Peran Wanita dalam Islam: Kajian Historis dan Hermeneutik

waktu baca 4 minutes
Sabtu, 7 Des 2024 11:40 0 Patricia Pawestri

OPINI | TD — Peran wanita dalam Islam merupakan topik yang kompleks dan terus diperdebatkan. Kajian ini akan menelusuri peran wanita secara historis, mengamati evolusinya seiring perkembangan Islam, dan secara hermeneutik, menafsirkan teks-teks keagamaan yang relevan dengan peran tersebut.

Pendekatan ini akan membantu memahami kompleksitas peran wanita dalam Islam, menghindari generalisasi yang berlebihan, dan menghargai beragam interpretasi yang ada.

Sebelum Islam (Zaman Jahiliyah)

Sebelum datangnya Islam, perempuan di Jazirah Arab menghadapi diskriminasi sistemik. Mereka dianggap sebagai warga kelas dua, tanpa hak penuh atas diri dan properti mereka. Praktik-praktik buruk seperti wadl al-banat (penguburan bayi perempuan hidup-hidup) menunjukkan rendahnya status dan nilai perempuan pada masa itu.

Kehadiran anak perempuan seringkali dianggap sebagai aib dan beban bagi keluarga. Siti Musdah Mulia, dalam karyanya, secara rinci mendokumentasikan penderitaan perempuan pada masa jahiliyah, menggambarkan mereka sebagai makhluk yang kemanusiaannya tidak utuh.

Islam sebagai Transformasi

Kedatangan Islam membawa perubahan signifikan terhadap status perempuan. Al-Qur’an secara tegas menekankan kesetaraan esensial antara laki-laki dan perempuan di hadapan Tuhan.

Ayat-ayat Al-Qur’an, seperti yang terdapat dalam surah An-Nisa’ ayat 1, menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari satu jiwa (nafs wahidah) dan menciptakan pasangannya daripadanya, menekankan kesamaan asal-usul manusia. Kedudukan perempuan ditingkatkan secara drastis, mendapatkan hak-hak dan perlindungan yang sebelumnya tidak mereka miliki.

Islam menghapus praktik-praktik keji seperti wadl al-banat dan memberikan perempuan hak atas pendidikan, kepemilikan harta, dan kebebasan untuk memilih pasangan hidup.

Berikut kutipan ayat Al-Qur’an yang menekankan pahala bagi laki-laki dan perempuan yang bertakwa:

> عَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (QS. Al-Ahzab: 35)

Artinya: *”Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Lebih lanjut, peran keibuan diangkat menjadi sangat mulia. Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA menunjukkan keutamaan ibu di atas ayah dalam hal berbakti:

>عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Artinya: “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Kemudian ayahmu’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Keistimewaan Perempuan dalam Islam

Berbagai sumber, termasuk Al-Qur’an dan Hadits, menunjukkan keistimewaan perempuan, antara lain:

1. Makhluk Mulia: Meskipun ayat An-Nisa’ 34 sering diinterpretasikan secara patriarkal, konteks ayat ini perlu diperhatikan secara menyeluruh. Ayat tersebut berbicara tentang tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak dalam rumah tangga, bukan tentang superioritas laki-laki. Lebih jauh, Al-Qur’an secara keseluruhan menegaskan kemuliaan manusia, tanpa membedakan jenis kelamin.

2. Karunia Allah: Anak dan keturunan merupakan karunia Allah, dan perempuan memiliki peran sentral dalam proses ini. (QS. An-Nahl: 72)

3. Larangan Durhaka kepada Ibu: Islam sangat menekankan pentingnya berbakti kepada orang tua, khususnya kepada ibu.

4. Keutamaan Mengasuh Anak Perempuan: Hadits Nabi Muhammad SAW menunjukkan pahala besar bagi mereka yang mengasuh dan menyayangi anak perempuannya.

Kajian Historis

Kajian historis peran wanita dalam Islam dapat dibagi menjadi beberapa periode:

1. Masa Awal Islam: Perempuan seperti Khadijah binti Khuwaylid dan Aisyah binti Abu Bakar memainkan peran penting dalam penyebaran Islam, memberikan dukungan moral dan material kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Masa Kekuasaan Dinasti: Peran perempuan menjadi beragam, termasuk sebagai penguasa, ulama, dan sastrawan. Namun, pandangan patriarkis juga semakin menguat, membatasi ruang gerak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.

3. Masa Modern: Terjadi perdebatan sengit tentang interpretasi peran wanita dalam Islam. Beberapa kelompok berjuang untuk kesetaraan gender, sementara kelompok lain mempertahankan interpretasi tradisional.

Kajian Hermeneutik

Kajian hermeneutik menekankan pentingnya memahami teks-teks keagamaan (Al-Qur’an dan Hadits) dalam konteksnya. Hal ini meliputi:

1. Interpretasi Teks: Memahami makna literal dan kontekstual ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan perempuan.

2. Pendekatan Kontekstual: Mempertimbangkan faktor sosial, budaya, dan historis yang mempengaruhi interpretasi dan penerapan teks-teks keagamaan. Interpretasi yang tepat harus mempertimbangkan konteks sosial dan historis saat teks tersebut diwahyukan, serta konteks sosial dan historis saat ini.

Kesimpulan

Peran wanita dalam Islam adalah subjek yang kompleks dan kaya. Memahami peran ini membutuhkan pendekatan historis dan hermeneutik yang menyeluruh, menghindari generalisasi dan menghargai berbagai interpretasi yang ada.

Islam, pada prinsipnya, mengangkat derajat perempuan dan memberikan hak-hak yang sebelumnya tidak mereka miliki. Namun, penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam praktiknya telah bervariasi sepanjang sejarah dan di berbagai konteks budaya. Oleh karena itu, diskusi yang kritis dan berkelanjutan sangat penting untuk mencapai pemahaman yang lebih baik dan adil terhadap peran wanita dalam Islam.

Penulis: Misfa Latussolihah, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)

LAINNYA