TRADISI | TD – Dalam tradisi masyarakat Jawa dan Bali, pohon beringin mempunyai arti filosofi yang cukup penting.
Di keraton Jogja, pohon yang sering disebut sebagai ringin, atau waringin, ini dianggap sebagai simbol pengayoman dari raja kepada rakyatnya.
Sedangkan secara umum, masyarakat menganggap pohon beringin sebagai pohon hayat. Yaitu pohon yang memberi kehidupan, rasa damai (pengayoman), dan juga perlindungan. Rimbunnya pohon beringin yang telah berukuran besar juga bermakna kehormatan bagi pemiliknya.
Hal inilah yang membuat beringin banyak digunakan dalam arsitektur kota. Misalnya adanya beringin kurung di alun-alun, yang juga termasuk dalam dua rangkaian pohon beringin yang ditanam tepat di garis sumbu filosofi keraton Jogja.
Dua rangkaian pohon beringin sepanjang sumbu filosofis Jogja tersebut bernama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadru. Dua rangkaian tersebut menjadi dua pusaka Keraton Ngayogyakarta yang mengusung konsep “manunggaling kawula gusti” atau dipahami sebagai persatuan antara rakyat dalam hubungan yang dekat dengan raja. Persatuan ini juga merupakan antara manusia dengan Tuhannya.
Pohon-pohon beringin pusaka tersebut mendapat perawatan dalam upacara “jamasan” setiap tahun dengan cara memangkas agar kanopinya tetap rapi bagai payung raksasa.
Jika dihitung dengan cermat, jumlah pohon beringin yang merupakan pusaka keraton tersebut berjumlah 64. Angka ini sama dengan usia Nabi Muhammad SAW.
Pohon beringin merupakan pohon yang kuat dan sangat sukar ditebang. Kekuatan inilah yang kemudian melahirkan filsofi “waringin sungsang” yang menggambarkan kekuatan yang dimiliki Raja Kera Hanoman saat meladeni raksasa jahat Sarpakenaka.
Pohon beringin mendapat tempat yang tinggi dalam penghormatan dalam budaya Jawa zaman dahulu karena pengaruh agama Hindu dan Buddha. Sehingga kerap ada orang yang memberikan sesaji pada hari tertentu pada tanaman ini.
Pengaruh agama Hindu atas penghormatan pada pohon beringin juga terdapat dalam dokumen keagamaan di Bali. Pohon ini melambangkan kesucian dan disebut sebagai pohon Siwa-Durga.
Dalam agama Buddha, pohon beringin disebut diberikan kepada salah satu pertapa agung yang diutus untuk menggunakannya demi keselamatan dan kesucian para makhluk.
Literatur tradisional Bali yang menyebutkan pentingnya pohon beringin dalam kehidupan adalah pustaka lontar Usada dengan judul antara lain “Sundarigama” dan “Dharma Usada“. Dari pustaka-pustaka inilah dapat diketahui berbagai ramuan tradisional dari pohon beringin yang dapat mengatasi berbagai penyakit. (Pat)