Hari Tani Nasional: Petani di Kabupaten Tangerang Terancam Punah

waktu baca 6 menit
Rabu, 25 Sep 2024 13:51 0 896 Redaksi

OPINI | TD – Momentum Hari Tani Nasional seharusnya menjadi momen refleksi dan perayaan bagi kaum tani di seluruh Indonesia. Dengan lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria, diharapkan para petani mendapatkan hak dan perlindungan yang layak. Ini adalah undang-undang yang memberi harapan baru kepada petani untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya yang mereka butuhkan dalam menjalankan profesi mereka. Petani, sebagai garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan, seharusnya menjadi prioritas dalam pengembangan sumber daya manusia, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi besar untuk berperan dalam penyediaan pangan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun di pentas internasional. Visi Kementerian Pertanian untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 merupakan cita-cita yang mulia, namun harapan ini tampaknya masih jauh dari kenyataan. Keberhasilan ini harus didukung oleh kebijakan yang nyata dan efektif, bukan sekadar mimpi yang dibungkus dalam retorika indah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama di level lokal seperti yang terjadi di Kabupaten Tangerang.

Konteks Agraria di Indonesia

Indonesia, dengan kekayaan alam dan keragaman agroekosistemnya, seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan tidak hanya untuk masyarakat sendiri, tetapi juga untuk ekspor. Namun, ironisnya, banyak petani yang masih berjuang di tengah berbagai kesulitan. Landasan hukum yang ada, meski telah memberikan sejumlah hak kepada petani, tidak diimbangi dengan implementasi yang memadai. Reforma agraria yang diharapkan seharusnya dapat membagi tanah secara adil dan memberikan akses yang lebih baik bagi petani, sering kali terhambat oleh kepentingan bisnis dan pembangunan yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan.

Sejak dicanangkan, reforma agraria seharusnya menjadi solusi untuk mengatasi ketimpangan penguasaan tanah yang sering menyebabkan konflik agraria. Namun, dalam praktiknya, masih banyak petani yang terpaksa berjuang untuk mempertahankan tanah yang mereka kelola dari penggusuran demi proyek-proyek pembangunan. Hal ini menciptakan ketegangan antara kebutuhan akan pengembangan infrastruktur dan keberlangsungan hidup petani kecil.

Ketidakadilan Agraria: Konflik dan Kriminalisasi

Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa pada rentang 2015-2022, setidaknya 2.701 konflik agraria telah terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, banyak yang berujung pada aksi kekerasan, di mana petani yang mempertahankan tanah mereka sering kali dihadapkan pada kriminalisasi. Setidaknya 69 orang tewas, 38 tertembak, dan 842 lainnya dianiaya hanya karena berjuang untuk hak atas tanah mereka dan 615 orang dikriminalisasi hingga divonis (Sumber: kalimantanreview.com, dikutip Rabu, 25 September 2024). Konflik ini bukan semata-mata soal tanah; ini adalah pertarungan untuk kelangsungan hidup, identitas, dan warisan budaya mereka.

Dengan situasi seperti ini, tidak heran jika banyak petani merasa putus asa. Mereka yang seharusnya menjadi pahlawan pangan justru dihadapkan pada ancaman yang mengintimidasi. Ketidakadilan ini bukan hanya menciptakan kerugian bagi petani, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan keamanan pangan nasional.

Petani di Kabupaten Tangerang: Ancaman dan Tantangan

Kabupaten Tangerang sebagai daerah penyangga Ibu Kota Jakarta tidak terlepas dari persoalan agraria. Pembangunan yang semakin marak menjadi salah satu penyebab menurunnya kuantitas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang. Proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 berpotensi menggusur 15.384 hektar lahan di sepanjang pesisir Tangerang, di mana 29,9% di antaranya adalah lahan sawah produktif (Sumber: koran.tempo.co, dikutip Rabu, 25 September 2024. Alih fungsi lahan pertanian ke industri dan permukiman menjadi tantangan besar bagi para petani.

Dalam sepuluh tahun terakhir, lahan pertanian di Kabupaten Tangerang semakin menyusut, dan para petani yang tersisa berada di ambang kehancuran. Maraknya alih fungsi lahan mengakibatkan banyak petani kehilangan mata pencarian mereka. Hal ini berdampak langsung pada ketersediaan pangan di Kabupaten Tangerang, yang sudah mulai terlihat dalam data Sensus Pertanian. Dari tahun 2003 hingga 2023, tercatat bahwa 123.476 rumah tangga usaha pertanian meninggalkan profesinya. Di tahun 2003, jumlah rumah tangga yang terlibat dalam usaha pertanian mencapai 222.484, namun turun drastis menjadi hanya 99.008 pada tahun 2023.

