Prostitusi Daring Terbongkar, Perda Pelarangan Pelacuran Harus Dievaluasi

waktu baca 2 menit
Rabu, 10 Mar 2021 09:00 0 75 Redaksi TD

KOTA TANGERANG | TD — Pengamat Kebijakan Publik UNIS Tangerang Miftahul Adib menilai Peraturan Daerah (Perda) pelarangan Pelacuran di Kota Tangerang sudah tidak efektif.

Menurutnya, tantangan menjaga marwah Kota Tangerang dengan slogan Akhlakul Kharimah semakin berat di era teknologi informasi ini.

Sehingga, evaluasi terhadap Perda Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pelarangan Pelacuran di Kota Tangerang harus dilakukan, sesuai dengan tantangan saat ini.

“Evaluasi ini penting karena Perda harus bisa dilaksanakan secara efektif. Satpol PP ditingkatkan kapasitasnya, tidak lagi melakukan penindakan dan pencegahan secara konvensional,” katanya kepada TangerangDaily, Selasa (9/3/2021).

Peningkatan kapasitas penegak Perda tersebut di antaranya penggunaan teknologi untuk mendeteksi dugaan praktik prostitusi yang mulai menggunakan perangkat digital.

“Tanpa bantuan teknologi, Satpol PP hanya mampu menjangkau yang konvensional saja, sehingga perlu adaptasi dan perubahan. Nah, semua itu diatur dalam Perda,” katanya.

Adib juga mengatakan, harus ada sanksi bagi apartemen yang dijadikan tempat prostitusi. Sehingga pelaku usaha property pun harus selektif menyaring calon penghuni.

“Kemudian, harus ada sanksi yang tegas bagi apartemen yang disinyalir menjadi tempat praktik prostitusi, karena mereka juga secara tidak langsung menyediakan tempat. Bentuk sanksinya diatur dalam Perda. Intinya mereka juga harus bertanggungjawab,” tambahnya.

Sebelumnya, Polres Metro Tangerang membongkar praktik prostitusi daring (online) di sebuah apartemen di Neglasari, Kota Tangerang.

Penggerebekan pada Sabtu, 6 Maret 2021, sekitar pukul 21.00 WIB itu, petugas mengamankan seorang perempuan yang bertindak sebagai mucikari berinisial EMT (41), enam remaja putri yang diduga pekerja seks, dua laki-laki sebagai perantara, serta satu laki-laki petugas keamanan (satpam) apartemen.

Praktik prostitusi tersebut menggunakan media sosial, yaitu sebuah aplikasi pertemanan. Melalui aplikasi itu, para pria hidung belang berkenalan dengan wanita pekerja seks, kemudian menyepakati untuk berkencan di apartemen tersebut.

Praduga terjadi praktik prostitusi di apartemen tersebut diperkuat dengan barang bukti yang ditemukan pihak kepolisian, yaitu alat kontrasepsi, uang tunai sebesar Rp755 ribu, sebuah ponsel berisi percakapan pada aplikasi pertemanan. (Eko Setiawan/Rom)

LAINNYA