Karya Jurnalistik Dilabeli Hoaks, Wartawan Tangerang: Jangan Terulang Lagi

waktu baca 4 menit
Kamis, 21 Okt 2021 22:12 0 60 Redaksi TD

KOTA TANGERANG | TD — Wartawan Tangerang menyikapi pelabelan hoaks oleh Polres Kota Tangerang atas salah satu berita yang tayang di Republika.co.id dan Kabar6.com.

Dalam diskusi yang digelar Solusi Movement bertema Main Hakim Polisi Melabeli Media Hoax, Kamis, 21 Oktober 2021, mengemuka, semestinya kekeliruan atas karya jurnalistik tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers.

Anggota Bidang Advokasi dan Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Muhammad Iqbal menilai, tindakan Polres Kota Tangerang tersebut sama saja dengan melecehkan profesi Jurnalis. Kemudian, bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik.

“Jadi harusnya sikap Polres seperti itu tidak terulang, dan kepolisian harus bersikap tegas, jangan hanya minta maaf saja. Dalam hal ini Polda Banten harus menindak tegas upaya polisi dalam melabeli hoaks itu,” ujarnya.

Dalam diskusi ini, selain perwakilan AJI Jakarta turut hadir juga oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Tangerang Abdul Majid, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Harian Tangerang Raya (WHTR) Bagus dan Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Tangerang Raya Faisal R Syam.

Kemudian Pengamat Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro. Pihak Solusi Movement telah mengundang Kapolres Kota Tangerang Wahyu Sri Bintoro namun tidak hadir.

Iqbal menjelaskan selain label hoaks, tindakan represif lainnya juga kerap didapatkan oleh para jurnalis ketika menjalankan tugasnya.

“Jangan sungkan kita bersuara. Kita dari AJI siap advokasi siapa pun yang bermasalah dengan karya dan konten mereka. Selagi konten mereka benar dan tidak salah, dan tetap pada jalur jurnalistik,” jelasnya.

Ketua Pokja WTHR Tangerang Raya Bagus, berharap, semua wartawan Tangerang bersatu bila ada rekan seprofesi mendapatkan intimidasi saat melakukan kerja jurnalistik.

“Saya sangat mengecam. Profesi kita memang harus merapatkan barisan. Jangan sampai ada kejadian seperti ini kita hanya melihat, karena suatu saat itu bisa terjadi sama kita,” tegas Bagus.

Ketua PWI Kota Tangerang, Abdul Majid mengatakan, insan pers sebagai agen penangkal hoaks dengan disiplin ilmunya, pastinya menyepakati hoaks adalah musuh bersama. Menurutnya, pemberitaan dua media yang mendapatkan label hoaks tersebut merupakan media yang kredibilitas.

“Perusahaan media ini bisa dipertanggungjawabkan. Sangat tidak mungkin yang diproduksi media tersebut tidak sesuai fakta. Secara lembaga sudah bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

“Kalau pun memang memang ada unsur hoaks, sesuai Undang-Undang Pers, pihak yang dirugikan mendapatkan ruang untuk memberikan hak jawab,” tambahnya.

Majid menuturkan, sebagai insan pers, wartawan tetap sesuai on the track dalam memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat luas.

Ia menambahkan, ke depan, peristiwa pelabelan hoaks atas karya jurnalistik tidak boleh terjadi lagi. “Wartawan harus bersatu melawan hoaks.”

Sementara Ketua PFI Tangerang Raya, Faisal R Syam mengatakan, intimidasi terhadap jurnalis foto lebih kepada fisik. “Kalau pewarta foto lebih ke fisik, penghapusan foto. Itu kan tidak benar, tidak boleh memaksa penghapusan foto secara paksa,” katanya.

Pengamat kebijakan publik daei IDP LP, Riko Noviantoro mengatakan jurnalis dan Polri merupakan mitra. Kedua belah pihak memiliki hubungan yang erat dalam memberikan pelayanan informasi dan kontrol sosial.

Apalagi, kata dia, Dewan Pers dan Polri memiliki Nota Kesepahaman (MoU) tentang koordinasi dan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

Dalam MoU tersebut dijelaskan, lanjut dia, apabila terjadi perselisihan terkait pemberitaan seharusnya diselesaikan sesuai mekanisme yang diatur dalam UU Pers.

Mekanisme penyelesaian yang ditempuh, misalnya jika terdapat pemberitaan yang merugikan pihak lain yaitu melalui hak jawab dan koreksi. Hal itu tertuang dalam Pasal 5 ayat 2 UU Pers.

Riko menduga, Kapolres pun tak serta merta memberikan label hoaks terhadap berita yang tayang di Republika.co.id dan Kabar6.com tersebut. “Kapolres tidak ujug-ujug melakukan itu (label hoaks). Pasti ada stafnya yang kurang paham. Entah Kasubag Humas atau tim komunikasinya,” kata dia.

Ia meminta jajaran Polri cerdas dalam bermedia. Artinya, dapat memahami isi berita serta aturan terkait pers. “Cerdas bermedia itu harus matang. Mungkin kapolres ketika diberitahu dia langsung ya sudah hoaks saja,” katanya.

Namun ia juga mengingatkan insan pers, bahwa media juga tak luput dari kesalahan. Ia menyontohkan kesalahan tersebut, misalnya, kesalahan penulisan nama, tanggal hingga isi berita. “Ini pembelajaran yang terbaik. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Begitu juga dengan Polresta dan Media,” pungkasnya. (Eko Setiawan/Rom)

 

LAINNYA