Ilustrasi dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) oleh penulis. OPINI | TD — Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial, bahasa Indonesia baku perlahan mulai kehilangan pamornya. Dalam percakapan sehari-hari, terutama di kalangan generasi muda, bahasa yang terdengar campur aduk—antara Indonesia, Inggris, dan istilah kekinian—lebih sering digunakan.
Ungkapan seperti “literally capek banget,” “bestie kamu slay,” hingga “vibes-nya beda” kini seolah menjadi bahasa keseharian yang dianggap keren dan relevan dengan zaman.
Fenomena ini menandakan adanya pergeseran cara berkomunikasi. Bahasa gaul dianggap lebih ekspresif, ringan, dan sesuai dengan ritme cepat dunia digital. Namun, di balik sisi modernnya, muncul kekhawatiran: apakah bahasa Indonesia yang baik dan benar masih mendapat tempat di hati masyarakat?
Bahasa selalu berkembang, tetapi dalam satu dekade terakhir, perubahan itu terjadi dengan kecepatan luar biasa. Ada beberapa alasan mengapa bahasa gaul lebih populer dibandingkan bahasa baku:
Perubahan bahasa sebenarnya wajar, tapi penggunaan bahasa gaul secara berlebihan dapat membawa sejumlah dampak negatif, terutama pada kemampuan berbahasa formal. Beberapa di antaranya:
Akibatnya, tidak sedikit siswa atau mahasiswa yang kesulitan menulis surat resmi, karya ilmiah, atau berbicara dalam forum akademik. Bahasa baku yang dulu menjadi dasar pendidikan kini sering terasa asing, bahkan di lingkungan yang seharusnya menjaganya.
Sebenarnya, bahasa gaul tidak harus dianggap musuh bahasa baku. Bahasa adalah cermin budaya, dan bahasa gaul mencerminkan kreativitas serta semangat muda yang dinamis. Yang perlu dipahami adalah fungsi dan konteks penggunaannya.
Bahasa gaul cocok untuk komunikasi santai, konten hiburan, atau interaksi personal di media sosial. Sebaliknya, bahasa Indonesia baku tetap penting dalam konteks resmi, pendidikan, media massa, dan administrasi.
Keseimbangan inilah yang perlu dijaga agar generasi muda tetap bisa tampil modern tanpa kehilangan akar kebahasaan.
Menjaga keberlangsungan bahasa baku tidak harus dilakukan dengan cara kaku. Ada banyak langkah sederhana namun efektif, antara lain:
Bahasa adalah identitas bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi dan tren digital, bahasa Indonesia baku tetap perlu dijaga agar tidak tenggelam di antara istilah asing dan bahasa gaul yang silih berganti.
Generasi muda bisa tetap update dan ekspresif tanpa meninggalkan bahasa nasionalnya. Modern bukan berarti meninggalkan akar budaya, tetapi mampu beradaptasi sambil menjaga jati diri.
Karena di setiap kata yang kita pilih, tersimpan nilai dan identitas bangsa.
Jadi, mari tetap bangga berbahasa Indonesia—baik dalam gaya gaul maupun dalam tutur yang baku.
Penulis: Desti Amelia
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Tangerang. (*)