Momentum Hari Tani Nasional: Harapan untuk Masa Depan

Di Hari Tani Nasional ini, kita dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa petani di Kabupaten Tangerang dan di seluruh Indonesia masih terancam punah. Namun, harapan tetap ada. Pemerintah diharapkan untuk tidak hanya mempercepat transisi petani konvensional ke teknologi modern, tetapi juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas petani melalui berbagai program yang berkelanjutan. Ini termasuk memberikan pelatihan, akses terhadap teknologi pertanian yang lebih baik, dan dukungan finansial untuk memastikan mereka bisa berproduksi dengan efisien.

Program-program ini harus dirancang dengan partisipasi aktif dari petani itu sendiri. Mereka adalah orang-orang yang paling tahu tentang tantangan yang dihadapi di lapangan. Oleh karena itu, melibatkan petani dalam perencanaan dan implementasi kebijakan agraria adalah langkah yang sangat penting. Jika tidak, segala teknologi canggih yang diperkenalkan akan sia-sia jika tidak diterima oleh para petani.

Perluasan Akses dan Peluang bagi Petani

Selain teknologi, pemerintah juga perlu memperluas akses pasar bagi produk pertanian. Terlalu banyak petani yang terjebak dalam rantai pasok yang tidak adil, di mana mereka tidak mendapatkan harga yang layak untuk hasil panen mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menciptakan kolaborasi yang lebih baik antara petani, pengusaha, dan konsumen. Dengan cara ini, petani tidak hanya mendapatkan akses ke pasar yang lebih luas, tetapi juga dapat menjamin keberlanjutan ekonomi mereka.

Pengembangan koperasi tani juga bisa menjadi solusi yang efektif. Dengan bergabung dalam koperasi, petani dapat memiliki kekuatan tawar yang lebih baik dan mendapatkan akses ke sumber daya yang lebih baik, mulai dari modal hingga teknologi. Koperasi juga dapat membantu dalam pemasaran produk, sehingga petani tidak lagi bergantung pada tengkulak yang sering kali merugikan mereka.

Kesadaran dan Dukungan Masyarakat

Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung keberlangsungan para petani. Kesadaran akan pentingnya produk lokal dan dukungan untuk membeli hasil pertanian dari petani setempat sangat dibutuhkan. Dengan meningkatnya permintaan terhadap produk lokal, diharapkan petani dapat merasakan manfaat langsung dari usaha mereka.

Pendidikan dan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya pertanian dan keberlanjutan pangan juga perlu digalakkan. Masyarakat perlu menyadari bahwa keberadaan petani yang sejahtera adalah kunci untuk ketahanan pangan yang lebih baik. Ketika masyarakat tahu dan menghargai perjuangan petani, mereka akan lebih terdorong untuk mendukung mereka.

Kembali ke Akar Agraris

Hari Tani Nasional seharusnya menjadi pengingat untuk kita semua tentang pentingnya peran petani dalam masyarakat. Mereka bukan hanya sekadar penghasil pangan, tetapi juga penjaga warisan budaya dan keberlanjutan lingkungan. Tanpa petani, kita tidak akan memiliki akses ke pangan yang sehat dan berkualitas.

Penting bagi kita untuk terus memperjuangkan hak-hak petani dan memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang layak dari pemerintah dan masyarakat. Hanya dengan cara ini, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi petani dan memastikan bahwa mereka tidak akan punah dari belantara pertanian yang telah menghidupi kita selama ini.

Saatnya kita bersatu untuk melindungi dan memperkuat posisi petani di Kabupaten Tangerang dan di seluruh Indonesia. Dengan langkah nyata dan komitmen bersama, kita dapat memastikan bahwa Hari Tani Nasional bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga menjadi titik balik bagi kebangkitan petani di seluruh tanah air. Mari kita jaga agar harapan dan cita-cita mereka tidak menguap begitu saja; karena, pada akhirnya, masa depan pangan kita bergantung pada mereka.

Penulis: Yanto, Founder Teratai Institute. (Red)

Unggulan

LAINNYA