Deflasi Menimpa RI, Apa yang Jadi Penyebabnya?

waktu baca 3 menit
Rabu, 4 Sep 2024 10:50 0 97 Patricia Pawestri

EKONOMI | TD – RI tertimpa deflasi selama 4 bulan berturut-turut di tahun 2024. Deflasi pada tahun 2024 mulai terjadi di bulan Mei dengan angka deflasi yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 0,03 persen.

Lalu, di bulan Juni deflasi naik level ke angka 0,08 persen, dan semakin melonjak pada bulan Juli dengan nilai deflasi yang menyentuh angka 0,18 persen. Di bulan Agustus deflasi masih tetap terjadi, dengan nilai yang sama dengan angka awal, yaitu 0,03 persen.

Deflasi sendiri merupakan salah satu masalah perekonomian yang terjadi pada satu wilayah atau negara. Deflasi berarti fenomena terjadinya penurunan harga barang dan jasa secara bersamaan yang terjadi dalam jangka waktu cukup panjang.

Hal ini merupakan hal yang menguntungkan bagi seorang konsumen. Sehingga banyak orang akan berlomba-lomba membeli banyak barang untuk persediaan kebutuhannya. Namun, dampak buruk yang terjadi karena adanya deflasi akan dirasakan oleh penjual atau pemilik usaha yang berperan sebagai penyedia barang dan jasa.

Pemilik usaha dikhawatirkan akan mengalami kerugian besar karena kegiatan jual beli dengan harga murah secara terus menerus. Sehingga, dapat terjadi pengurangan jumlah produksi, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan banyak dampak buruk lainnya.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan kejadian deflasi ini bukan yang pertama kali di Indonesia. Deflasi juga pernah terjadi di Indonesia pada 3 waktu lainnya, yakni pada masa krisis moneter (krismon) 1998, krisis ekonomi global pada tahun 2008, dan pada tahun 2020 pada saat pandemi Covid-19 masih gencar gencarnya menyerang.

Pudji menilai bahwa ada beberapa kelompok yang saat itu mengalami deflasi, diantaranya, kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Lalu, kelompok pakaian serta alas kaki. Di susul oleh kelompok transportasi dan informasi.

Sementara, pada deflasi tahun ini, Nailul Huda selaku Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), mengatakan harus ada perubahan atau perlakuan beda pada deflasi kali ini. Karena fenomena deflasi kali ini memiliki perbedaan tersendiri dengan deflasi di tahun-tahun yang lalu. Ia juga menilai deflasi kali ini terjadi bukan karena adanya penurunan daya beli seperti yang terjadi di tahun 2020 saat Covid-19 melanda.

Tren Positif Deflasi RI 2024

Menteri Keuangan Indonesia, yaitu Sri Mulyani, ikut angkat bicara terkait persoalan deflasi ini. Ia menilai dari pengukuran inflasi inti atau core inflation, bahwa deflasi kali ini bukan disebabkan oleh nilai daya beli yang turun.

Menurutnya, deflasi tahun ini mungkin terjadi karena adanya penurunan harga pangan. Penyebabnya adalah pemerintah memang sedang melakukan berbagai cara agar harga pangan dapat turun. Hal ini bertujuan agar perekonomian tidak terpicu inflasi. Sri Mulyani juga menyebutkan, bila deflasi menjadi akibat turunnya harga pangan, berarti itu tren yang positif. Namun, pemerintah akan tetap mewaspadai pergerakan inflasi ke depan.

Sebanyak 26 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami deflasi, sedangkan 12 provinsi lainnya mengalami hal sebaliknya, yaitu inflasi. Deflasi tertinggi dengan nilai 0,39 persen terjadi di Kalimantan Tengah, sementara provinsi dengan inflasi tertinggi mencapai 0,31 persen terjadi di Papua Barat.

Jadi, deflasi kali ini bukan disebabkan karena daya beli yang turun, tapi disebabkan oleh penurunan harga pangan. Namun, pemerintah akan segera memperbaiki atau mencari cara agar tidak memicu kedua hal tersebut, yaitu deflasi dan inflasi secara berlebihan.

Unggulan

LAINNYA