Opini: Dari Candaan Berujung Perundungan

waktu baca 6 menit
Jumat, 6 Sep 2024 15:32 0 190 Redaksi

OPINI| TD – Di lingkungan sekolah, candaan sering kali menjadi bagian dari interaksi sosial antar siswa. Dalam banyak kasus, candaan menjadi cara untuk mempererat hubungan, menambah keakraban, dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Namun, ada beberapa jenis candaan yang tanpa kita sadari justru dapat menyakiti, bahkan berujung pada perundungan (bullying). Salah satu bentuk candaan yang cukup umum adalah memanggil teman dengan nama orang tua mereka. Meski terlihat sepele dan dimaksudkan sebagai candaan, perilaku ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi korbannya.

Mungkin kita semua pernah mendengar, bahkan mungkin pernah terlibat dalam candaan yang melibatkan memanggil teman dengan nama orangtua mereka. Di kalangan anak-anak atau remaja, candaan semacam ini sering dianggap hal yang biasa terjadi dan dianggap tidak berbahaya. Namun, di balik candaan tersebut, ada potensi serius yang bisa berujung pada perundungan (bullying).

Candaan adalah bagian penting dari interaksi sosial, terutama di lingkungan sekolah. Namun, candaan yang melibatkan nama orangtua dapat menjadi sesuatu yang berbeda. Bagi sebagian orang, ini mungkin hanya sekadar cara untuk bersenang-senang. Tapi bagi yang lain, candaan ini dapat menyentuh hal yang sangat pribadi dan sensitif. Nama orangtua yang seharusnya menjadi simbol kebanggaan dan identitas keluarga, justru bisa menjadi bahan ejekan. Ketika candaan ini terus diulang, lama kelamaan bisa berkembang menjadi perundungan yang serius.

Banyak dari kita mungkin pernah mendengar candaan ini di sekolah. Seorang teman mungkin pernah memanggil kita dengan nama ayah atau ibu kita, dan pada awalnya, kita mungkin tidak terlalu memikirkannya. Namun, ketika candaan tersebut diulang-ulang secara terus-menerus, hal ini mulai terasa berbeda. Apa yang pada awalnya dianggap sebagai hal yang lucu mulai terasa sebagai serangan pribadi.

Candaan memanggil teman dengan nama orangtua sering kali tidak disadari efek negatifnya. Di kalangan remaja, identitas dan hubungan dengan keluarga adalah hal yang sangat sensitif. Beberapa siswa mungkin merasa malu dengan nama orangtua mereka, atau ada yang merasa minder dengan latar belakang keluarga mereka. Ketika nama orangtua digunakan dalam candaan, ini bisa memicu perasaan tidak nyaman, malu, dan bahkan merasa terhina. Apa yang dianggap lucu oleh pelaku candaan bisa menjadi sangat menyakitkan bagi korbannya.

Garis tipis antara candaan dan perundungan terletak pada niat dan dampak. Jika candaan tersebut diulang terus-menerus dan menimbulkan perasaan tidak nyaman, rasa malu, atau tekanan pada pihak yang menjadi sasaran, ini bisa disebut sebagai perundungan. Perundungan terjadi ketika pelaku merasa memiliki kekuasaan untuk merendahkan atau menyakiti korban, baik secara fisik maupun emosional.

Ketika candaan ini berubah menjadi perundungan, dampak psikologis yang ditimbulkan bisa sangat serius. Korban perundungan sering kali merasa terisolasi, malu, dan mengalami penurunan harga diri. Mereka mungkin mulai meragukan diri mereka sendiri dan merasa tidak berharga. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan mental mereka secara keseluruhan.

Dalam beberapa kasus, korban perundungan mungkin merasa takut atau enggan untuk pergi ke sekolah. Mereka mungkin merasa cemas setiap kali harus berinteraksi dengan teman-teman sekelas mereka. Ini dapat menyebabkan masalah serius, seperti kecemasan berlebihan, depresi, dan bahkan keinginan untuk menarik diri dari lingkungan sosial.

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja yang menjadi korban perundungan lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental di kemudian hari. Mereka lebih mungkin mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan masalah perilaku. Efek dari perundungan bisa bertahan lama, bahkan setelah mereka meninggalkan lingkungan sekolah.

