OPINI | TD — Pemungutan suara merupakan salah satu pilar fundamental dalam sistem demokrasi. Dalam pelaksanaannya, masyarakat telah menerapkan berbagai metode untuk mengekspresikan pilihan dan mewakili suara mereka, mulai dari penggunaan kotak suara yang sederhana hingga sistem yang lebih kompleks.
Sejarah pemungutan suara bermula di Yunani kuno. Pada saat itu, warga Athena memberikan suara secara terbuka untuk memilih pemimpin dan menentukan kebijakan.
Seiring berjalannya waktu, praktik pemungutan suara mengalami evolusi. Pada abad ke-18 dan ke-19, banyak negara mulai mengimplementasikan sistem pemungutan suara rahasia guna melindungi hak suara individu. Di Inggris, Reformasi Pemilihan Umum pada tahun 1832 memperkenalkan kotak suara sebagai alat untuk menghitung suara secara lebih transparan.
Kotak suara menjadi simbol penting dalam proses demokrasi. Penggunaan kotak suara memberikan rasa aman dan privasi bagi pemilih, memungkinkan mereka memberikan suara tanpa menghadapi tekanan sosial. Selain itu, kotak suara berfungsi sebagai jaminan bagi integritas pemungutan suara dan pencegahan kecurangan.
Namun, meski sistem ini telah membawa banyak kemajuan, tantangan tetap ada. Beberapa kendala dalam pemungutan suara tradisional meliputi aksesibilitas bagi kelompok tertentu, seperti warga di daerah terpencil atau mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas. Selain itu, antrean panjang dan prosedur rumit sering kali menghalangi orang untuk memberikan suara.
Dalam sistem tradisional, waktu yang diperlukan untuk menghitung suara seringkali lebih lama dibandingkan dengan sistem elektronik. Selain itu, risiko kehilangan atau kerusakan kertas juga dapat memengaruhi hasil pemungutan suara, di samping kemungkinan kesalahan perhitungan manual yang dilakukan oleh manusia. Aksesibilitas juga menjadi tantangan, terutama pada hari pemungutan suara, di mana jarak dan berbagai kesulitan dapat menghalangi pemilih.
Kelemahan dari sistem kotak suara atau sistem tradisional tersebut menjadi pendorong untuk beralih ke era digital, di mana platform digital menawarkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Namun, meski telah memasuki era digital, penting untuk tetap mengingat nilai-nilai dasar proses yang telah berlaku sejak masa sistem tradisional di atas. Misalnya mengenai integritas, inklusi, dan kepercayaan publik. Tujuannya melindungi demokrasi agar tetap hidup dan berkembang.
Dalam perkembangan teknologi digital, banyak negara mulai mempertimbangkan transisi dari sistem pemungutan suara tradisional ke sistem digital yang lebih modern dan efisien. Perubahan ini didorong oleh kebutuhan akan efisiensi, keamanan, dan aksesibilitas dalam proses demokrasi. Kunci keberhasilan transisi ini sangat bergantung pada kemampuan untuk mengatasi tantangan keamanan dan membangun kepercayaan publik.
Saat ini, banyak platform digital menerapkan enkripsi end-to-end dan fitur keamanan canggih untuk melindungi data pengguna. Enkripsi end-to-end menjamin bahwa hanya pengirim dan penerima yang dapat mengakses konten pesan. Sehingga informasi privat dan sensitif tetap aman dari pihak ketiga, termasuk penyedia layanan.
Di era digital, di mana pencurian data dan masalah privasi semakin meningkat, hal ini menjadi sangat penting. Banyak platform juga menawarkan fitur keamanan tambahan, seperti autentikasi dua faktor, yang memberikan lapisan perlindungan ekstra dengan verifikasi identitas pengguna melalui metode lain, misalnya kode yang dikirimkan ke ponsel. Fitur ini membantu mencegah akses tidak sah ke akun pengguna, dan menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal keamanan.
Jika data yang disimpan dalam kotak suara dapat lebih mudah diakses untuk pencurian, maka teknologi enkripsi yang diterapkan pada platform digital membuat data jauh lebih sulit untuk dicuri atau disalahgunakan. Dengan adanya fitur-fitur ini, pengguna dapat merasa lebih aman saat berkomunikasi dan berbagi informasi secara online.
Keberadaan enkripsi end-to-end dan fitur keamanan canggih tidak hanya meningkatkan kepercayaan pengguna, tetapi juga mendorong adopsi yang lebih luas terhadap platform digital dalam berbagai konteks, mulai dari komunikasi pribadi hingga transaksi bisnis.
Platform digital saat ini sering kali dirancang untuk dapat diakses dari berbagai perangkat, seperti smartphone, tablet, dan komputer. Fleksibilitas ini memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi dan mengakses informasi kapan saja dan di mana saja, sesuai dengan kebutuhan mereka. Kemampuan untuk berpindah dari satu perangkat ke perangkat lain tanpa kehilangan kontinuitas juga mendukung kolaborasi yang lebih baik.
