing yang berada di dasar sungai.
“Sekarang lagi hujan terus, jadi sulit. Hari ini saja berangkat dari jam 6 pagi sampai siang, hanya mendapatkan 20 gayung, kadang dibawah 10 gayung,” ungkapnya.
Cacing sutra yang didapat dari sungai Cisadane itu kemudian diproses, seperti dibersihkan dari sampah dan lumpur.
Selanjutnya dibersihkan lagi selama tiga jam untuk mengeluarkan lumpur dari tubuh cacing selama tiga jam. Untuk harga jual cacing sutra ini dikisaran Rp40 ribu samau Rp50 ribu per gayung, menyesuaikan dengan ketersediaan cacing yang didapat petani
Dihimpun dari berbagai sumber, cacing sutra dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak dan anak ikan. Ukurannya yang kecil dinilai sangat sesuai dengan besar mulut anak ikan. Selain itu, cacing sutra juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku obat dan kosmetik. (Eko Setiawan/Rom)