PERTANIAN | TD – Syntropic farm merupakan salah satu metode pertanian inovatif yang merupakan percabangan dari pertanian permakultur. Pendekatan pertanian syntropic sangat baik untuk daerah hutan pada iklim subtropis dan tropis.
Asal pemahaman dari pertanian dengan pendekatan lingkungan ini adalah bahwa hutan tropis mempunyai kemampuan untuk menyediakan apa yang menjadi kebutuhan tanaman untuk bertumbuh secara alami dan tanpa banyak campur tangan manusia.
Secara spesifik, tujuan dari syntropic farm menjadi berbeda dengan pertanian permakultur (permaculture farm atau permanent culture farm), yang merupakan induknya. Pertanian permakultur bertujuan memadukan produktifitas pertanian dengan peternakan sehingga mampu menyediakan bahan pangan secara efektif dan efisien. Sedangkan, pertanian syntropic bertujuan menghasilkan tanaman pangan sekaligus memelihara kelestarian ekologis pada areal hutan.
Sedangkan beberapa persamaan pada keduanya adalah pengutamaan kelestarian tanah sebagai media tanam, penggunaan sistem tanam polikultur, penggunaan mulsa plastik, dan usaha untuk meminimalisasi pengolahan tanah yang merusak lapisan tanah.
Syntropic farming merupakan metode yang berasal dari pemikiran Ernst Gotsch, seorang petani yang berasal dari Swiss, saat dirinya pindah ke Brasil pada tahun 1980-an.
Saat itu Gotsch terinspirasi dari metode pertanian pribumi di kawasan hutan Brazil. Ia mengamati bahwa kebiasaan para petani lokal yang menanam tanaman pangan sambil merawat pepohonan hutan. Kondisi yang tercipta di area kombinasi tersebut memberikan keuntungan pada produktivitas tanaman pangan sekaligus menjaga kelestarian hutan.
Tidak hanya pengamatan praktis itu saja, Gotsch juga mempelajari keselarasan kehidupan hutan pertanian dengan berbagai ilmu pengetahuan. Salah satunya dengan teori Fantappie, seorang matematikawan, yang menyimpulkan bahwa Hukum Entropi yang mengatur dunia fisik juga dapat menggambarkan apa yang terjadi dalam dunia biologis.
Hukum tersebut menggambarkan bahwa energi entropi yang terkonsentrasi dapat menyebar dan menghilang, maka kemudian akan muncul sintropi. Sintropi ini akan membentuk struktur sekaligus melipatgandakan diferensiasi serta kompleksitas. Begitu pula kehidupan dari keanekaragaman hayati di sebuah hutan yang dapat berfungsi pula sebagai area budidaya tanaman pangan.
Metode dalam syntropic farm kemudian berkembang secara meluas hingga sekarang. Bahkan terdapat kursus agar petani yang berminat dapat menguasai tekniknya secara benar.
Dalam praktik pertanian syntropic, petani membagi hutan tempatnya berladang menjadi lapisan-lapisan area penanaman. Tanaman tahunan dan musiman ditempatkan bersisian pada lapisan-lapisan tersebut. Penataan demikian merupakan usaha petani untuk mendapatkan kondisi pertanaman yang serupa dengan hutan, tetapi dengan pembagian intensitas sinar matahari yang lebih optimal untuk semua tanaman.
Lapisan-lapisan pertanaman juga terbagi menjadi 3 zona. Yakni zona pohon tinggi, zona semak, dan zona penutup tanah. Dalam penanaman ketiga zona tersebut, tanaman yang tumbuh serempak menjadi satu kelompok. Dan, bila perlu, pemangkasan pun dilakukan. Tujuan pengelompokan keseragaman tumbuh ini adalah agar lebih mudah mengorganisirnya.
Selain itu, seluruh lapisan yang terdapat dalam hutan syntropic farm berjumlah 7. Yaitu lapisan pepohonan naungan, lapisan pohon bawah, lapisan semak, lapisan herba, lapisan tanaman penutup tanah, lapisan tanaman akar, dan lapisan tanaman merambat. Keseluruhannya bertujuan menciptakan iklim mikro demi mendukung produktivitas tanaman budidaya.
Kelompok-kelompok tanaman yang terdapat pada hutan pertanian syntropic dikelompokkan sesuai kesuksesan ekologinya. Yakni kelompok plasenta yang masih merupakan tahap awal pembentukan hutan syntropic. Contoh dari kelompok ini adalah ladang jagung. Kemudian ada kelompok sekunder, klimaks, dan transisi.
Untuk meregenerasi atau mengembalikan kesehatan tanah, petani sintropik harus melakukan penanaman secara rapat dan menambahkan bahan-bahan organik secara rutin. Hal ini menjadi lebih utama daripada pemberian pupuk atau pembuatan kompos.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air, syntropic farm lebih mengutamakan pepohonan dengan naungan yang tinggi agar dapat menahan kelembaban yang perlu untuk pertumbuhan tanaman. Mulsa plastik juga dapat digunakan untuk membantu kelembaban tanah, selain menanam tanaman penutup tanah. Teknik ini memungkinkan hutan yang hanya menerima curah hujan sedikit dapat tetap produktif.
Demikianlah mengenai syntropic farm yang harus petani milenial ketahui. Pendekatan ekologis dalam pertanian syntropic memungkinkan tanaman pangan produktif karena dukungan iklim mikro ideal yang tercipta karena lingkungan hutan yang cukup lembab dan tersedianya banyak unsur hara.
Dengan keseimbangan ekosistem serta jalannya pertanian yang memperhitungkan sebab akibat sesuai ilmu pengetahuan, syntropic farm juga dapat menjadi solusi untuk mempercepat pulihnya bumi dari kerusakan iklim. (Pat)