EKONOMI | TD – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun 2024 masih melanda hingga hari ini. Bahkan angka presentase PHK pada tahun ini lebih tinggi daripada tahun sebelumnya.
Pada tahun 2022 PHK menimpa banyak rakyat Indonesia, dengan angka mencapai 25.114 orang. Satu tahun kemudian, angka PHK tahun 2023 melonjak menjadi 45.576 orang.
Lalu, pada bulan Januari hingga Maret di tahun 2024, PHK terhitung sudah menimpa rakyat Indonesia sebanyak 23.421 orang. Bahkan, menurut data yang ada, angka terjadinya PHK pada periode Januari-Juli di tahun 2024 kini mencapai 42.863 orang.
Badai PHK yang melanda RI ini banyak terjadi pada industri sektor padat karya. Salah satu alasannya karena terkena dampak lesunya pertumbuhan ekonomi global. Selain sektor padat karya, pabrik sepatu atau alas kaki juga menjadi perusahaan yang banyak melakukan PHK.
Menurut Ketua Komite Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Chandra Wahjudi, maraknya PHK ini terjadi karena tiga hal. Pertama, karena tertekannya dunia usaha yang disebabkan oleh berkurangnya ekspor ke Eropa.
Kedua, turunnya permintaan pasar global dan domestik. Dan, ketiga, ekonomi global semakin terasa penuh ketidakpastian sebagai buntut kebijakan The Fed dan konflik geopolitik.
Pada paruh kedua tahun 2024 ini, dunia usaha masih belum juga membaik. Banyak perusahaan yang harus meningkatkan produktivitas lebih dari 7% demi menyerap kenaikan-kenaikan gaji, bahan baku yang semakin tinggi harganya, dan nilai rupiah yang melemah.
Perusahaan yang tidak menaikkan produktivitas pasti akan mengalami persoalan dalam daya saing. Maka, upaya yang dilakukan perusahaan setelah mengalami persoalan tersebut adalah dengan melakukan PHK.
Salah satu upaya pemerintah dalam menangani masalah PHK agar tidak semakin meluas, adalah pemerintah melakukan kerja sama dengan pengusaha dalam menghadapi resesi ekonomi global.
Selain itu, dalam permasalahan ini, pemerintah juga memberikan beberapa saran. Salah satunya dengan mengurangi kerja sama dengan pihak ketiga termasuk mengenai alih daya. Manajemen pun bisa mencoba untuk menjual aset-aset pasif demi meningkatkan kekuatan perusahaan.
Namun, meskipun telah berusaha menanggulangi gelombang PHK, upaya pemerintah masih terasa belum maksimal dan efektif. Pemerintah seharusnya bisa memberikan jaminan bagi seseorang yang terkena PHK. Padahal, saat ini Indonesia sudah memiliki peraturan perihal Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 37 Tahun 2021.
Hal ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, yang mengatur manfaat yang diberikan JKP, berupa uang tunai, pelatihan kerja bagi buruh yang terkena PHK, hingga akses informasi pasar kerja.
Namun, hal-hal tersebut belum dilakukan secara maksimal oleh pemerintah, karena administrasi yang belum tertata dengan cukup baik.
(Penulis: Nazwa/Editor: Patricia)