Polemik Pagar Laut di Tangerang, Pengamat: Pemerintah Lemah

waktu baca 2 menit
Sabtu, 25 Jan 2025 16:27 0 81 Redaksi

TANGERANG | TDPolemik pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, terus berlanjut. Pemerintah terlihat lamban dalam mengantisipasi benturan antara warga dan korporasi, yang menciptakan noda hitam bagi kepastian investasi di Indonesia, khususnya di Banten.

Direktur Eksekutif Gerilya Institute, Subkhan AS, menegaskan bahwa polemik ini disebabkan oleh lemahnya peran pemerintah dalam memberikan kepastian investasi. Masalah ini tidak hanya terjadi di Banten, tetapi juga sering dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia.

Ketersediaan lahan menjadi isu utama yang dihadapi investor. Banyak permasalahan yang muncul, terutama terkait kebijakan perizinan yang sering berubah, seperti kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin lingkungan.

“Untuk polemik pemagaran laut di Tangerang, Banten, pemicu utama adalah lemahnya pemerintah,” cetusnya dikutip Sabtu, 25 Januari 2025.

Menurut Subkhan, seharusnya Pemerintah Kabupaten Tangerang, Pemprov Banten, dan Pemerintah Pusat berkoordinasi sejak awal untuk melakukan kajian analisis komprehensif mengenai dampak lingkungan yang mengedepankan keadilan. Dengan demikian, perizinan untuk kegiatan investasi yang melibatkan korporasi dapat berkembang seiring dengan masyarakat.

“Pemerintah lemah dalam koordinasi dan pengawasan. Sebelum mengeluarkan perizinan dan pengelolaan, Pemprov Banten seharusnya mendengarkan kajian dari Pemkab Tangerang sebagai pemilik wilayah terkait dampak lingkungan bagi warganya. Sementara itu, pemerintah pusat wajib melakukan pengawasan dan kajian sebelum mendorongnya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN),” jelasnya.

Akibat buruknya koordinasi lintas instansi, pemerintah membuka celah bagi kolusi antara korporasi dan oknum pemerintah yang berwenang. Hal ini kemudian memicu benturan di lapangan.

“Karena sering berubah-ubahnya aturan dan korporasi dituntut untuk memenuhi target yang disepakati, maka terjadilah kolusi antara korporasi dan oknum pejabat. Ini sudah menjadi rahasia umum,” ungkapnya.

Subkhan memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, Indonesia berisiko dianggap sebagai negara yang tidak mampu memberikan kepastian investasi, terutama dengan target investasi sebesar Rp 1.905 triliun pada tahun 2025.

“Investasi untuk pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan sangat penting. Seharusnya, investasi menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, banyaknya aturan yang dilanggar karena regulasi yang tidak konsisten, serta munculnya oknum pemburu rente, maka investasi hanya akan menjadi bencana bagi masyarakat,” ucapnya.

Akibatnya, benturan antara korporasi dan masyarakat pun menjadi tak terhindarkan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memperbaiki koordinasi antara Pemkab/kota, Pemprov, dan Pemerintah Pusat, serta konsisten dalam membuat dan menjalankan regulasi.

“Jika tidak dibenahi, maka pemerintah adalah penyebab utama benturan antara korporasi dan masyarakat,” pungkasnya. (*)

""
""
""
LAINNYA