KESEHATAN | TD – Rabies adalah salah satu penyakit zoonosis, atau penyakit yang berasal dari hewan, yang dapat menular dan sangat berbahaya bagi manusia.
Badan Kesehatan Dunia WHO, dalam situs resminya beberapa hari lalu, mengatakan rabies menginfeksi dan menewaskan 60.000 orang per tahun, dan di antara korban meninggal tersebut 40% adalah anak-anak.
Peringatan akan berbahayanya rabies telah dilakukan selama 18 tahun terakhir di seluruh dunia. Dan pada tahun 2024, WHO mengatakan berbagai program terpadu terus digiatkan untuk memberantas zoonosis rabies hingga mencapai titik nol pada tahun 2030.
Beberapa program pemberantas rabies tersebut meliputi membangun kesadaran tentang rabies, vaksinasi, dan akses perawatan medis.
Dalam membangun kesadaran tentang rabies, perlu diketahui bahwa rabies merupakan penyakit lintas batas. Virus rabies, yaitu lyssavirus, tidak hanya dapat berada dalam tubuh anjing, tetapi juga beberapa jenis hewan mamalia peliharaan lainnya. Misalnya pada kucing, kelinci, dan sapi.
Serangan rabies pada hewan liar seperti serigala, beruang, kelelawar, monyet, rakun, sigung, dan luwak juga pernah ditemukan. Sedangkan pada burung, virus rabies dapat diatasi dengan antibodi alami dari tubuh burung tersebut.
Lyssavirus dapat menular melalui gigitan, cakaran, dan juga air liur dari hewan yang terinfeksi. Anjing yang menderita rabies biasanya mempunyai perilaku yang terkendali, dan terkadang tampak seperti depresi, lesu, serta bodoh.
Dalam serangannya pada tubuh manusia, virus rabies dapat menyebabkan peradangan otak, menimbulkan kelumpuhan ringan yang disertai kebingungan, insomnia, paranoia, halusinasi, sehingga menyebabkan perilaku tak terduga atau cenderung pada kegilaan.
Pada tahap yang telah akut ini, seseorang yang terinfeksi akan menjadi takut terhadap air. Ia juga akan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga ketakutan atau panik ketika dihadapkan dengan air minum. Dan, di saat inilah produksi air liur penderita akan meningkat dan menjadi media perkembangbiakan virus yang sangat subur.
Gejala ini akan berlanjut dengan koma atau kematian.
Lama waktu yang diperlukan agar serangan virus terdeteksi dalam sebuah gejala sangat bervariasi, yakni dari 1 minggu, 3 bulan, atau juga bisa sampai 1 tahun. Sayangnya, jika gejala mulai tampak, hal ini berarti serangan virus rabies telah memasuki fase akut dan korban kemungkinan besar tak dapat selamat.
Dalam tindakan medis, identifikasi serangan rabies dilakukan dengan uji antibodi fluoresen, yaitu dengan memeriksa sampel melalui teknik mikroskopi fluoresen.
Sedangkan pemberian vaksin rabies harus langsung diberikan kepada orang yang mengalami serangan cakaran, gigitan, atau cipratan air liur dari hewan yang diduga terinfeksi yang mengenai mata, hidung, dan mulut.
Pemberian dosis vaksin rabies lengkap harus disertai satu dosis immunoglobulin rabies manusia, kecuali bila orang yang tergigit tersebut sebelumnya telah menerima vaksin rabies.
Tindakan pencegahan lainnya yang penting dilakukan adalah mencuci luka gigitan atau cakaran dengan segera menggunakan antiseptik selama 5 menit. Ini bertujuan membunuh sebanyak-banyaknya virus rabies yang hendak menembus jaringan kulit, sehingga serangan rabies dalam tubuh manusia dapat diminimalisir .
Serangan virus rabies yang mengancam nyawa telah menjadi epidemi yang tercatat menewaskan 20.847 orang di India pada tahun 2015. Pada waktu yang sama, di Tiongkok jatuh korban sekitar 6.000 orang, dan di Republik Demokratik Kongo sebanyak 5.600 orang.
Mundur ke belakang, serangan rabies juga dikenal melalui berbagai kitab kuno. Kitab ‘Eshunna’ dari Mesopotamia, misalnya, menunjukkan aturan denda berat bagi pemilik anjing dengan rabies yang menyebabkan korban jiwa.
Berbagai upaya pengobatan rabies oleh ahli dari Romawi dan Yunani menunjukkan tidak ada yang ampuh melawan penyakit ini. Mistisisme juga sempat berlaku pada abad ke-19 di Eropa untuk mencegah rabies dengan mencap anjing dengan ‘kunci Santo Hubert’ yang dipanaskan. Juga adanya pemotongan selaput lendir pada perlekatan lidah dianggap dapat menanggulangi penyebaran rabies.
Barulah pada 1885, ditemukan vaksin jaringan saraf oleh Louis Pasteur. Vaksin dinilai dapat mengurangi gejala akut dari serangan rabies. Namun, vaksin ini tidak dapat menyembuhkan rabies yang diderita manusia.
Ketakutan publik yang muncul terhadap serangan rabies ini kemudian menjadi ide yang menginspirasi film-film apokaliptik. Dalam film-film tersebut, virus zombie telah bermutasi menjadi virus yang lebih kuat dan membuat manusia menjadi zombie yang penuh amarah sehingga menggigit manusia lainnya dan menyebabkan pandemi yang paling mematikan di dunia. (Pat)