OPINI | TD — Perfeksionisme merujuk pada dorongan individu untuk mencapai hasil yang tanpa cacat dalam setiap usaha. Dalam pandangan Islam, interpretasi tentang perfeksionisme dapat bervariasi, tergantung pada bagaimana seseorang mengimplementasikannya serta efek yang ditimbulkan pada diri sendiri dan orang lain.
Sifat perfeksionisme ini dapat memotivasi individu untuk bekerja lebih giat demi meraih prestasi yang luar biasa. Namun, jika perfeksionisme itu berlebihan, hal ini dapat menjadi masalah. Karena, hal tersebut dapat menimbulkan stres, kekhawatiran, dan perasaan tidak puas dengan pencapaian yang diraih.
Dalam konteks Islam, perfeksionisme berarti usaha untuk menjadi yang terbaik. Berupaya meraih hasil optimal adalah hal yang sangat dianjurkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, “Maka berlombalah kalian dalam kebaikan” (QS. Al-Baqarah: 148).
Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam hidup, yaitu antara usaha langsung dan tawakkal. Perfeksionisme yang sehat adalah ketika seseorang berusaha semaksimal mungkin, sementara tetap menyadari bahwa hasil akhir adalah urusan Allah.
Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, pasti Allah akan memberikan rezeki kepadamu sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung” (HR. Tirmidzi).
Perfeksionisme dapat berdampak positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah mendorong individu untuk terus berusaha lebih baik dan tidak cepat menyerah.
Sementara itu, dampak negatifnya adalah ketika seseorang terlalu menginginkan kesempurnaan, ini dapat menyebabkan kecemasan berlebih dan stres, menghambat produktivitas karena ketakutan akan kegagalan, serta perasaan ketidakpuasan yang terus berlanjut.
Dengan demikian, perfeksionisme dalam Islam dianggap diperbolehkan jika dilakukan dengan niatan yang baik dan tetap seimbang. Umat Islam diajarkan untuk berupaya mencapai yang terbaik dalam setiap aspek, namun juga diingatkan untuk berserah diri kepada Allah dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan.
Dengan cara ini, perfeksionisme dapat menjadi pendorong untuk kebaikan tanpa menimbulkan efek negatif yang merugikan.
Penulis: Nurhasanah, mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)