Taklid Buta — Puisi Devi Olivia

waktu baca 2 menit
Minggu, 28 Feb 2021 11:32 0 61 Redaksi TD

Taklid Buta — Puisi Devi Olivia

Bumi kekasihku selama petang datang
Gelapnya menjamahku ke dalam cinta
Melahirkan ayat rindu tanpa kata
Mengasihi tubuh terpenjara tanpa pelita

Nyeri berkarib di ratusan hari
Sejak luka diruhkan ke dalam raga
Hidup mengajakku bermain-main di hutan
Berlarian mencari makna setiap hela napas

Tak pernah ada seberkas cahaya
Di jejak kaki yang ditinggalkan
Karam bersama bahtera di awal bulan:
“Februari menari bersama lantunan ayat-ayat Isa Al-Masih di dalam katedral”
Terlalu palsu untuk dibenarkan

Perangai-perangai kotor lama berdusta
Bersama Tuhan Agung milik mereka
Dunia diikat janji dengan surga
Sedang aku masih yakin itu tipu

Ayat-ayat kitab menghunus jiwa para pendosa
“Neraka untukmu adalah hadiah paling megah”
Pengkhotbah lalu memulai pujian
Sedang aku masih termangu; taklid

Februari, 2021.

_________

Drama Pelacur

Kota-kota terlalu ramai untuk berdiskusi
Saat langit berkelakar dengan hujan ke tubuh bumi
Seolah tuhan bermain drama bersama pelacur yang mengoceh
Tubuh-tubuh telanjang terseok di jalanan

Kaum Tuhan yang beranjak dari tidur
Menilik dari balik bilik kamar mereka
Lalu dosa-dosa berhambur dipandang mata
Para pelacur meraba-raba lampu kehidupan

Pendar dikumpulkan untuk membaca pikiran tuhan
Dengan frontal kalimatnya terdengar
“Bahwa aku umatmu, umat yang kau hamili pikirannya dengan candu nafsu bisu.”
Menggoda tanpa busana berharap menjadi suci

Januari, 2021.

__________

Pati

Petang lekas timbul beroleh bulan
Di tengah anjungan lenguhnya menggema
Laksana serigala menyambut datang purnama
Dia mengerang mendekap sakit tanpa darah; tanpa nanah

Tempo dulu
Awal mula muda-mudi beradu cinta
Mengayuh sepeda di saat hujan sepayung berdua
Jalan batu di dusun pemandu romantis

Manakala tangan gadis melingkar di pinggang
Sepayah-payahnya percintaan anak dusun
Sumpah pati demi hati sang kekasih itu pasti
“Kemukus lekas jatuh membawa mimpi-mimpi, Dik!”

Nirwana telah menunggu menggaris rindu sebuah abu
Lalu cinta menjadi pongah atas logika
Nama-nama terbingkai rapi di sepanjang prairi
Menikam hati; mengemis janji; tangis membumi
“Qais telah merasuk tubuhku, Dik.”

Desember, 2020

Unggulan

LAINNYA