Muhamad Putra Ramadan. (Foto: Dok. Pribadi)OPINI | TD – Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dua dekade terakhir telah membawa perubahan signifikan pada berbagai sektor produksi, termasuk industri peternakan. Salah satu bidang yang mengalami transformasi paling cepat adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi modern tidak lagi sekadar mendukung proses perkawinan, tetapi telah berkembang menjadi sistem yang mampu mengatur, mengoptimalkan, dan memodifikasi proses biologis guna meningkatkan efisiensi dan kualitas keturunan ternak. Perubahan ini sering disebut sebagai revolusi teknologi reproduksi, karena dampaknya tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga mengubah paradigma dalam manajemen pemuliaan ternak.
Pada masa lalu, produktivitas ternak sangat bergantung pada kemampuan reproduksi alami, yang memiliki berbagai keterbatasan, seperti rendahnya tingkat kebuntingan, penyebaran penyakit, dan kendala genetik. Namun, dengan hadirnya inovasi seperti inseminasi buatan (IB), semen sexing, transfer embrio, fertilisasi in vitro (IVF), dan rekayasa genetik, proses pembibitan dapat berlangsung lebih cepat, terukur, dan presisi. Teknologi-teknologi ini memungkinkan pemanfaatan materi genetik unggul secara lebih efektif, meningkatkan keragaman genetik yang terkontrol, sekaligus mengurangi risiko biologis yang sering menghambat produksi ternak.
Teknologi pemetaan genetik dan genomik telah membawa revolusi dalam cara peternak mengevaluasi dan meningkatkan reproduksi ternak. Dengan pemetaan genetik, para peneliti dapat mengidentifikasi lokasi gen yang terkait dengan sifat-sifat reproduksi yang diinginkan, seperti kesuburan, frekuensi birahi, dan umur pertama kali berahi. Teknologi ini memudahkan peternak untuk memetakan hubungan antara gen dan fenotip, sehingga mereka dapat lebih efisien dalam memilih individu-individu yang memiliki potensi reproduksi lebih baik.
Selanjutnya, genomik memberikan wawasan lebih mendalam tentang struktur dan fungsi gen dalam seluruh genom individu. Dengan teknik seperti sequencing DNA, peternak dapat memperoleh informasi detail mengenai variasi genetik dalam populasi ternak. Informasi ini tidak hanya membantu identifikasi individu dengan genotipe unggul, tetapi juga memberikan pemahaman tentang bagaimana interaksi genetik dan faktor lingkungan memengaruhi kesuburan dan produktivitas reproduksi. Dengan pendekatan genomik, peternak dapat merancang strategi pemuliaan yang lebih canggih dan terarah, sehingga meningkatkan keberhasilan reproduksi.
Metode kloning dan rekayasa genetik telah menjadi alat menjanjikan untuk memperbaiki sifat reproduksi hewan ternak. Kloning memungkinkan penciptaan individu baru yang identik secara genetik dengan induknya, sehingga mempermudah memperbanyak individu dengan karakter reproduksi unggul. Selain itu, kloning dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies terancam punah atau individu dengan sifat-sifat berharga yang sulit berkembang biak secara alami.
Sementara itu, rekayasa genetik melibatkan modifikasi materi genetik hewan untuk meningkatkan sifat tertentu. Melalui teknik seperti CRISPR-Cas9, ilmuwan dapat mengedit gen yang terkait dengan reproduksi, misalnya meningkatkan kualitas sel telur atau sperma. Modifikasi ini membantu mengatasi masalah reproduksi yang sering terjadi dalam peternakan, seperti ketidaksuburan atau masalah genetik yang menghambat kesuburan.
Kombinasi kloning dan rekayasa genetik tidak hanya meningkatkan kemampuan reproduksi, tetapi juga dapat berkontribusi pada keberlanjutan produksi ternak. Dengan memproduksi hewan yang lebih sehat, tahan penyakit dan stres, serta memiliki tingkat kesuburan lebih tinggi, peternak dapat meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi ketergantungan pada intervensi medis.
Pemberian bioteknologi feed additive dapat memodifikasi mikrobiota saluran pencernaan dan menstimulasi peningkatan produktivitas serta kesehatan ternak. Beberapa jenis aditif antara lain:
Probiotik: mikroflora yang ditambahkan dalam pakan untuk efek positif pada sistem pencernaan.
