Edible coating efektif memperpanjang umur simpan buah dengan mengurangi respirasi, menjaga kelembapan, serta menghambat kerusakan dan pertumbuhan mikroorganisme. (Foto: Pixabay @Passion_Pics_Roben)IPTEK | TD — Permintaan masyarakat terhadap produk pangan yang segar, alami, dan minim bahan kimia terus meningkat. Buah segar menjadi salah satu komoditas dengan permintaan tinggi, namun memiliki masa simpan yang relatif pendek akibat proses fisiologis yang terus berlangsung setelah panen, seperti respirasi, transpirasi, serta aktivitas mikroorganisme.
Untuk menjaga mutu dan memperpanjang umur simpan buah, berbagai teknologi pascapanen dikembangkan. Salah satu metode yang semakin populer adalah edible coating, yaitu lapisan tipis yang dapat dimakan, aman bagi kesehatan, dan berfungsi menghambat kerusakan buah pada suhu ruang. Edible coating dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan kemasan plastik sintetis karena terbuat dari bahan alami yang dapat terurai.
Lapisan ini efektif menekan keluarnya gas dan uap air dari buah, sehingga proses pematangan melambat dan pencoklatan dapat dicegah. Karena terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi, pelapis tetap aman meski menempel pada kulit buah.
Setelah dipanen, buah tetap mengalami berbagai proses fisiologis yang memicu kerusakan, di antaranya:
1. Respirasi
Buah terus menyerap oksigen (O₂) dan menghasilkan karbon dioksida (CO₂) serta panas. Laju respirasi yang tinggi mempercepat pematangan dan penurunan mutu.
2. Transpirasi
Buah kehilangan air melalui kulit, menyebabkan penyusutan, keriput, serta perubahan tekstur.
3. Aktivitas Enzimatik
Enzim seperti polifenol oksidase dapat memicu pencoklatan enzimatis yang mengurangi daya tarik visual.
4. Serangan Mikroorganisme
Jamur dan bakteri mudah tumbuh pada permukaan buah, terutama bila terdapat luka atau kelembapan tinggi.
Edible coating membantu memperlambat proses-proses ini melalui mekanisme penghambatan difusi gas dan uap air, serta dapat diperkaya dengan senyawa antimikroba untuk menekan pertumbuhan patogen.
Edible coating umumnya dibuat dari tiga kelompok bahan:
1. Hidrokoloid
Berasal dari protein dan polisakarida, seperti:
Bahan-bahan ini sering digunakan karena membentuk film yang kuat dan jernih.
2. Lipid
Lipida berfungsi sebagai penghalang uap air. Contohnya:
Namun, lapisan berbasis lipid murni cenderung buram, berminyak, dan kurang fleksibel.
3. Komposit
Mengombinasikan polisakarida, protein, dan lipid untuk menghasilkan karakteristik film yang lebih baik.
Contoh: kitosan + lilin untuk meningkatkan penghalangan uap air sekaligus memberikan sifat antimikroba.
Keberhasilan edible coating bergantung pada sifat fisik film yang dihasilkan, seperti:
Untuk meningkatkan fleksibilitas dan mencegah film menjadi mudah pecah, diperlukan plastisizer, seperti:
Edible coating berperan sebagai penghalang yang mampu:
Dengan demikian, mutu dan kesegaran buah dapat dipertahankan lebih lama.
Perkembangan edible coating kini mengarah ke inovasi seperti:
Dengan meningkatnya kebutuhan teknologi ramah lingkungan, edible coating diprediksi menjadi salah satu solusi utama dalam penanganan pascapanen buah segar.
Adam, R. F., Yasa, I. W. S., & Cicilia, S. (2024). Pengaruh Penambahan Plasticizer Terhadap Karakteristik Edible Coating Berbahan Dasar Nata De Coco. Jurnal Edukasi Pangan, 2(2), 39–53.
Hijriawati, M., & Febrina, E. (2016). Review: Edible Film Antimikroba. Jurnal Farmaka, 14(1), 8–16.
Pade, S. W. (2019). Edible Coating Pati Singkong (Manihot utilissima Pohl) Terhadap Mutu Nenas Terolah Minimal Selama Penyimpanan. Jurnal Agercolere, 1(1), 13–18.
Prasetyo, A., Prasta, D. M., Arum, A. D., Islami, B. Y., Lee, A., & Winarti, S. (2018). Karakteristik Edible Coating dari Pati Umbi Udara (Air Potato) dengan Penambahan Plasticizer yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pangan, 12(1), 18–26.
Ayun, Q. (2021). Optimasi Pembuatan Edible Coating dari Whey Protein dan Kitosan. Jurnal Crystal, 3(2), 14–17.
Penulis: Shabrina Nur Fadhilah
Mahasiswi Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)