Sepotong Dongeng untuk Bulan — Puisi Celcius Jouska

waktu baca 2 menit
Sabtu, 16 Jan 2021 12:27 0 111 Redaksi TD

1.
Di buku, ia datang
menyapa ramah, dan bertukar cerita.

Aku malas untuk membaca dukacita, Bulan.
Tubuhku berbunga.
Sebab, langit menurunkan hujan-hujan kecil pada kemarau ini.

Lihatlah kerlip bungah bintang timur itu.
Sejak kau-tiba, ia menatap parasmu tanpa lelah, meski sedikit pasrah.

2.
Setiap membuka halaman di buku itu, diam-diam rindu mengikuti.

Malam tak lagi runtuh, dan kenangan menutup rapat kedua mata.
Seperti dalam dongeng, Bulan
; lelaki melafaz doa
mengumpulkan sisa pecahan-pecahan cahaya,
sampai syair mencatat nama perempuannya.

3.
Pada kesempatan paling sempit, kini.
Di antara warna tembok kamar kusam, dan nyala lampu memilu.

Aku memandang keyakinan itu, Bulan.
Dari jendela, ia memanggil kita.
Kudekati, kugenggam dalam Melati.
Agar rindu sampai menggetarkan langit.
Dan Tuhan menghadiahkan pinta.

Semarang, 2020
Celcius Jouska

______________

Puisi 2 :

Kepada Nheji
(Untuk Sahabatku : Nhejiah. M)

Perahu kemarau telah lama sandar
di dermaga hujan
embus angin utara menepi
tapi, adamu masih sama seperti mimpi
tak ingin berjalan keluar
sekadar jumpa dengan bayangan,
dengan kehidupan
di mana t’lah kucatatkan namamu
di bentang layar terkembang
juga, di atas papan-papan puisi
yang kerap dicumbui gelombang.

Kau seperti hanya mengenal kamar ingatan
bukan waktu, dan perjalanan
yang gemar bermain buih-buih lautan
di lepas laras samudera
menjaja manik-manik ombak kerinduan.

Lihatlah
Dermaga hujan telah sepi.
Kau hendak tidur di mana malam nanti?

Di perahumu sudah tak cukup lampu
laut dan gelombang sudah disemayam
sejak hari lalu.

Semarang, 2020
Celcius Jouska

______________

Puisi 3:

Sepasang Mata Rembulan

Menatap patuh sepasang matamu, Wind
tak ada yang tersisa
bahkan kata-kata pun habis
hanya gelisah tak karuan
dan lampu-lampu kekaguman membayang
senantiasa ramah menyala
berebut senyummu, menghamba.

Di sini, tentangmu kian tak berjarak, Wind
sebagian bermukim
pada keayuan wajahmu
keindahan tak mengenal waktu.

Maka; ijinkan aku
tetap mengiang sorot matamu, Wind
sampai saatnya, kelak
kau akan menjadi rembulan
sejatinya rembulan
pada jiwa yang terang malam.

Semarang, 2020
Celcius Jouska

*

Biodata:

Celcius Jouska, Lahir di Tenggang Tambakrejo, Semarang, Jawa Tengah. Karya-karyanya bisa ditemui dalam buku Puisinya ; Sajak dan Perjalanan, Anglocita (99 puisi), dan dalam buku antologi, antara lain ; Qasidah Senja dan Hujan, Aquarium (1000 Penyair terpilih Indonesia)

LAINNYA