KOTA TANGERANG | TD — Warga Kampung Baru, Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, korban gusuran tol ruas Batuceper-Kunciran-Cengkareng menggelar demonstrasi, Kamis, (22/7/2021).
Demonstrasi itu berlangsung di dekat posko perjuangan warga di Kampung Baru tersebut dengan menyekat setengah akses jalan. Sehingga pengendara mobil yang melintas sedikit tersendat.
Setengah jalan itu disekat dengan menggunakan kayu, papan dan ban. Kemudian juga terdapat sejumlah spanduk yang dibentangkan di bahu jalan itu bertuliskan “korban eksekusi 1 September 2020, uang yang dititipkan di pengadilan negeri kota Tangerang tidak sesuai dengan resume KJPP Firman Aziz”.
“Kami minta pembayaran tuntas dan sidang cepat selesai. Karena uang pembayaran lahan kami juga tidak sesuai,” ujar warga, Dedi Sutrisno, Kamis, (22/7/2021).
Saat ini, para warga tengah menjalankan sidang terkait harga ganti rugi lahan di Pengadilan Negeri Tangerang Klas 1 A. Namun, sidang tersebut kerap ditunda. Sebenarnya, ganti rugi lahan mereka sudah dilakukan namun dititipkan di Pengadilan Negeri Tangerang Klas 1 atau konsinyasi.
Warga tidak terima lantaran harga tanah tersebut dinilai tidak adil. Mereka hanya dibayar Rp2,7 juta per meter persegi.
“Kalau dibandingkan dengan harga lahan di Kota Tangerang mana ada harga segitu. Kami mau tinggal di mana,” tegas Dedi.
Selain itu juga terdapat kejanggalan soal harga. Dedi mengungkapkan ada perbedaan nominal harga lahan antara konsinyasi dengan resume di KJPP firman Aziz. Diketahui, KJPP Firman Aziz merupakan tim appraisal yang ditunjuk oleh Kemenpupr.
“Kira-kira ada 15 yang beda nominal harganya antara resume KJPP Firman Aziz dengan Konsinyasi. Kami minta ini diungkapkan,” ungkap Dedi.
Saat menggelar aksi, mereka juga menggalang bantuan dari pengendara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Sebelumnya PT JKC berjanji akan memberikan fasilitas rumah kontrakan dan uang logistik selama persidangan. Namun itu hanya mereka lakukan sampai Januari saja. Makanya sekarang kami bingung mau bayar kontrakan pakai apa?, sebagian warga ada yang ngutang ada juga yang nunggak kontrakannya,” jelas Dedi.
Hal senada juga diungkapkan oleh warga lainnya, Kiki. Dia mengatakan kalau saat ini dari 23 KK hanya 2 warga saja yang memiliki pekerjaan tetap. Yakni dirinya sendiri dan warga lainnya, Aas. Keduanya berprofesi sebagai guru.
“Dari pemerintah daerah juga minim bantuan. Bantuan sosial mana ? Gak ada. Kami sudah menderita. Yang harusnya sejahtera malah sengsara. Jadi gembel,” pungkasnya. (Eko Setiawan/Rom)