KOTA TANGERANG | TD — Jumlah kasus kekerasan terhadap anak selama periode Januari–Oktober 2020 meningkat jika dibandingkan jumlah kasus serupa pada semester satu 2019.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Kota Tangerang mencatat 38 kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam kurun Januari–Oktober 2020 atau rata-rata tiga kasus per bulan.
Selama periode tersebut terjadi 56 kasus kekerasan terhadap 70 anak: 38 kasus kekerasan seksual dan18 kasus lain berupa kekerasan fisik, penelantaran, dan perundungan terhadap anak; sementara pada semester satu atau periode Januari–Juni 2019 ada 14 kasus kekerasan dengan jumlah korban 15 anak: 6 anak korban kekerasan fisik dan 9 anak korban kekerasan seksual. Korban dalam satu kasus bisa lebih dari satu orang.
Saat TangerangDaily mengonfirmasi data tersebut, Irna Rudiana, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada DP3AKKB Kota Tangerang, membenarkan meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap anak tersebut.
“Peningkatan tersebut disebabkan beberapa faktor, mulai semakin beraninya orang melapor dan faktor kondisi sosial saat ini yang kurang baik untuk perkembangan psikologis anak,” ungkapnya, Selasa (24/11/2020).
Irna menambahkan, kondisi sosial yang kurang mendukung tumbuh-kembang di antaranya adalah dampak pandemi covid-19 yang membatasi kontak sosial anak dengan lingkungannya. Selain itu, ada juga faktor kondisi ekonomi yang memicu kekerasan orang dewasa terhadap anak, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) dan gulung tikarnya pelaku usaha kecil.
“Kami terus melakukan pencegahan dengan melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, dunia pendidikan, dan keluarga untuk lebih peduli dengan terhadap anak-anak,” ungkapnya.
Selain itu, selama masa pandemi pihaknya juga terus menyosialisasikan pola asuh anak yang baik kepada keluarga dan para pendidik meskipun kegiatan tersebut dilaksanakan secara virtual.
“Kami juga tetap menyediakan konsultasi atau konseling melalui Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) maupun P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) yang tetap beroperasi,” katanya.
William Anwar, Ketua Forum Anak Kota Tangerang, mengungkapkan bahwa pihaknya cukup prihatin karena selama pandemi angka kekerasan anak di Indonesia, terutama di Kota Tangerang, justru meningkat
“Ruang gerak kami terbatas. Kami hanya bisa membantu sebatas yang kami mampu sesuai dengan peran kami sebagai 2P (Pelopor dan Pelapor). Pandemi covid-19 juga semakin membatasi gerak kami,” katanya.
Pria yang akrab dipanggil Kak Wili ini menambahkan, semua elemen masyarakat serta pemerintah harus mampu bekerja sama untuk memahami hak-hak anak yang harus terpenuhi. Dengan begitu, diharapkan kasus kekerasan terhadap anak akan berkurang.
“Dalam pencegahan kekerasan terhadap anak ini peran pemerintah paling besar karena ada regulasi bagaimana pemerintah harus bertindak dalam menangani isu-isu kekerasan terhadap anak,” pungkasnya. (Sayuti/Rom/ATM)