SAINTEK | TD – Kemampuan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang semakin dekat, bahkan, melampaui kemampuan alami manusia merupakan dua sisi mata uang. Pada sisi positifnya, berbagai kegiatan manusia menjadi lebih mudah dan ringkas. Namun, pada sisi sebaliknya, terdapat bahaya kecerdasan buatan yang dapat melukai kehidupan manusia itu sendiri.
Pada akhir tahun 2024 lalu, Geoffrey Hinton, salah seorang penerima penghargaan Nobel atas kerja kerasnya di bidang artificial intelligence, bahkan mengatakan bahwa kemampuan AI dapat membawa konsekuensi yang besar dan mengancam kehidupan. Alih-alih meningkatkan produktivitas industri secara positif, AI dapat menjadi alat yang merugikan bila penggunanya adalah oknum yang hanya menginginkan keuntungan besar dalam waktu singkat.
Dalam hal ini, AI merupakan alat yang potensial untuk memancing kemarahan massa, mengawasi pihak-pihak lain dalam tekanan, dan membuat serangan phishing. Bahkan, kemampuan AI saat ini telah dapat membuat virus baru sebagai senjata biologis dan membidik sesuai perhitungannya sendiri siapa pun korban yang ia inginkan.
Hinton, dalam pidatonya di panggung penghargaan tersebut, juga mengingatkan bahwa pemerintah dan badan dunia harus segera memperhatikan dan bersiap-siap untuk mengatasi ancaman apapun yang timbul dari kemajuan ini.
AI dalam sisi negatif ini, juga disebut sebagai ‘Dark AI’, tidak lagi hanya merupakan cerita fiksi. Dalam dunia nyata, ancaman-ancaman AI telah masuk ke dalam dunia manusia. Berikut ini merupakan beberapa jenis Dark AI tersebut:
Model-model kecerdasan buatan seperti FraudGPT, misalnya, dapat menjadi alat dalam kejahatan kriminal dalam pemalsuan dokumen, dan mengeksploitasi sebuah sistem melalui kode-kode pemrograman. Serta dapat menjadi alat phishing.
Termasuk dalam hal ini yaitu deepfake, baik dalam bentuk audio, visual, dan video. Manipulasi informasi bertujuan menyebarkan kabar bohong dan menggerakkan opini massa yang mempengaruhi keamanan dan kestabilan masyarakat. Misalnya untuk merusak citra pihak tertentu sehingga terjerat cancel culture.
Malware dapat tercipta melalui AI. Bahkan, malware produk AI lebih fleksibel sehingga dapat menembus pelindung siber yang terkenal kuat dan canggih ataupun menyesuaikan target. Kejahatan serangan ala siber ini dapat dipergunakan untuk penipuan tingkat tinggi, lengkap dengan eksploitasi kerentanan yang dapat membuat korban terus menerus terjerat di dalamnya.
Demikianlah Dark AI, kemampuan kecerdasan buatan yang sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan. Sudah saatnya pemerintah dan badan dunia mengawasi perkembangan dan penggunaan AI agar tidak merugikan siapa pun dan tetap dalam kendali. (Patricia)