Revolusi Komunikasi: Transformasi dari 160 Karakter ke Otak AI yang Serba Bisa

waktu baca 5 minutes
Sabtu, 20 Des 2025 16:03 0 Nazwa

OPINI | TD – Dulu, komunikasi digital hanya dibatasi 160 karakter lewat SMS (Short Message Service) atau dikenal sebagai layanan pesan singkat. Setiap pesan yang dikirim harus dirangkai secara singkat dan tidak bertele-tele agar tidak mengirim pesan berulang kali. Ini juga salah satu cara untuk menghemat biaya karena setiap SMS dikenakan tarif berkisar Rp. 250 – Rp. 350 tergantung operator yang digunakan.

Seiring berkembangnya teknologi, cara manusia berkomunikasi mengalami perubahan besar. Saat ini, pesan dapat dikirim dengan mudah tanpa batas karakter dan biaya yang relatif murah. Bahkan, manusia kini mulai berinteraksi dengan “otak AI” yang mampu memahami bahasa, memberikan respons otomatis, hingga memprediksi kebutuhan penggunanya. Perkembangan ini menunjukkan bagaimana teknologi informasi telah merevolusi cara manusia saling terhubung, dari pesan singkat sederhana hingga interaksi cerdas dengan kecerdasan buatan.

Era SMS: Ketika 160 Karakter Menjadi Standar Baru

Pada awal tahun 200-an, SMS menjadi teknologi komunikasi paling populer. Saat itu masyarakat Indonesia sangat mengandalkan SMS karena bisa mengirim pesan dengan cepat tanpa harus telepon ataupun mengirim surat ke kantor POS. Biayanya juga terjangkau sehingga digunakan untuk komunikasi sehari-hari.

Selain itu, SMS juga dimanfaatkan sebagai media informasi publik, seperti voting acara televisi, hingga layanan informasi lainnya. Namun, SMS memiliki banyak keterbatasan, yaitu hanya bisa mengirim pesan dengan 160 karakter per pesannya. Keterbatasan ini membuat pengguna harus menyingkat kata, memilih kalimat sehemat mungkin, dan sulit untuk mengekspresikan emosi atau untuk bercerita panjang. Meski begitu, semua keterbatasan tersebut menjadi ciri khas komunikasi di era awal teknologi mobile.

Era Media Sosial dan Chat Instan: Komunikasi Menjadi Tanpa Batas

Memasuki era media sosial dan chat instan, cara manusia berkomunikasi mengalami perubahan signifikan. Jika sebelumnya komunikasi dilakukan secara tatap muka atau melalui media konvensional seperti surat kabar dan radio, kini interaksi berlangsung lebih cepat dan tanpa batas ruang maupun waktu.

Kehadiran platform seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan TikTok menghapus batasan 160 karakter. Komunikasi menjadi lebih hemat biaya, memungkinkan berbagi foto dan video, serta berlangsung secara real-time. Teknologi digital memudahkan manusia untuk berkomunikasi kapan saja dan di mana saja, sehingga jarak tidak lagi menjadi hambatan.

Media sosial juga membuka peluang baru dalam menjalin hubungan, mulai dari memperluas pertemanan, membangun jaringan, hingga menemukan pasangan tanpa harus bertemu langsung. Aktivitas yang sebelumnya membutuhkan kehadiran fisik kini dapat dilakukan secara daring, seperti rapat kerja, pembelajaran jarak jauh, silaturahmi keluarga, hingga aktivitas jual beli melalui platform digital.

Fenomena ini tercermin dari tingginya penggunaan internet di Indonesia. Berdasarkan laporan Digital 2025 Global Overview Report, Indonesia termasuk negara dengan jumlah pengguna ponsel untuk akses internet yang sangat tinggi. Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan waktu sekitar 7 jam 22 menit per hari di dunia maya, melebihi rata-rata global. Data ini menunjukkan bahwa media sosial dan chat instan telah menjadi ruang utama komunikasi masyarakat Indonesia.

