Tradisi Qunutan Puasa Ramadan Saat Hari ke-15 di Tangerang

waktu baca 3 minutes
Sabtu, 15 Mar 2025 08:38 0 Redaksi

PRISMA | TD – Di tengah keragaman budaya dan tradisi yang ada di Indonesia, bulan Ramadan selalu menjadi waktu yang istimewa bagi umat Islam. Salah satu tradisi yang unik dan penuh makna di Tangerang adalah tradisi Qunutan, yang dirayakan pada hari ke-15 Ramadan. Tradisi ini tidak hanya melibatkan aspek spiritual, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di antara masyarakat.

Apa Itu Tradisi Qunutan?

Tradisi Qunutan di Tangerang merupakan momen di mana masyarakat berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat tarawih dan membaca doa qunut. Qunut sendiri adalah doa yang dipanjatkan dalam shalat, khususnya pada malam-malam tertentu di bulan Ramadan. Pada hari ke-15 Ramadan, tradisi ini menjadi lebih spesial karena diiringi dengan penyajian ketupat sebagai simbol syukur.

Pelaksanaan Tradisi Qunutan

  1. Shalat Tarawih dan Doa Qunutan Pada malam hari ke-15 Ramadan, jamaah berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Setelah rakaat kedua, doa qunut dibacakan. Doa ini merupakan ungkapan harapan dan permohonan kepada Allah SWT agar diberikan keberkahan, perlindungan, dan petunjuk. Suasana khusyuk dan penuh harapan ini menjadi inti dari pelaksanaan tradisi Qunutan.

  2. Penyajian Ketupat Setelah shalat, masyarakat biasanya membawa ketupat yang telah disiapkan di rumah. Ketupat, yang terbuat dari beras yang dibungkus janur, menjadi hidangan khas yang disajikan pada malam ini. Ketupat tidak hanya menjadi makanan, tetapi juga simbol dari rasa syukur atas nikmat yang diberikan selama bulan suci. Masyarakat saling berbagi ketupat dan hidangan lainnya, menciptakan suasana kebersamaan yang hangat.

Makna dan Filosofi di Balik Tradisi Qunutan

Tradisi Qunutan di Tangerang memiliki makna yang dalam, baik dari segi spiritual maupun sosial.

  • Simbol Syukur: Ketupat yang disajikan pada malam ini melambangkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan. Dalam konteks Ramadan, ketupat menjadi simbol dari keberkahan bulan suci yang penuh dengan ampunan dan rahmat.

  • Keragaman dan Persatuan: Proses pembuatan ketupat yang rumit mencerminkan keragaman masyarakat. Setiap keluarga memiliki cara dan resep tersendiri dalam membuat ketupat, yang menunjukkan kekayaan budaya lokal. Selain itu, tradisi ini juga mengingatkan kita akan pentingnya saling memaafkan dan menjaga hubungan baik dengan sesama.

Kegiatan Sosial dan Kebersamaan

Tradisi Qunutan tidak hanya berfokus pada aspek ibadah, tetapi juga menjadi ajang untuk memperkuat tali persaudaraan di antara masyarakat.

  • Silaturahmi: Masyarakat sering mengadakan acara silaturahmi di lingkungan sekitar. Mereka saling mengunjungi dan berbagi hidangan, menciptakan suasana yang akrab dan penuh kehangatan. Kegiatan ini menjadi kesempatan untuk mempererat hubungan antar tetangga dan membangun komunitas yang solid.

  • Kebersamaan dalam Berbagi: Selain berbagi ketupat, masyarakat juga sering menyiapkan hidangan lain seperti opor ayam, rendang, atau sayur lodeh. Momen berbuka puasa bersama ini menjadi waktu yang ditunggu-tunggu, di mana semua orang dapat berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati kebersamaan.

Sejarah dan Asal Usul Tradisi Qunutan

Tradisi Qunutan di Tangerang memiliki akar sejarah yang dalam. Diperkirakan, tradisi ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Demak, di mana ketupat dibagikan sebagai ungkapan syukur atas keberkahan bulan Ramadan. Sunan Kalijaga, salah satu wali songo, dikenal sebagai tokoh yang memperkenalkan ketupat sebagai simbol pengakuan kesalahan dan keragaman masyarakat yang harus dijaga melalui tali silaturahmi.

Ketupat, yang merupakan makanan khas Indonesia, tidak hanya menjadi hidangan, tetapi juga simbol dari berbagai nilai kehidupan. Janur yang digunakan untuk membungkus ketupat melambangkan hati nurani, sementara proses pembuatan ketupat yang rumit mencerminkan pentingnya kerja keras dan kesabaran. (*)

""
""
""
LAINNYA