Roehana Koddoes, Muslimah Jurnalis Pertama di Indonesia

waktu baca 3 menit
Selasa, 29 Okt 2024 08:42 0 77 Patricia Pawestri

SOSOK | TD – Roehana Koddoes merupakan salah satu nama yang berpengaruh dalam dunia jurnalisme Tanah Air pada masa Belanda masih menjajah bumi pertiwi.

Ia juga merupakan perempuan pertama yang mengabdikan dirinya sebagai wartawati pribumi sekaligus pendiri surat kabar Soenting Melajoe, yang juga diabdikannya untuk para perempuan Hindia Belanda.

Roehanna Koeddoes lahir dalam keluarga suku Minang Kabau yang tinggal di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Ia lahir dengan nama asli Siti Ruhana, pada 20 Desember 1884. Roehanna hidup penuh perjuangan, dan wafat di usianya yang ke-87 di Jakarta, tepat di hari peringatan proklamasi kemerdekaan, yaitu 17 Agustus 1972.

Dalam dunia akademisi, sosok Roehana Koeddoes dikenal sebagai tokoh pendidik, selain sebagai Muslimah jurnalis. Karena pengabdiannya, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan kepadanya dua tahun setelah ia meninggal dunia.

Roehanna Koeddoes dikenal sebagai wartawati muslimah yang taat beragama dan selalu mendorong sesama perempuan untuk berjuang demi kesetaraan perempuan. Adapun, pada masa itu, perempuan kurang mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk mengenyam pendidikan setara dengan laki-laki.

Ketidakadilan pun banyak diderita para perempuan di masa itu dari segi-segi kehidupan lainnya. Misalnya kesempatan bekerja, dan bila bekerja pun tidak mendapatkan upah yang sama dengan para pria yang pekerjaannya sama.

Perhatian dan semangat Roehanna dalam membela hak-hak kaum perempuan sangat jelas terbaca dalam surat kabar Soenting Melajoe yang ia dirikan.

Semangat, kegigihan, dan kecerdasan Roehanna tidak jauh dari apa yang diajarkan oleh ayahnya. Ayah Roehanna merupakan petinggi kejaksaan Karesidenan Jambi saat itu.

Ayah Roehanna sering membawakannya bacaan sepulang dari kantor. Dari sinilah Roehanna belajar memahami persoalan yang ada pada bangsanya. Ia kemudian belajar membaca dan menulis dalam bahasa Belanda, Latin, dan Arab. Jadi, Roehanna tidak menempuh pendidikan sekolah. Meskipun demikian, kecerdasannya tidak kalah dengan para pelajar formal.

Perhatian Roehanna pada kaum perempuan terus berkembang. Pada bulan Februari tahun 1911, Roehana mendirikan sekolah khusus perempuan bernama “Kerajinan Amai Sejahtera”. Tujuannya agar perempuan dapat terampil baik di dalam maupun di luar urusan rumah tangga mereka.

Di sekolah tersebut, para perempuan belajar membaca tulisan Jawi dan Latin, serta bagaimana mengelola rumah tangga. Sekolah ini kemudian mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915.

Melalui sekolah kerajinan ini pula, karya-karya para murid dijual ke luar negeri dalam kerja sama dengan pemerintah Belanda. Bahkan, dalam pembinaan tersebut, salah satu di antara kerajinan tersebut berhasil memenuhi standar pembelian internasional.

Sementara itu, Soenting Melajoe kemudian berkembang hingga ke luar Minang Kabau dan berhasil memberikan pengaruh kepada para perempuan secara lebih luas. Semangat untuk mengenyam pendidikan dan kemajuan berkarya mereka pun terus tumbuh, sesuai dengan motto surat kabar tersebut: “Bertoekoek bertambahlah ilmoe dan kepandaian perempoean“.

Empat tahun lalu, pada bulan November tahun 2019, Joko Widodo sebagai presiden Indonesia menganugerahi Roehana Koddoes dengan gelar Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Dengan penghargaan tersebut, kenangan akan kiprah muslimah jurnalis pertama yang gencar dalam menyuarakan keadilan bagi perempuan itu tidak akan mudah lekang dari ingatan. (Essy/Pat)

 

LAINNYA