Pagi yang Belum Terbit: Kisah Pahlawan Jaket Hijau di Jantung Kota Tangerang

waktu baca 3 minutes
Jumat, 31 Okt 2025 11:24 0 Nazwa

KOTA TANGERANG | TD — Bau debu yang bercampur embun dini hari masih terasa tajam di udara Jalan Imam Bonjol, Tangerang. Pukul 04.30 WIB — saat sebagian besar warga masih terbuai mimpi — suara raungan mesin perlahan memecah kesunyian. Di tengah udara yang masih menggigil oleh sisa malam, seorang pria berjaket hijau duduk di atas motornya, menatap jalan yang mulai hidup pelan-pelan.

Ia adalah Bapak K (49) — salah satu dari ribuan pengemudi ojek online di Kota Tangerang. Tidak banyak yang mengenalnya, namun jasanya terasa setiap hari. Ia bukan pahlawan bersenjata atau berpangkat, melainkan pahlawan yang membawa kenyamanan dan mobilitas bagi ribuan orang di kota yang tak pernah tidur.

Melaju dengan Ketulusan di Balik Jaket Hijau

Sudah sembilan tahun Bapak K menjadi bagian dari denyut nadi transportasi Tangerang. Ia biasa menunggu order di sekitar pusat kota — di antara gedung-gedung perkantoran, pasar tradisional, dan jalanan yang tak pernah benar-benar sepi.

“Bagi saya, kerja ini bukan cuma soal ngejar bonus,” ujarnya pelan sambil menyesap kopi hitam di sebuah warung sederhana beberapa waktu yang lalu. “Yang penting itu bisa bantu orang sampai tujuan dengan aman. Setiap penumpang saya anggap seperti keluarga.”

Bagi para pengemudi ojek online, bintang lima bukan sekadar angka di aplikasi — tapi simbol dari kepercayaan, ketulusan, dan kerja keras. Di balik layar smartphone, ada peluh, doa, dan tekad untuk tetap bertahan.

Suka Duka di Jalanan: Antara Rating, Hujan, dan Rasa Syukur

Setiap hari, Bapak K menghadapi tantangan yang tidak ringan: panas terik, hujan deras, kemacetan panjang, hingga pelanggan yang terburu waktu. Namun, di antara kerasnya jalanan, selalu ada momen kecil yang menghangatkan hati.

“Pernah saya diorder orang, pas sampai dikasih nasi ayam dan minuman dingin. Katanya biar nggak lupa makan. Rasanya lebih senang dari dapat bonus besar,” kenangnya sambil tersenyum.

Bagi Bapak K, hal-hal kecil seperti itu menjadi “bensin semangat” di tengah lelah. Kebaikan pelanggan — meski sederhana — bisa jadi penawar dari kerasnya hidup di jalanan. Jaket hijau baginya bukan sekadar seragam, melainkan simbol kepercayaan dan perjuangan.

Ketika Orderan Fiktif Menjadi Luka Nyata

Namun, tak semua hari berakhir dengan senyum. Ada kalanya perjuangan itu diuji dengan kekecewaan. Beberapa bulan lalu, Bapak K menjadi korban orderan fiktif — pesanan palsu yang membuatnya kehilangan uang hingga ratusan ribu rupiah.

“Waktu itu order makanan Rp650 ribu, saya bayar dulu ke restoran. Pas sampai tujuan, orang rumah bilang nggak pesan apa-apa. Nomor pelanggannya pun nggak bisa dihubungi,” ceritanya dengan nada getir.

Uang itu rencananya untuk bayar listrik dan air. Namun, seperti banyak pengemudi lain, ia hanya bisa menelan kecewa. “Bukan cuma soal uang, tapi rasanya kayak semangat kita dipermainkan,” tambahnya.

Selain order palsu, para pengemudi juga sering menghadapi risiko lain: kecelakaan kecil, rating buruk yang tidak adil, hingga tindakan kriminal di jalan. Jaket hijau seakan menjadi dua sisi mata uang — di satu sisi lambang ketulusan, di sisi lain tanda kerentanan.

Pahlawan yang Tak Pernah Berhenti Melaju

Meski keras, jalanan tetap menjadi rumah bagi mereka. Saat langit mulai berwarna oranye dan kota perlahan menggeliat, Bapak K kembali menyalakan motornya. Di antara deru kendaraan dan hiruk pikuk Tangerang, ia tetap melaju — menjemput rezeki, mengantar harapan, dan menuliskan kisah sederhana tentang ketulusan.

Mereka bukan sekadar pengemudi. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa di balik layar kehidupan urban — yang menjaga roda kota agar terus berputar, dan memastikan setiap orang tiba di tujuan dengan selamat.

Di setiap perjalanan mereka, ada cerita tentang perjuangan, keikhlasan, dan kemanusiaan.
Dan mungkin, tanpa kita sadari, kota ini bisa bergerak karena ada mereka —para penolong berseragam hijau yang tak pernah lelah melaju.

Penulis: Karina Andini
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Tangerang. (*)

LAINNYA