Seabad Pramoedya Ananta Toer

waktu baca 3 menit
Minggu, 9 Feb 2025 00:54 0 53 Redaksi

PRISMA | TD – Festival Blora “Se-abad Pram” resmi dibuka pada 6 Februari 2025, untuk merayakan 100 tahun kelahiran sastrawan legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Acara ini dihadiri oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dan diharapkan menjadi kegiatan tahunan yang memperingati warisan budaya dan sastra di Blora, kota asal Pramoedya.

Festival ini berlangsung selama tiga hari, dari 6 hingga 8 Februari, dengan beragam acara menarik. Salah satunya adalah dialog kebudayaan yang mengangkat tema “Indonesia yang Dibayangkan Pram”, serta pementasan monolog oleh Happy Salma yang menampilkan kisah “Nyai Ontosoroh”, yang melambangkan perjuangan perempuan dalam karya Pramoedya.

Acara pembukaan dimeriahkan dengan pemukulan gong dan penyerahan buku karya Pramoedya oleh putrinya, Astuti. Selain itu, festival ini juga menyajikan pameran seni rupa modern yang terinspirasi oleh karya-karya Pram, serta diskusi yang melibatkan sastrawan dan akademisi.

Bupati Blora, Arief Rohman, berharap festival ini dapat menjadikan Blora sebagai pusat sastra dan budaya, serta mendorong generasi muda untuk lebih menghargai karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Ia juga mengusulkan agar bulan Februari dijadikan sebagai bulan peringatan Pramoedya, untuk memperkuat identitas Blora sebagai kota sastra.

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, membuka Festival Blora Seabad Pramoedya Ananta Toer di Pendopo Kabupaten Blora pada 6 Februari 2025. Dalam sambutannya, Fadli Zon menyatakan bahwa ia mengenal Pramoedya melalui karya-karyanya, terutama Tetralogi Pulau Buru yang dibacanya saat kuliah.

Fadli Zon juga menyoroti banyaknya tokoh besar yang berasal dari Blora, seperti Pramoedya Ananta Toer dan Tirto Adhi Soerjo. Ia menekankan bahwa karya-karya Pram masih relevan dan dapat dipelajari hingga saat ini, serta berharap dapat menginspirasi penulis muda.

Pramoedya Ananta Toer: Sastrawan Berpengaruh di Dunia

Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu penulis paling terkenal dari Indonesia yang diakui secara global. Karya-karyanya, khususnya Tetralogi Buru, telah menarik perhatian di seluruh dunia. Tetralogi ini terdiri dari empat buku: Bumi ManusiaAnak Semua BangsaJejak Langkah, dan Rumah Kaca, yang menggambarkan perjuangan dan identitas bangsa Indonesia di era penjajahan.

Selain Tetralogi Buru, Pramoedya juga menghasilkan banyak novel lainnya, seperti PerburuanNyanyi Sunyi Seorang Bisu, dan Gadis Pantai. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa, meskipun banyak yang dilarang selama rezim Orde Baru. Meskipun mengalami penahanan dan pengasingan, Pramoedya tetap aktif menulis dan menjadi suara penting dalam dunia sastra, mengangkat isu ketidakadilan dan perlawanan terhadap kekuasaan.

Pramoedya Ananta Toer telah menerima berbagai penghargaan, termasuk Ramon Magsaysay Award, dan diusulkan sebagai kandidat untuk Nobel Sastra. Karya-karyanya tidak hanya mencerminkan pengalaman pribadinya, tetapi juga menggambarkan perjuangan kolektif masyarakat Indonesia, menjadikannya salah satu penulis paling berpengaruh di Asia Tenggara.

Karya Pramoedya Ananta Toer tentang Banten

Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis terkenal dari Indonesia, mengangkat tema Banten dalam novelnya yang berjudul “Sekali Peristiwa di Banten Selatan.” Dalam karya ini, ia menggambarkan situasi sosial dan politik yang dialami oleh masyarakat di Banten Selatan pada akhir tahun 1957, dengan penekanan pada penindasan yang dialami oleh rakyat kecil. Melalui alur cerita yang kuat dan karakter yang mendalam, Pram menunjukkan perjuangan masyarakat dalam melawan ketidakadilan. Karya ini tidak hanya merefleksikan realitas sejarah, tetapi juga mengajak pembaca untuk menyadari pentingnya solidaritas dan kerja sama dalam menghadapi penindasan. (*)

""
""
""
LAINNYA