KABUPATEN TANGERANG | TD — Kejaksaan Agung RI melalui Kejaksaan Tinggi Banten telah menyetujui dua permohonan penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan rehabilitasi melalui pendekatan Restoratif Justice (RJ).
Keputusan yang dikeluarkan pada hari Senin (15/72024) lalu dalam perkara atas nama dengan inisial K (27 tahun) dan A (31 tahun), yang disangka melanggar Pasal 114 ayat (1) atau Pasal 111 ayat (1) atau Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Proses rehabilitasi melalui pendekatan Restoratif Justice tersebut, dilaksanakan dengan memenuhi syarat yang dituangkan dalam Pedoman Jaksa Agung RI No. 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa pada tahap Penuntutan.
Dengan disetujuinya permohonan tersebut, selanjutnya Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Herdian Malda Ksastria S.H. M.H. mengatakan, pada hari Rabu (17/7/2024), Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Yoga Mualim, S.H., M.H dibantu oleh Tim Penanganan Perkara Restoratif Justice Bidang Tindak Pidana Umum, dalam rangka melaksanakan asas Dominus Litis, yaitu sebagai Pengendali Perkara menerbitkan Surat Penahanan dan telah menyerahkan para tersangka yang telah berstatus terdakwa insial K dan A, ke Balai Rehabilitasi Adhyaksa Kejaksaan Tinggi Banten di RSUD Banten di Serang.
Hal itu, berdasarkan Surat Perintah Rehabilitasi Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Nomor : PRINT-1898/M.6.12/Enz.2/07/2024 dan Nomor : PRINT-1899/M.6.12/Enz.2/07/2024 yang pada pelaksanaannya mengedepankan Keadilan Restoratif dan Kemanfaatan (doelmatigheid).
“Jaksa Penuntut Umum akan melakukan pemantauan terhadap perkembangan kedua terdakwa yang menjalani rehabilitasi hingga selesai. Serta penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi ini, selain mengedepankan keadilan restorative dan kemanfaatan, juga mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remidium), cost and benefit analysis, dan mengedepankan pemulihan pelaku,” jelasnya. (*)