Diduga Menjadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
Kasus yang menimpa Afriyani dapat dikategorikan ke dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rafail Walangitan, mengatakan berdasarkan kronologi dan aturan yang berlaku, maka dapat diduga kasus yang menimpa Afriyani dikategorikan sebagai kasus TPPO. “Karena telah memenuhi tiga unsur yaitu proses, cara dan tujuan,” ujar Rafail dalam keterangan tertulisnya, 18 Februari 2021
Proses perekrutan pekerja migran Indonesia secara perseorangan oleh seseorang berinisial R untuk bekerja di kawasan Timur Tengah, dianggap telah melanggar Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.
Apalagi, dengan adanya dugaan pemalsuan dokumen, bahwa pada saat keberangkatan Afriyani belum memiliki kartu identitas (KTP). Sementara, persyaratan untuk menjadi PMI menurut Pasal 5 UU No. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia adalah memiliki dokumen-dokumen yang dipersyaratkan pemerintah.
“Tindakan R yang melakukan pemberangkatan tersebut adalah cara yang nonprosedural dengan tujuan mendapatkan keuntungan demi kepentingan pribadi dan mengakibatkan korban berinsial A menjadi terekspolitasi,” tulisnya.
Ia menganggap permasalahan kasus PMI merupakan pekerjaan rumah bagi semua masyarakat Indonesia. Selama masih ada oknum atau sindikat yang menyalahgunakan wewenang dalam hal perekrutan dan pengiriman PMI, maka memberikan peluang yang cukup besar bagi perempuan atau anak sebagai kelompok rentan menjadi korban trafficking.
Sehingga, perlu menjadi kerjasama dengan semua pihak baik dengan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, BP2MI, dan pihak lain yang terlibat pada urusan perlindungan PMI bahwa penting untuk memberikan perlindungan bagi PMI sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja khususnya PMI perempuan.
Kepala UPT Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Serang, Lismia Elita, turut menanggapi soal masih adanya pengiriman PMI secara perseorangan dari Kabupaten Tangerang. Meski secara resmi ditutup, ia membenarkan masih ada pengiriman pekerja migran secara nonprosedural seperti Afriyani. Apa lagi, kawasan domisili Afriyani merupakan salah satu kantung PMI ke Timur Tengah.
Polisi belum membuka penyelidikan terkait dengan kasus perekrutan ilegal dan pembuatan identitas palsu yang diduga dialami Afriyani. Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Kronjo, Inspektur Satu Soebardjo, mengatakan pihaknya belum menerima laporan terkait dengan kasus Afriyani sampai saat ini.
Kepala Desa Bakung, Suandana, mengatakan pihaknya juga tidak mengetahui awal mula keberangkatan Afriyani ke Arab Saudi. Petugas tidak pernah mengeluarkan surat pengantar keluar negeri maupun pembuatan kartu tanda penduduk untuk Afriyani. “Kami melimpahkan kasus ini kepada pihak Disnaker Kabupaten Tangerang. Maling selalu lebih pintar daripada manusia pada umumnya. Karena dalam perizinan apapun pihak sponsor (R) tidak berkoordinasi dengan pemerintah desa,” ucapnya, 17 Februari 2021.
Badri, orang tua Afriyani, tetap meminta keadilan ditegakkan. Ia juga berharap Afriyani menjadi korban perekrutan secara ilegal yang terakhir di kampungnya. “Saya berharap keadilan dan pelaku yang mengirim anak saya ditangkap. Sehingga tidak ada lagi korban seperti anak saya dan memberikan efek jera bagi pelaku,” katanya. (Sayuti/Rom)