Lompatan Besar: Komunikasi dengan Otak “AI”

Dunia komunikasi telah memasuki fase baru sejak sekitar tahun 2022, dunia yang awal dikenalnya sebagai AI conversation. ChatGPT, Gemini, Copilot, dan banyak chatbot lainnya menunjukkan bahwa kita dapat berkomunikasi dengan “otak AI”. Berbeda dengan teknologi sebelumnya, AI tidak hanya mampu menyampaikan pesan, tetapi juga dapat memahami konteks pembicaraan, menyesuaikan gaya bahasa, serta memberikan respons yang mirip dengan cara manusia berkomunikasi.

Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai pembahasan tentang perkembangan AI, teknologi ini dirancang untuk membantu manusia dan memahami percakapan kita. AI memiliki kecerdasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit, merangkum informasi, dan bahkan membantu dalam berbagai pekerjaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, peran “otak AI” semakin mudah ditemukan. Chatbot layanan pelanggan dapat membalas pertanyaan secara otomatis 24 jam sehari, fitur saran AI di WhatsApp dan Gmail membantu menyusun balasan pesan, sedangkan asisten suara seperti Siri dan Google Assistant memungkinkan pengguna berkomunikasi secara verbal seolah-olah berbicara dengan manusia. Kehadiran teknologi ini membuat interaksi manusia dan mesin terasa lebih natural.

Dengan demikian, evolusi AI dari alat komunikasi sederhana menjadi alat komunikasi cerdas yang membantu dalam berpikir, ngobrol, dan pengambilan keputusan. Inilah lompatan besar dalam revolusi komunikasi dari pesan singkat yang terbatas ke percakapan cerdas dengan “otak AI” yang serba bisa.

Dampak Bagi Generasi Masa Kini

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) memang membawa pengaruh besar bagi generasi masa kini. AI memudahkan akses informasi, membantu belajar, dan meningkatkan produktivitas melalui berbagai aplikasi digital yang tersedia. Dengan bantuan AI, generasi muda kini bisa menyelesaikan berbagai hal lebih cepat dengan bantuan teknologi.

Akan tetapi, ada juga tantangan penggunaan AI, seperti ketergantungan teknologi, kesenjangan akses digital, dan risiko privasi data. Oleh karena itu, saat ini literasi digital sangat penting bagi generasi untuk menggunakan AI dengan cara yang bijak, kritis, dan menghormati kemanusiaan.

Masa Depan: Komunikasi Tanpa Mengetik

Seiring berjalannya waktu, komunikasi tanpa keyboard diperkirakan akan menjadi norma. Sebuah studi bersama yang dilakukan oleh London School of Economics dan perusahaan teknologi Jabra memprediksi bahwa pada tahun 2028, anggota Generasi Alpha akan sebagian besar berkomunikasi menggunakan suara. Alih-alih mengetik, mereka akan menggunakan suara untuk memerintahkan AI, yang akan mentranskripsi dan memformat dokumen, serta menyelesaikan tugas yang memerlukan instruksi.

Lahir di era di mana asisten virtual seperti Siri dan Google Assistant sudah menjadi hal biasa, ditambah dengan aplikasi pencatat suara (voice note), Generasi Alpha memang lebih terlatih berkomunikasi dengan teknologi tanpa harus mengetik. Nyatanya, ada banyak keuntungan berkomunikasi dengan suara, seperti ketika sedang dalam perjalanan yang memungkinkan komunikasi lebih fleksibel.

Namun, para ahli juga mengingatkan bahwa komunikasi suara tidak sepenuhnya bisa menggantikan tulisan. Teks tertulis tetap dibutuhkan untuk dokumentasi agar lebih efektif, pencarian informasi, dan kejelasan tanggung jawab. Karena itu, masa depan komunikasi bukan tentang menghilangkan keyboard sepenuhnya, melainkan menggabungkan suara manusia dan kecerdasan AI secara seimbang.

Penutup

Perkembangan teknologi informasi telah membawa komunikasi dari keterbatasan 160 karakter SMS menuju interaksi cerdas dengan “otak AI” yang serba bisa. Perubahan ini membuat komunikasi menjadi lebih cepat, mudah, dan adaptif terhadap kebutuhan manusia.

Meski AI menawarkan banyak kemudahan, peran manusia tetap penting dalam menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab. Revolusi komunikasi ini bukan sekadar tentang kecanggihan teknologi, tetapi tentang bagaimana manusia memanfaatkannya tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan.

Penulis: Ani Ainun Rodiah, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)

LAINNYA