PERTANIAN | TD – Salah satu hal yang harus petani milenial ketahui adalah konsep climate smart agriculture (CSA). Konsep ini merupakan pendekatan pertanian yang ramah terhadap lingkungan serta tahan terhadap iklim.
Pokok pemikiran mengenai climate smart agriculture telah menjadi salah satu fokus Food and Agriculture Organization (FAO), badan pangan dunia milik PBB sejak tahun 2022. Ini terkait dengan tantangan global yang muncul karena kerusakan iklim yang membuat musim menjadi tak menentu, kenaikan suhu tahunan, dan juga berbagai bencana alam. Krisis iklim global tersebut telah berdampak pada pertanian, di antaranya kegagalan panen akibat panas atau hujan berlebih, yang tentunya berisiko menimbulkan krisis pangan.
Sebaliknya, pertanian pun bisa mempengaruhi kondisi iklim bumi. Misalnya timbulnya emisi gas dari peternakan atau pertanian yang dapat menambah tebal lapisan gas rumah kaca di atmosfer. Hal ini tentu menambah parah kenaikan suhu bumi. Kenaikan suhu ini akan mempengaruhi perubahan iklim. Bentuk perubahan iklim pun bisa semakin tak menentu atau tidak menguntungkan. Selain hujan terlampau lebat, atau musim kering yang terlalu panas, juga dapat terjadi longsor, dan erosi.
Untuk itu, petani memerlukan cara yang cerdas dalam mengelola pertaniannya agar dapat bertahan menghadapi perubahan iklim dan dapat memenuhi kebutuhan pangan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungannya. Cara cerdas menghadapi iklim ini disebut smart climate agriculture (CSA) atau pertanian cerdas iklim.
Pengelolaan pertanian dengan cara yang cerdas dalam menyikapi iklim memberikan 4 manfaat berikut:
1. Peningkatan hasil pertanian.
Dalam praktiknya, CSA mengusahakan efisiensi dan langkah berkelanjutan sehingga dapat membantu petani mendapatkan hasil lebih banyak dan berulang.
2. Lingkungan yang tetap lestari .
Dengan cara yang ramah lingkungan, CSA mengusahakan pengelolaan pertanian yang dapat meminimalisir emisi gas dan bahkan membantu mendaur ulang dengan menyerapnya melalui tanaman. Serta memberikan kontribusi terjaganya kelestarian pada lingkungan pertanian.
3. Terciptanya ketahanan pangan.
Langkah terpadu dalam CSA dapat meningkatkan produksi tani serta memastikan kemampuan tanaman dan lahan untuk berproduksi berulang seoptimal mungkin dalam waktu yang lama.
Dalam CSA, ada 3 faktor yang mendapatkan pengelolaan utama, yaitu:
Peningkatan hasil pertanian, peternakan, dan perikanan, serta hasil hutan menjadi upaya utama dalam CSA. Tujuannya adalah ketersediaan pangan yang berkelanjutan, atau ketahanan pangan.
2. Penyesuaian Iklim
Petani harus menyesuaikan kegiatannya dengan perubahan iklim yang terjadi. Misalnya dengan menanam varietas yang tahan terhadap kondisi cuaca dan lingkungan setempat. Contohnya dengan menanam varietas padi yang tahan serangan jamur pada musim hujan, atau varietas cabai yang tahan virus keriting di musim kemarau.
Penyesuaian pengelolaan pertanian terhadap iklim juga dilakukan melalui sistem irigasi yang tepat. Dan dengan menerapkan diversifikasi tanaman budidaya.
3. Meminimalisir Timbulnya Gas Emisi
Sawah padi dengan sistem genangan sangat rentan menghasilkan metana. Ini adalah salah satu gas rumah kaca utama yang memperpanas suhu bumi. Metana terlepas dalam genangan air sawah yang mengandung sampah organik (atau gulma yang dibenamkan) yang sedang membusuk atau terurai.
Selain metana, pertanian juga dapat menimbulkan emisi gas bernama nitrous oksida atau N2O. Nitrous oksida merupakan gas yang menguap akibat penggunaan pupuk kimia yang mengandung nitrogen, misalnya urea. Gas berbahaya ini juga muncul ketika lumpur pada kotoran ternak yang tidak mendapat penanganan baik. Selain itu, juga pada irigasi yang terlalu basah, dan tanah dengan kadar nitrogen plus karbon dan kelembapan cukup tinggi.
Cara meminimalisir timbulnya emisi dari pertanian maupun peternakan adalah dengan teknik pengomposan yang benar, dan hanya memakai pupuk organik yang benar-benar sudah matang untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman.
Untuk menggambarkan langkah-langkah dari climate smart agriculture, penulis menyusun prinsip-prinsip CSA sebagai berikut:
1. Mengintegrasikan pengelolaan tanaman, ternak, dan sistem irigasi untuk mencapai tujuan efisiensi dan berkelanjutan.
2. Pelatihan dan dukungan dari pemerintah dapat membantu petani mewujudkan pertanian cerdas iklim. Dalam hal ini, pemerintah dan petani dapat bersinergi dengan pihak swasta dan periset unggul.
3. Bersifat kelokalan. Sebab tidak setiap tempat mempunyai tantangan atau potensi yang sama. Ini juga termasuk kondisi sosial budaya, dan keadaan tanah sebagai media bertani.
4. Adanya serapan teknologi yang dapat mendukung petani mengelola lahan pertaniannya secara lebih terkontrol dan efisien. Serapan teknologi ini termasuk penggunaan varietas yang direkayasa secara bioteknologi agar dapat tahan menghadapi iklim, dan Internet of Things (IOT) untuk kendali jarak jauh dalam memantau pertumbuhan tanaman atau penyemprotan pupuk dengan drone.
Teknologi lainnya untuk mendukung pertumbuhan tanaman pertanian melalui pendekatan CSA yaitu irigasi tetes, dan pemberian pupuk dalam jenis dan dosis yang tepat agar kebutuhan nutrisi tanaman dapat terpenuhi. Penanaman pun dilakukan secara polikultur dengan varietas unggul yang bergantian.
Penerapan pertanian cerdas iklim atau climate smart agriculture dapat dilakukan melalui pertanian alami, pertanian syntropic, pertanian dalam rumah kaca (green house), dan agroforestri.
Demikianlah mengenai climate smart agriculture atau CSA yang mengoptimalkan efisiensi pengelolaan pertanian dan berfokus pada keberlanjutan, serta mengusahakannya agar tahan terhadap perubahan iklim.
Langkah-langkah terpadu dalam CSA akan memberikan dampak positif berupa kenaikan pendapatan petani, meningkatnya ketahanan pangan penduduk dunia, dan terjaganya kelestarian lingkungan. (Pat)