TANGERANG | TD – Rencana Uni Eropa untuk mengesahkan RUU Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) mendapat tentangan lebih dari 160 pejabat eksekutif sejumlah perusahaan berbasis teknologi informasi dalam surat terbuka. Mulai dari Renault, Cellnex, Mirakl, Berenberg, hingga Meta, mengatakan RUU tersebut akan mengekang kemajuan dan kedaulatan teknologi di Eropa.
Yann LeCun, pegawai Meta asal Paris, menandatangani surat terbuka tersebut pada 30 Juni 2023, dikutip dari sebuah laporan tertulis. Sebelumnya, dikutip dari laporan lainnya pada 15 Juni 2023, LeCun mengatakan bahwa ketakutan beberapa ahli bahwa AI akan mengancam keberadaan umat manusia adalah sangat tidak masuk akal.
Pejabat dari induk perusahaan yang menaungi Facebook, Instagram, dan WhatsApp ini menjelaskan pengaruh AI tidak akan membuat orang kehilangan pekerjaan secara permanen. Hanya saja tidak ada yang tahu pekerjaan apa yang akan menonjol 20 tahun kemudian.
Sam Altman, pemilik OpenAI, juga menandatangani surat terbuka tersebut. Sebelumnya, pada bulan Mei 2023, ia mengatakan bahwa ada beberapa hal negatif yang dapat ditimbulkan oleh teknologi AI. Namun ia mengatakan agar pemerintah Uni Eropa tidak berlebihan dalam mengatur regulasi tentang AI.
Altmann juga mengancam akan menarik ChatGPT miliknya dari Eropa jika regulasi yang ditetapkan dinilai berlebihan.
Berlawanan dengan para pejabat perusahaan berbasis teknologi informasi tersebut, Dragos Tudorache, salah satu pejabat yang menyusun proposal Uni Eropa, mengatakan bahwa reaksi dari para komunikan perusahaan tersebut hanyalah kekurangtelitian dalam membaca teks.
“Saya yakin mereka tidak membaca teks dengan hati-hati, tetapi lebih bereaksi terhadap stimulus dari beberapa orang yang memiliki kepentingan dalam topik ini,” ungkap Tudorache dalam sebuah laporan tertulis.
Cedric O, mantan menteri digital Prancis, mengatakan seruan para komunikan perusahaan yang menentang RUU AI merupakan keputusan perusahaan mereka beralih dari pendekatan berbasis risiko ke pendekatan berbasis teknologi.
Pada peralihan ini, perusahaan-perusahaan tersebut akan meninggalkan kriteria berbasis risiko yang digunakan dalam RUU AI UE. Dan lebih mementingkan beberapa keuntungan dalam kemajuan teknologi. Misalnya dalam pembelajaran untuk memperkaya sumber belajar, kolaborasi dan interaksi siswa, dan lainnya.
RUU Kecerdasan Buatan Uni Eropa atau EU AI Act yang disahkan oleh parlemen pada pertengahan Juni 2023 kini berada dalam tahap diskusi dan dengar pendapat. RUU ini akan mengatur setidaknya 4 kategori berdasarkan tingkat risiko dari aplikasi AI tertentu.
Kategori-kategori tersebut adalah:
1. AI yang dikategorikan melanggar nilai-nilai dasar UE, yakni yang berpotensi melakukan manipulasi sosial, eksploitasi, dan diskriminasi. AI jenis ini akan dilarang sepenuhnya
2. AI yang berisiko tinggi, yakni yang memiliki dampak nyata dalam kehidupan, kesehatan, keselamatan dan HAM. AI jenis ini biasanya digunakan untuk perekrutan, penilaian kredit, dan diagnosa medis. Kategori ini akan mendapat pembatasan yang ketat beserta syarat-syarat kualitas, transparansi, akuntabilitas, dan keamanan.
3. AI yang berisiko terbatas. Misalnya filter konten online dan chatbot. Kategori ini akan disyaratkan dengan informasi yang jelas dan memadai sesuai sifat dan tujuan AI.
4. AI yang berisiko rendah. AI jenis ini misalnya permainan video dan spam filter. Kategori ini akan dibebaskan dari persyaratan hukum tertentu.
Pembentukan RUU AI UE juga dimaksudkan untuk mendukung terciptanya ekosistem AI yang sehat dan kompetitif. RUU ini juga merupakan respon terhadap dampak negatif dari penggunaan AI yang tak terkendali, potensi pelanggaran privasi dan hak cipta, serta ancaman lainnya.
Ke depannya, dengan RUU AI UE ini, setiap kegiatan yang dilakukan dengan aplikasi AI seperti ChatGPT, OpenAI, dan Bard harus memberikan label yang jelas atas hasil penggunaannya. Dan setiap pemilik karya asli atas karya teks, gambar, video, dan klip musik yang dihasilkan AI akan menjadi berhak atas kompensasi hak cipta terkait. (*)