Revolusi Industri 2.0, Produksi Massal yang Dapat Berujung Brutal

waktu baca 3 menit
Rabu, 24 Jul 2024 13:53 0 363 Patricia Pawestri

UMKM | TD – Mengetahui sejarah revolusi industri dapat memberikan wawasan bagi para pelaku usaha untuk menyadari lebih dalam potensi teknologi dan tren yang mungkin terjadi.

Dengan menyadari teknologi dan tren tersebut, pelaku dapat lebih waspada terhadap tantangan dan peka akan peluang yang mungkin muncul. Sehingga dapat beradaptasi dan usahanya dapat berkembang searah dengan zaman.

Revolusi Industri 2.0

Dunia memasuki masa Revolusi Industri 2.0 saat para pakar mulai menemukan listrik. Listrik kemudian menggantikan tenaga mesin uap dalam memroses produksi barang.

Kemudahan mendapatkan listrik tidak hanya ada di pabrik-pabrik. Listrik yang mulai masuk ke setiap rumah juga memudahkan segala pekerjaan domestik. Peluang baru dan produk-produk baru pun bermunculan. Di antaranya televisi, mesin cuci, lemari pendingin, dan lainnya.

Pada era Revolusi Industri 2.0, salah satu perubahan yang sangat besar dan berdampak pada mobilitas adalah perubahan pada industri otomotif. Mengakhiri abad ke-18, industri mobil Ford meledakkan jumlah produksinya dengan mengubah cara bekerja para teknisi.

Awalnya, Ford hanya dapat menghasilkan satu buah mobil bertipe Tdalam waktu 12 jam 30 menit menggunakan tenaga dari satu karyawan. Semua komponen harus berada di satu tempat, dan seorang teknisi merakit seluruh komponen tersebut hingga selesai.

Artinya satu orang teknisi harus menguasai seluruh cara pemasangan komponen, dan proses belajarnya pun cukup lama. Sedangkan, bila terjadi kesalahan pada rakitan dan mobil tidak bisa berjalan, maka mobil tersebut harus digeser oleh karyawan lainnya dengan susah payah. Barulah teknisi kemudian mengerjakan perakitan mobil yang baru lagi.

Karena itulah, Ford, yang pada tahun 1912 kebanjiran pesanan dari seluruh dunia untuk membuat mobil Ford model T, tidak dapat memenuhi semua pesanan.

Pada tahun 1913, Ford mengubah sistem produksinya ke bentuk ‘lini produksi’. Di sistem ini, seorang teknisi hanya memegang satu pekerjaan, misalnya memasang ban saja, atau memasang stir saja. Namun satu orang tersebut dapat terus menerus melakukan bagiannya untuk banyak mobil dalam satu waktu.

Untuk membuat 1 buah mobil, para teknisi terbagi menjadi 45 unit lini. Mobil-mobil dalam proses pembuatannya dipindahkan dengan conveyor belt ke seluruh lini, dan semuanya dikerjakan/digerakkan dengan tenaga listrik.

Dengan cara ini Ford berhasil menaikkan produksinya dari angka 68.773 unit mobil pada tahun 1913 menjadi 170.000 unit mobil pada 1914. Produksi mobil Ford kemudian terus meningkat hingga mencapai 2 juta unit mobil per tahun pada 1925. Dan, total produksi mobil Ford model T ini dari tahun 1908 hingga 1927 ditaksir mencapai angka 15 juta unit.

Perubahan besar di industri mobil pun mempengaruhi budaya di seluruh dunia. Orang-orang bisa membeli mobil dengan harga yang lebih terjangkau, berkendara dengan cepat dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini pun memunculkan peluang-peluang usaha baru, tukang-tukang untuk garasi baru, produk oli baru, teknisi-teknisi mobil yang baru, dan lainnya.

Penggunaan unit lini dan conveyor belt dalam penyelesaian pekerjaan produksi pun kemudian diamalkan dalam bidang-bidang lainnya.

Pengaruh dari Revolusi Industri 2.0 ini juga meningkatkan kemampuan produksi di bidang persenjataan. Dan, hal inilah yang menyebabkan Perang Dunia II menjadi jauh lebih brutal dari yang pertama. Karena tank, pesawat perang, dan berbagai jenis persenjataan dapat diproduksi secara massal. (Pat)

Unggulan

LAINNYA