Kantor Gubernur Diduduki Buruh, Pengamat: Kapolri Harus Evaluasi Polda Banten

waktu baca 3 menit
Jumat, 24 Des 2021 21:39 0 82 Redaksi TD

Banten | TDPolda Banten dinilai Pengamat Kebijakan Publik Adib Miftahul gagal menjalankan protap pengamanan Objek Vital Nasional (Obvitnas) dan Objek Tertentu (Obter) pada peristiwa didudukinya Kantor Gubernur Banten oleh buruh saat demonstrasi pada Rabu, 22 Desember 2021. Adib mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi kinerja Polda Banten.

“Harusnya peristiwa itu tidak terjadi, jika prosedur tetap pengamanan dijalankan dengan baik oleh aparatur terkait,” ujarnya Jumat 24 Desember 2021.

Adib menuding petugas Polri yang saat itu berjaga melakukan pengamanan melakukan pembiaran hingga buruh merangsek masuk, bahkan masuk dan menduduki kursi Gubernur Banten.

Peristiwa itu ditegaskannya menjadi preseden buruk kinerja Polda Banten. Sebab, lingkungan pemerintah Provinsi Banten merupakan salah satu simbol dari penyelenggara pemerintah daerah yang mestinya mendapatkan pengamanan ekstra dari gangguan ancaman maupun keamanan.

Padahal dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 3/2019 tentang Pemberian Bantuan Pengamanan Pada Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu, sangat jelas kalau Polri wajib melakukan Protap (Presedur Tetap) dalam rangka menjaga, mencegah dan mengantisipasi terjadinya ancaman, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu.

“Tapi yang terjadi pada saat peristiwa demo buruh tersebut, personel Polri seakan-akan tidak mampu menjaga keamanan kantor Gubernur Banten,” katanya.

Atas insiden tersebut, Adib mendorong Kapolri untuk mengevaluasi secara detail pelaksanaan dan penerapan manajemen keamanan kepolisian dalam menjaga Obvitnas dan Obter, terutama di lingkungan Polda Banten.

Meski demikian, Adib mengaku tidak mempersoalkan aksi buruh yang menuntut peningkatan upah minimum provinsi. Namun, peserta aksi buruh juga harus mengetahui bahwa penetapan standar upah minimum sudah dibahas dengan melibatkan pemerintah, pengusaha dan perwakilan buruh. Jika kemudian hari ada persoalan, sebaiknya digugat secara hukum.

“Jangan sampai aksi-aksi buruh yang sejatinya ingin menyampaikan aspirasinya, berujung ditunggangi oleh kepentingan politik menjelang Pemilu 2024 mendatang,” cetusnya.

Adib menambahkan, Polri juga mesti peka terhadap keamanan dan kondusifitas aksi unjuk rasa. Pasalnya, Polri sebagai institusi pelayan masyarakat harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman.

“Termasuk menjaga kondusifitas lingkungan perkantoran pemerintahan pusat maupun daerah. Karena ini terkait dengan kegiatan roda pemerintahan. Jika kemudian ada kejadian ricuh dilingkungan pemerintahan daerah, misalnya dalam hal ini kantor Gubenur Banten, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi citra Polri. Netralitas Polri pun akan dipertanyakan jika terkesan melakukan pembiaran terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mengancam keamanan lingkungan pemerintahan,” paparnya.

Selain itu, kata Adib, Kapolri juga telah memerintahkan kepada jajarannya untuk mengamankan investasi sebagai kebangkitan ekonomi pasca terpuruk karena pandemi Covid-19.

“Kalau stabilitas investasi tidak ada jaminan, maka pengusaha pun enggan berinvestasi. Artinya, keinginan percepatan bangkit setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19, hanya akan menjadi mimpi semata,” pungkasnya. (Red/Rom)

""
""
""
LAINNYA