EKOLOGI | TD – Hutan mangrove mempunyai peran besar dalam penyerapan karbon atau emisi gas rumah kaca sehingga mampu menahan laju kenaikan suhu dalam pemanasan global. Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan kehidupan segala makhluk bumi. Namun, sayangnya, terdapat banyak tantangan dalam pelestariannya.
Berikut ini adalah tantangan yang dapat mengancam kelestarian ekosistem hutan mangrove.
1. Pengalihfungsian Lahan
Penduduk pesisir yang semakin banyak dapat menyebabkan pergeseran atau penyempitan wilayah konservasi hutan mangrove. Mereka biasanya mengalihkan fungsi lahan bakau ini untuk membuka ladang, membuat tambak ikan, membangun pemukiman, dan sebagainya.
2. Cemaran Gas dari Sampah Plastik
Hingga kini, sampah-sampah plastik terus ditemukan mengotori pesisir, termasuk dalam lahan konservasi bakau. Plastik-plastik tersebut dapat melepaskan gas metana dan etilen yang beracun bagi makhluk hidup, termasuk pohon bakau. Pencemaran lingkungan menjadi semakin parah karena plastik bukan sampah yang dapat terurai dengan cepat.
3. Eutrofikasi Akibat Cemaran Pupuk Kimia
Pupuk kimia dari ladang dapat hanyut melalui saluran irigasi atau sungai menuju laut, tempat pepohonan bakau hidup. Larutan kimia pupuk ini menyebabkan eutrofikasi atau penumpukan unsur hara dalam air yang dapat menurunkan kualitas air. Ini dapat menyebabkan meledaknya populasi ganggang, sedangkan beberapa biota mangrove lainnya mati, dan ekosistem menjadi rusak. Akhirnya, kemampuan hutan mangrove dalam menyimpan karbon pun ikut turun.
4. Polusi Akibat Tumpahan Minyak dan Limbah Tambang
Sama seperti eutrofikasi, tumpahan minyak bumi dari kapal pengangkut sangat berbahaya bagi kehidupan. Pada ekosistem hutan bakau, tumpahan minyak ini dapat mematikan berbagai ikan, udang, dan organisme lainnya.
Begitu juga limbah dari pertambangan yang dibuang ke lingkungan pesisir. Selain bahan tambang terbuang, tentunya terdapat berbagai bahan kimia berbahaya yang dapat membahayakan makhluk hidup dan merusakkan ekosistem hutan bakau.
Kepiting bakau, salah satu komoditas ekonomi yang dapat berkembang alami di perairan hutan mangrove. (Foto: Pixabay @sarangib)
5. Penangkapan Ikan Ilegal
Cara-cara ilegal dalam mencari ikan, misalnya dengan peledak atau jaring dorong dapat merusak lingkungan dan pepohonan bakau, serta mematikan berbagai organisme yang hidup pada kawasan tersebut.
6. Air Laut yang Mengasam
Penyerapan karbon oleh air laut secara langsung dapat menimbulkan pembentukan asam karbonat dan pelepasan ion hidrogen hingga menjadikan air laut lebih tinggi kadar asamnya. Hal ini berbahaya untuk kehidupan plankton. Padahal plankton merupakan produsen pertama dan juga makanan utama bagi makhluk laut. Bila keberadaan plankton menyusut maka akan menyebabkan menurunnya populasi organisme laut lainnya. Di samping itu, naiknya tingkat keasaman air laut ini, secara langsung, dapat mengakibatkan kematian berbagai organisme laut.
Hutan mangrove sebagai ekosistem blue carbon sangat penting agar percepatan perbaikan iklim dapat terwujud. Karena itulah, perlindungan terhadap hutan ini sangat perlu. Berikut ini berbagai langkah untuk melindungi kelestarian hutan mangrove.
1. Merestorasi ekosistem hutan mangrove.
Hutan mangrove selalu mengalami penyusutan atau kerusakan setiap waktu karena berbagai tantangan. Untuk itu pemantauan dan perbaikan kembali harus selalu dilakukan.
Misalnya dengan penanaman kembali (reboisasi). Selain itu, penghimbauan tentang pengelolaan limbah industri, dan limbah pupuk atau pestisida yang bercampur dengan air irigasi, sangat penting agar bahan kimia beracun tersebut tidak mencemari kawasan konservasi mangrove.
2. Mencegah deforestasi.
Melindungi hutan dari penebangan pohon ilegal bisa dilakukan dengan pengawasan yang didukung dengan Undang-Undang.