Lingkungan sekolah memegang peran penting dalam mencegah dan menangani perundungan. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat di mana siswa belajar bagaimana berinteraksi secara sosial dan membangun hubungan dengan orang lain. Jika candaan seperti memanggil teman dengan nama orangtua dibiarkan begitu saja, maka sekolah secara tidak langsung mengizinkan terjadinya perundungan.

Guru dan staf sekolah harus peka terhadap tanda-tanda perundungan, termasuk candaan yang awalnya terlihat sepele. Mereka harus dapat mengenali ketika candaan telah melampaui batas dan mulai menyakiti seseorang. Selain itu, sekolah juga perlu memberikan edukasi kepada siswa tentang dampak perundungan dan pentingnya saling menghargai satu sama lain.

Ilustrasi perudungan (Foto: Freepik)

Program edukasi mengenai bentuk-bentuk perundungan, termasuk perundungan verbal yang sering kali dianggap remeh, harus menjadi bagian dari kurikulum. Sekolah juga harus mendorong siswa untuk melaporkan perundungan yang mereka alami atau saksikan tanpa rasa takut akan konsekuensi negatif.

Selain sekolah, orangtua juga memiliki peran penting dalam mencegah perundungan. Anak-anak sering kali belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar di rumah. Jika mereka melihat orangtua mereka menghormati orang lain dan berbicara dengan sopan, mereka akan cenderung meniru perilaku tersebut.

Sebaliknya, jika anak-anak mendengar orangtua mereka membuat candaan yang merendahkan orang lain atau menggunakan nama orang lain sebagai bahan ejekan, mereka mungkin berpikir bahwa hal itu dapat diterima. Oleh karena itu, orangtua harus memberikan contoh yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain dan mengajarkan anak-anak mereka tentang pentingnya menghormati perasaan orang lain.

Selain itu, orangtua juga harus bersikap terbuka dan peka terhadap perasaan anak-anak mereka. Jika seorang anak merasa tidak nyaman dengan candaan teman-temannya, orangtua harus mendengarkan dan membantu mereka mencari solusi. Dukungan emosional dari orangtua sangat penting untuk membantu anak-anak menghadapi perundungan.

Saat ini mengubah budaya candaan di sekolah bukanlah hal yang mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Kita harus mulai dari diri sendiri, dengan lebih peka terhadap dampak kata-kata yang kita ucapkan. Sebelum membuat candaan tentang seseorang, kita perlu memikirkan bagaimana perasaan orang tersebut jika candaan itu ditujukan kepadanya.

Selain itu, penting untuk mengedukasi siswa tentang bentuk-bentuk candaan yang positif dan tidak merugikan orang lain. Candaan yang sehat adalah candaan yang membuat semua orang tertawa tanpa harus menyakiti perasaan siapa pun. Candaan semacam ini justru dapat mempererat hubungan pertemanan, bukan merusaknya.

Sebagai masyarakat, kita juga harus memberikan dukungan kepada korban perundungan. Jangan biarkan mereka merasa sendirian atau tidak berdaya. Jika kita melihat seseorang menjadi korban perundungan, kita harus berani untuk berdiri bersama mereka dan melawan perundungan tersebut.

Candaan memanggil teman dengan nama orangtua mungkin terdengar sepele bagi sebagian orang, tetapi dampak jangka panjangnya bisa sangat serius. Apa yang pada awalnya dianggap lucu bisa berubah menjadi perundungan yang merusak kesehatan mental korban. Lingkungan sekolah dan keluarga harus bekerja sama untuk mengubah budaya candaan yang merendahkan dan memastikan bahwa setiap siswa merasa aman dan dihargai di lingkungan sekolah.

Candaan yang melibatkan nama orang tua mungkin terdengar sepele, tetapi bisa memiliki dampak yang sangat serius jika tidak ditangani dengan benar. Ada batasan yang jelas antara candaan yang sehat dan perundungan, dan kita semua—baik siswa, guru, maupun orang tua—harus memahami dan menghormati batasan tersebut. Mari kita ciptakan lingkungan yang lebih positif dan saling menghargai, di mana candaan tidak menjadi alasan untuk merendahkan atau menyakiti orang lain.

Penulis : Muhamad Hijar Ardiansah, Pegiat Komunitas NUN (Niat Untuk Nulis) REBORN. (Red)

LAINNYA