LEBAK | TD — Setahun setelah banjir bandang yang melanda Kabupaten Lebak pada Rabu, 1 Januari 2020, para korban yang berasal dari Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, masih tinggal di hunian sementara (huntara).
Awal tahun lalu, enam kecamatan di Kabupaten Lebak diterjang banjir bandang dan longsor. Menurut Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, banjir tersebut merupakan bencana alam terbesar yang dialami daerahnya selama ini.
Banjir itu mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, 580 rumah rusak, dan 2.167 rumah terendam. Menurut data Kepolisian Resor Lebak, setidaknya 2.000 keluarga harus mengungsi.
Setelah setahun sejak bencana tersebut, warga terdampak di Banjarsari masih terkatung-katung lantaran penanganan dari pemerintah setempat yang minim sehingga warga harus mandiri di tengah keterbatasan. Demikian dikatakan relawan yang mendampingi warga, Riman Wahyudi.
“Kami bertahan dengan bergotong-royong. Pelan-pelan kami buat pertanian untuk ketahanan pangan tanpa bantuan pemerintah. Tidak mungkin kita mengandalkan donasi terus,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (1/1/2021).
Riman menyebutkan, di antara minimnya penanganan dari Pemkab Lebak adalah perihal listrik. Ternyata warga tetap harus membayar listrik yang mereka gunakan, tidak gratis, sementara di tempat lain digratiskan.
“Pengungsi di Cileuksa saja gratis listriknya. Kalau kami, enggak. Kami harus bayar. Bayangkan saja,” kata Riman, relawan asal Jakarta ini.
Riman yang sudah setahun menjadi relawan bagi warga terdampak longsor di Lebak ini pun mengaku harus mengeluarkan biaya sendiri untuk membantu warga.
“Kalau dihitung-hitung, mungkin saya sudah bisa beli dua Pajero,” imbuhnya.
Riman menambahkan, lokasi pengungsian yang ditempati warga Kampung Cigobang, Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, termasuk wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Cileuksa. Hal ini terjadi karena para korban tidak mendapatkan lahan untuk mengungsi di wilayahnya sendiri di Kabupaten Lebak.
“Belum lama ini kami bertemu anggota DPRD Banten untuk membicarakan soal lahan ini. Katanya, mereka akan diberikan lahan mengungsi di wilayah Lebak. Itu janjinya,” kata Riman.
Akses menuju lokasi pengungsian yang sekarang ditempati warga sulit dijangkau, terlebih jika musim hujan. Jalan yang masih berupa tanah merah menjadi licin sehingga hanya kendaraan tertentu yang bisa mencapai lokasi tersebut.
Mungkin karena itu, relawan yang membantu korban pun makin sedikit, tidak seperti saat baru terjadi bencana. Padahal, kehadiran relawan sangat berpengaruh terhadap psikologi warga. Kehadiran relawan membuat mereka merasa masih ada yang peduli terhadap mereka.
Pada Jumat, 1 Januari 2021, Muhammad Iqbal, koordinator relawan, bersama sejumlah komunitas, seperti Tangerang Kita Peduli (TKP), Garut Trail Adventure (GTA), dan Rawa Cipondoh Adventure (RCA) memberikan bantuan untuk para korban berupa sembako yang dikumpulkan dari para donatur.
Menurut Iqbal, kondisi para korban di Kabupaten Lebak ini mengkhawatirkan karena minimnya perhatian dari pemerintah setempat.
“Seharusnya, manusia bisa memanusiakan manusia. Saya berharap kawan-kawan yang lain bisa ikut berdonasi membantu mereka. Kalau menunggu pemerintah, mau sampai kapan?” pungkasnya. (Sayuti/Rom/ATM)