Feminisme, Kesetaraan Gender, dan Patriarki dalam Kacamata Islam: Sebuah Tinjauan Komprehensif

waktu baca 3 minutes
Senin, 9 Des 2024 18:26 0 Redaksi

OPINI | TD — Perdebatan mengenai hak-hak perempuan dan kesetaraan gender merupakan isu global yang kompleks, termasuk dalam konteks Islam. Seringkali, pandangan tradisional yang menempatkan perempuan dalam peran domestik dan subordinat berbenturan dengan realita perempuan masa kini yang aktif berkontribusi dalam berbagai bidang kehidupan.

Munculnya feminisme, yang memperjuangkan kesetaraan hak dan kesempatan bagi perempuan, menimbulkan perdebatan sengit, terutama terkait interpretasi ajaran Islam. Konsep kesetaraan gender dan patriarki pun menjadi pusat perbincangan.

Feminisme Islam: Mencari Keseimbangan

Feminisme Islam, berbeda dengan feminisme sekuler, berupaya mengintegrasikan prinsip-prinsip kesetaraan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Ia menekankan pentingnya keadilan dan martabat perempuan sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah, namun menolak interpretasi yang menjustifikasi ketidaksetaraan gender.

Gerakan ini berfokus pada penafsiran ulang teks-teks agama yang sering digunakan untuk membenarkan dominasi laki-laki, dengan menekankan pada konteks historis dan sosial.

Feminisme Islam bertujuan untuk memberdayakan perempuan tanpa mengabaikan identitas keagamaan mereka.

Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam

Al-Quran dengan jelas menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara sebagai makhluk ciptaan Allah. Ayat-ayat seperti Q.S. Al-Ahzab (33):35 menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan akan diuji sesuai dengan kemampuannya masing-masing, dan Q.S. Al-Baqarah (2):282 menunjukkan bahwa kesaksian perempuan diterima dalam hukum Islam, walaupun dengan ketentuan tertentu.

Islam juga menghormati peran perempuan dalam berbagai bidang, termasuk kepemimpinan, bisnis, dan pendidikan, sebagaimana dibuktikan oleh sejarah peradaban Islam.

Patriarki dan Tantangannya

Patriarki, sebagai sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama, merupakan tantangan bagi terwujudnya kesetaraan gender.

Meskipun Al-Quran mengakui perbedaan peran biologis dan sosial antara laki-laki dan perempuan, hal ini tidak berarti memberikan legitimasi pada penindasan atau ketidakadilan. Interpretasi yang keliru atas ayat-ayat seperti Q.S. An-Nisa (4):34 mengenai kepemimpinan laki-laki dalam keluarga, seringkali disalahgunakan untuk membenarkan dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan.

Interpretasi yang lebih tepat menekankan pada tanggung jawab suami sebagai pemimpin yang adil dan penuh kasih sayang, bukan sebagai penguasa yang otoriter.

Mencari Titik Temu

Perlu dipahami bahwa konsep kesetaraan gender dalam Islam bukan berarti meniadakan perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan.

Islam mengakui perbedaan fitrah, namun menekankan pada kesetaraan hak dan martabat. Tantangannya terletak pada penafsiran yang adil dan kontekstual terhadap teks-teks agama, serta upaya untuk mengatasi praktik-praktik budaya yang melanggengkan ketidaksetaraan gender.

Kesimpulan

Perdebatan mengenai feminisme, kesetaraan gender, dan patriarki dalam konteks Islam merupakan isu yang kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama serta konteks sosial-budaya.

Feminisme Islam menawarkan jalan tengah yang berupaya mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Upaya mencapai kesetaraan gender dalam Islam memerlukan interpretasi yang adil dan bijaksana terhadap teks-teks agama, serta komitmen untuk melawan praktik-praktik yang melanggengkan ketidakadilan.

Hal ini membutuhkan dialog, pemahaman yang lebih holistik, dan komitmen bersama untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkesetaraan bagi semua, laki-laki dan perempuan.

Penulis: Safiroh Febriani, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)

LAINNYA