BANTEN | TD — Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menyatakan, popularitas Wahidin Halim (WH) berdasarkan survei Indonesia Political Opinion (IPO) mengalahkan Rano Karno dan Adhika Hazrumy bukan hal yang mengejutkan.
Survei yang berlangsung pada periode 29 November – 2 Desember 2021 tersebut menyebutkan tingkat popularitas Wahidin Halim menyentuh 89.6%. Sedangkan Rano Karno 87.5%, Adhika Hazrumy 76.9% dan Iti Octavia Jayabaya 44.7 persen.
“Kalau bicara ketokohan Wahidin Halim, hasil survei ini tidak mengejutkan,” ujar Adib selaku penanggap dalam diskusi media dan rilis survei IPO tersebut, Sabtu 11 Desember 2021.
Diskusi dan rilis media yang berlangsung di salah satu rumah makan di kecamatan Kelapa Dua itu menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif IPO Dr. Dedi Kurnia Syah Putra selaku surveyor. Serta tiga penanggap yaitu Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul, juga anggota DPRD Banten Nawa Said Dimyati, dan Miftahudin. Keduanya dari partai Demokrat dan PKS.
Popularitas Wahidin menurut Adib, karena WH memulai karir politik dengan menjadi birokrat, kemudian Wali Kota Tangerang dua periode, kemudian masuk ke gelanggang politik. “Dari posisi dia Wali Kota Tangerang dua periode, banyak juga prestasi-prestasinya.”
Adib juga mengatakan, masyarakat Banten suka dengan sosok pemimpin tegas dan berani. Sehingga, wajar saja jika Wahidin Halim, menjadi sosok tokoh yang selama ini dibutuhkan masyarakat Banten.
Berdasarkan pengamatannya, perilaku Wahidin Halim sebagai orang nomor satu di Banten selalu mencuri perhatian masyarakat. Misalnya, tentang sikap Wahidin Halim yang dengan tegas mengambil sikap tidak populis saat menghadapi kepungan buruh yang menuntut untuk mengubah aturan upah minimun.
“Jika beberapa kepala daerah lain, mencoba mengambil sikap populis terkait dengan harapan agar terdongkrak elektabilitasnya dihadapan buruh. Justru saya melihat Wahidin dengan gayanya yang tegas malah berani mengambil keputusan yang tidak populis,” katanya.
Sebab itu, dia mengapresiasi langkah Wahidin. Bukan semata-mata membela Wahidin, Adib memiliki argumen langkah Gubernur Banten adalah hal yang tepat. Pasalnya, penetapan UMK melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur nomor 561/Kep.282- Huk/2021, berdasarkan PP nomor 36 tahun 2021. PP tersebut memuat formulasi gaji UMK dan UMP. Di mana dalam pembuatan PP tersebut, pemerintah telah melakukan pembahasan antara perwakilan buruh di dewan pengupahan, dengan pihak perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
“Wahidin paham betul administrasi pemerintahan, apabila dia cabut atau ubah SK Gubenur soal pengupahan, maka berpotensi melanggar aturan. Ini yang saya bilang kalau Wahidin adalah sosok pemimpin yang tegas dan berani. Berbeda dengan perilaku kepala daerah lainnya yang justru malah bersandiwara di depan buruh. Membuat harapan palsu, yang saat ditagih komitmenya malah hilang,” tegasnya.
Langkah berani Wahidin inilah, lanjut Adib, membuat masyarakat Banten semakin terbuka melihat sosok Wahidin sebagai Kepala Daerah yang tegas. Sehingga, berdampak positif pada popularitas dan elektabilitas Wahidin.
“Saya suka kritik dia. Tapi saya berpesan, belajarlah dari sikap Wahidin, tidak perlu bersandiwara. Tidak perlu takut di kritik. Nyatanya, sekarang survei menunjukan popularitas dan elektabilitas dia di urutan teratas di Banten,” pungkasnya.
Walaupun demikian, Adib juga mengingatkan Wahidin agar tidak terjebak pada urusan elektabiltas jika berdampak pada inkonsisten bersikap dalam upaya membangun Provinsi Banten yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dr. Dedi Kurnia Syah Putra, mengungkapkan dari hasil survei IPO pada periode 29 November – 2 Desember 2021 menunjukkan jika 33.4% masyarakat Banten, akan kembali memilih Wahidin Halim sebagai Gubernur Provinsi Banten jika hari ini berlangsung pemilu. “Sementara, ada 21.5% masyarakat yang akan memilih Andhika Hazrumy dan 13.7% memilih Rano Karno. Sedangkan Iti Octavia Jayabaya urutan ke empat dengan skor 11.4%,” ungkap Dedi.
Survei ini, terang Dedi, untuk mengukur persentase pengetahuan empiris publik terhadap konstelasi politik di tahun pemilihan 2024 dan menguji preferensi pemilih apakah kinerja pemerintah daerah selama ini menjadi rujukan pemilihan atau tidak. Serta mengumpulkan alasan empiris yang akan jadi rujukan memilih. Melibatkan 1.200 responden yang tersebar di delapan Kabupaten/Kota Provinsi Banten. Pengambilan sample menggunakan teknik multistage random sampling (MRS) dengan tingkat akurasi data 95% memiliki pengukuran kesalahan (sampling error) 2.50%. (Red/Rom)