3. Perlindungan melalui perundangan.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai peraturan untuk mengetatkan perlindungan kawasan konservasi mangrove. Di antara beberapa peraturan tersebut, yakni:
– UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.
– UU No. 32 Tahun 2004 tentang pengelolaan sumber daya alam, termasuk mangrove, di bawah wewenang pemerintah daerah.
– Perpres N0. 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang memungkinkan pengelolaan berkelanjutan.
– Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 yang mengatur perlindungan terhadap rawa-rawa, termasuk yang merupakan habitat bakau.
– Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang pengelolaan sungai, termasuk yang berada di kawasan mangrove.
– Keppres No. 57 Tahun 1989 yang membahas pengelolaan kawasan khusus, termasuk hutan bakau.
– Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang penetapan kawasan lindung, di mana habitat mangrove sering berada.
4. Mengelola perikanan hutan bakau dengan cara yang berkelanjutan.
Hutan bakau memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat sekitar dengan berbagai hewan yang dapat mereka konsumsi. Berbagai jenis ikan dan beberapa spesies udang, misalnya.
Namun tidak setiap warga memahami bagaimana cara yang benar mengambil manfaat tersebut. Pembudidayaan ikan dengan tambak pun seringkali menggusur kawasan bakau.
Karena itulah, edukasi sangat penting agar masyarakat dapat mengelola perikanan dengan cara berkelanjutan di sekitar kawasan bakau tanpa merusak ekosistemnya.
5. Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya hutan bakau untuk kelestarian lingkungan.
Pemberian edukasi tentang manfaat keberadaan hutan bakau kepada masyarakat dapat menjadi langkah utama membangun kesadaran lingkungan. Pemahaman tentang perubahan iklim yang berkaitan dengan tempat hidup mereka akan menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk ikut serta menjaga kawasan hutan bakau.
6. Mengapresiasi setiap usaha pelestarian.
Apresiasi terhadap setiap anggota masyarakat yang menunjukkan kepedulian dan ikut serta dalam upaya pelestarian hutan bakau akan meningkatkan kesadaran anggota masyarakat lainnya. Pemberian penghargaan ini juga akan menjadi motivasi yang lebih kuat agar usaha pelestarian dapat berlanjut.
7. Mengembangkan perdagangan karbon.
Pelestarian hutan bakau dapat menjadi lebih baik dengan memanfaatkan peluang perdagangan karbon.
Banyak perusahaan atau perseorangan yang memiliki kewajiban untuk mengganti rugi polusi yang mereka hasilkan. Caranya dengan membeli kredit karbon dari perusahaan, komunitas, atau proyek, yang telah berhasil melakukan pengurangan emisi atau penyerapan karbon. Dari sinilah terbuka peluang untuk pengelola kawasan mangrove menjual kredit karbon.
Dana yang dikumpulkan dari penjualan karbon bermanfaat untuk pengelolaan kawasan konservasi mangrove dan penyelenggaraan edukasi tentang pentingnya mangrove. Serta dapat mendukung kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.
7. Mengembangkan riset dan kerja sama dalam pelestarian hutan mangrove.
Keberadaan dan kualitas kelestarian kawasan mangrove wajib mendapat pengawasan dari tenaga-tenaga ahli melalui riset ilmiah.
Melalui langkah ini, peneliti mengumpulkan data untuk mengevaluasi dinamika di lingkungan hutan bakau, dan menentukan bagian yang memerlukan tindakan khusus. Selain itu, riset tentang teknologi dan metode baru sangat penting untuk mempercepat pemulihan kerusakan kawasan mangrove.
Pengembangan riset konservasi mangrove dapat dilakukan dalam kerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya dengan para peneliti universitas atau lembaga internasional. Proyek bersama akan lebih efektif untuk menghasilkan terobosan baru dalam pelestarian kawasan dan juga perbaikan kerusakan iklim global.
Demikianlah 6 ancaman dan 7 langkah melindungi kelestarian hutan mangrove. Mengetahui peran dan manfaat kawasan hutan mangrove bagi keberlanjutan kehidupan di bumi merupakan suatu kesadaran yang penting. Dan memahami berbagai ancaman sekaligus cara pencegahannya menjadi langkah awal kemampuan masyarakat untuk saling bahu-membahu untuk melindungi kelestarian alam, termasuk kelestarian di kawasan hutan bakau. (Pat)