Prebiotik: bahan yang menjadi “makanan” mikroflora saluran pencernaan.
Synbiotik: gabungan probiotik dan prebiotik yang diberikan sebagai imbuhan pakan.
Penggunaan aditif ini tidak menimbulkan efek negatif atau resistensi mikroba, sehingga berpotensi menjadi alternatif pengganti antibiotik. Studi menunjukkan pemberian synbiotik (kombinasi bakteri asam laktat, yeast, pati, amylose, dan amylopectin) memberikan hasil terbaik dalam pertambahan bobot badan, bobot akhir, dan retensi nitrogen.
Selain itu, antibakteri dan imunomodulator alami juga digunakan sebagai pakan untuk merangsang pembentukan imunitas tubuh atau melawan agen penyebab penyakit secara langsung.
Nutrigenomik juga berperan penting, yaitu kemampuan nutrien makanan untuk mengubah ekspresi gen, memengaruhi protein, status metabolisme, dan fungsi sel, jaringan, atau organ ternak.
Beberapa teknologi pengolahan pakan yang digunakan antara lain:
Fermentasi: proses perubahan substrat oleh aktivitas enzim mikroorganisme, menggunakan starter seperti Effective Microorganism, bakteri, yeast, mold, atau mikroorganisme lokal.
Pellet: efisiensi pakan agar tidak tercecer, meningkatkan daya simpan, dan memudahkan penyimpanan.
Wafer: memudahkan distribusi ternak, bentuk kompak namun mudah dicerna.
Rekayasa Genetik: teknik untuk mengekstrak, mengidentifikasi, dan menduplikasi fragmen DNA untuk meningkatkan produktivitas ternak dan memenuhi kebutuhan protein hewani manusia.
Kloning: metode transfer nukleus sel somatik, termasuk enukleasi oosit, implantasi sel donor, dan aktivasi embrio. Contoh sukses: Domba Dolly, sapi Gene, kambing Mira, muflon, babi Millie, Christa, Alexis, Carrel, Dotcom, kucing CC, dan banteng dari sel dewasa.
Inseminasi Buatan (IB): pertemuan sel sperma dan telur secara buatan pada ternak betina. Keberhasilan tergantung tingkat estrus, sumber semen, umur, dan pakan ternak.
Transfer Embrio (TE): memungkinkan betina unggul menghasilkan embrio yang dapat ditransfer ke sapi induk titipan.
Fertilisasi In Vitro (IVF): pembuahan sperma dan ovum di laboratorium, memanfaatkan ovari sisa dari RPH.
Sexing Spermatozoa: pemisahan sperma untuk menghasilkan keturunan dengan jenis kelamin tertentu.
Penulis: Muhamad Putra Ramadan
Mahasiswa Semester 3, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri 2 Sultan Maulana Hasanudin Banten.
Arid, M., Amin, M., Nurtanti, I., Tojang, D., Bonewati, Y. I., Amalyadi, R., & Mahanani, A. A. (2025). Teknologi Reproduksi Pada Ternak. MEGA PRESS NUSANTARA.
JIPHO (Jurnal Ilmiah Perternakan Halu Oleo): Vol: 6, No 4, Oktober 2024, Halaman: 304-317, eISSN: 2548-1908, DOI: 10.56625/jipho.v6i4.151
Ramadhani, N., & Sutabri, T. (2024). Analisis Jaringan 5G Terhadap E-commerce Di Indonesia. Scientica: Jurnal Ilmiah Sains Dan Teknologi, 2(6), 79–83
Simorangkir, T. S., Wahyuni, T. H., Tafsin, M., Sembiring, I., & Ginting, N. (2018). Utilization of planting white oyster mushroom media wastes (Pleurotus ostreatus) fermented by starbio on local sheep male performances. Jurnal Peternakan Integratif, 6(1).
Judijanto, L., Apriyanto, A., & Sepriano, S. (2025). Peternakan Modern: Pengelolaan dan Peningkatan Produktivitas. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Andana, E. K., & Haryanti, T. (2025, June). Integrasi Teknologi Terhadap Sektor Peternakan Pada Era Modern. In Seminar Inovasi dan Teknologi Peternakan Tropis (SAINTROP), Vol. 1, No. 1, pp. 214-220. (*)