KESEHATAN | TD – Inovasi dalam mengedit kromosom DNA yang berhasil dilakukan oleh tim ilmuwan dari Universitas Mie di Jepang. Ini menjadi harapan untuk memperbaiki kesehatan, terutama bagi para penderita Sindrom Down.
Penelitian yang dipimpin oleh Ryotaro Hashizume, seorang dosen ilmu genetika dan penyakit generatif, berhasil memangkas salinan ekstra dari kromosom ke-21 yang menyebabkan kelainan pada pertumbuh-kembangan manusia yang disebut Sindrom Down. Hal ini telah dipublikasikan melalui berbagai jurnal, seperti mie-u.ac.jp, pubmed.mcbi, dan PNAZ Nexus sejak Februari 2025.
Tim tersebut menggunakan teknologi CRISPR-Cas9 dan pendekatan allele-specific editing. Serta memanfaatkan enzim untuk meniadakan kelebihan salinan kromosom ke-21 dari sampel sel fibroblast kulit manusia dewasa. Dua jenis gen yang diuji coba adalah gen perkembangan sistem saraf dan juga gen metabolisme.
Peniadaan kromosom berlebih tersebut menjadikan gen lebih seimbang. Kinerja gen pada sistem saraf tersebut menjadi lebih aktif. Sedangkan gen metabolisme dapat ditekan keaktifannya. Sel-sel yang gennya telah disunting juga dapat tumbuh dan membelah diri dengan lebih cepat.
Hal tersebut menjadi harapan untuk terapi kesehatan pada mereka yang menderita Sindrom Down. Sindrom ini merupakan kelainan genetik yang terbentuk sejak dalam kandungan. Seorang penderita Sindrom Down memiliki 47 kromosom, 1 buah lebih banyak dari orang normal. Kelebihan inilah yang justru menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara fisik dan mental.
Penyebabnya Sindrom Down adalah munculnya kromosom ke-21 yang ketiga yang gagal melepaskan diri dari dua salinan lainnya. Menempelnya kromosom tambahan yang tidak diperlukan ini menghambat keseimbangan gen dalam bertumbuh dan membelah diri. Hal inilah yang menyebabkan penderita memiliki kelainan fisik, fungsional, dan mental.
Penderita kelainan ini mengalami hambatan pertumbuh-kembangan. Organ-organ dalamnya pun mengalami gangguan. Yang paling sering terjadi adalah gangguan fungsi jantung, mata, dan pencernaan. Kelainan darah (leukimia) dan rentan infeksi pun dapat mengikuti.
Karena hambatan tersebut, mental seorang penderita Sindrom Down juga sulit berkembang. Bahkan beberapa ciri penyakit Alzheimer dapat timbul karena hambatan tersebut.
Keberhasilan percobaan pemotongan kromosom ke-21 pada gen dari sel kulit manusia dalam penelitian tim Hashizume tersebut menjadikan sel memiliki ekspresi gen yang lebih normal. Laju pertumbuhannya pun menjadi lebih cepat. Dan, sel dapat melindungi diri dari stres oksidatif dan radikal bebas sehingga lebih stabil kesehatannya.
Namun, perlu berbagai penelitian lebih lanjut agar metode editing sel tersebut dapat diterapkan secara klinis kepada manusia. Misalnya evaluasi jangka panjang dan efek sampingnya, sistem pengiriman gen atau enzim dalam cara yang paling tepat, serta pertimbangan etis atas hak individu dan identitas.
Demikianlah keberhasilan penelitian tim ilmuwan Ryotaru Hashizume dalam memperbaiki susunan kromosom pada sel kulit manusia dewasa tersebut membawa harapan baru untuk masa depan yang lebih baik bagi para penderita Sindrom Down. Namun, masih diperlukan berbagai penelitian lanjutan untuk menjadikannya metode terapi klinis. (Patricia)