Transisi ke sistem pemungutan suara digital telah dimulai karena efisiensi dan kecepatan dalam perhitungan suara yang dilakukan dalam waktu singkat. Sistem digital ini juga mengurangi waktu tunggu hasil pemilihan umum. Pendaftaran pemilih dan pemungutan suara dapat dilakukan melalui aplikasi atau platform online, memungkinkan pemilih untuk memberikan suara dari lokasi mana pun. Ini sangat membantu bagi mereka yang memiliki keterbatasan mobilitas, sehingga dapat melakukan pemilihan secara langsung.
Digitalisasi juga secara signifikan mengurangi biaya terkait pencetakan, pengiriman, dan pengoperasian sistem tradisional. Dengan penghematan biaya ini, sumber dana dapat dialokasikan untuk kebutuhan lainnya.
Dengan kemajuan teknologi informasi, masyarakat mengharapkan sistem pemilu yang lebih modern dan responsif. Generasi muda, yang lebih terbiasa dengan teknologi, mendorong transisi ini untuk meningkatkan partisipasi mereka. Dengan investasi yang tepat, sistem digital dapat dirancang untuk menjadi lebih aman, seperti dengan menggunakan teknologi blockchain untuk melindungi data pemilih.
Banyak sistem digital saat ini memungkinkan pelacakan audit, yang memperkuat transparansi dalam proses pemilu dan memungkinkan pengumpulan serta analisis data yang lebih mudah, sehingga membantu memahami tren pemilih dan meningkatkan proses pemilu di masa mendatang.
Berbagai platform digital yang saat ini digunakan dalam pemilihan mencakup Sistem E-Voting, aplikasi pemungutan suara seperti ElectionBuddy, BallotBin, Doodle, ElectionRunner, dan Simply Voting, serta media sosial dan kampanye digital.
Dan, meskipun bukan platform pemungutan suara, media sosial turut serta memainkan peran penting dalam edukasi pemilih, mobilisasi, dan diskusi publik, dengan memberikan informasi tentang calon, isu, dan proses pemungutan suara, serta menggalang dukungan bagi partisipasi pemilih.
Penggunaan platform digital dalam pemungutan suara bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan partisipasi. Masing-masing platform memiliki kelebihan dan kekurangan, dan pemilihan platform yang tepat sangat penting untuk memastikan keberhasilan pemilu.
Untuk pendaftaran pemilu, terdapat beberapa platform digital dan aplikasi yang umum digunakan, bergantung pada negara dan kebijakan pemilu masing-masing. Contohnya, situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia, di mana warga dapat mendaftar secara online melalui portal pendaftaran pemilih (kpu.go.id), serta aplikasi seperti SIREKAP dan Cek Pemilih, serta Sistem Informasi Pemilih (SIP).
Meskipun teknologi membuka kesempatan untuk partisipasi yang lebih luas, pendidikan politik tetap menjadi kunci untuk memastikan setiap suara yang diberikan benar-benar berarti. Pendidikan pemilih harus menjadi bagian integral dari proses demokrasi. Masyarakat perlu memahami cara kerja sistem politik, pentingnya suara mereka, dan bagaimana menggunakan hak suara mereka secara efektif.
Kesadaran politik juga sangat berperan. Dengan meningkatkan kesadaran tentang isu-isu yang mempengaruhi masyarakat, pemilih akan lebih termotivasi untuk terlibat. Penyuluhan yang efektif dapat menjangkau pemilih muda, mengedukasi mereka tentang pentingnya keterlibatan dalam politik, dan bagaimana suara mereka dapat mempengaruhi masa depan.
Peralihan dari kotak suara ke platform digital dalam proses demokrasi adalah langkah yang menjanjikan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Namun, demi memastikan bahwa perubahan ini efektif, kita perlu menjembatani kesenjangan akses, serta meningkatkan pendidikan dan kesadaran politik. Jadi, meskipun teknologi dapat menjadi alat yang kuat, tetapi tanpa dasar yang kuat dalam pengetahuan dan kesadaran, potensi tersebut mungkin tidak sepenuhnya terwujud.
Sehatnya demokrasi dalam pemilihan umum suatu negara pastinya memerlukan keterlibatan seluruh anggota masyarakatnya secara aktif. Dan, dengan memanfaatkan teknologi dan meningkatkan pendidikan serta kesadaran politik, kita dapat memastikan bahwa setiap suara, baik yang disampaikan melalui kotak suara fisik maupun digital, memiliki dampak yang signifikan.
Saat inilah, dalam transisi ke era digital, kita berada di persimpangan penting dalam sejarah demokrasi, dan langkah-langkah yang kita ambil sekarang akan membentuk masa depan partisipasi politik.
Penulis: Siti Latifah, Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)