Momentum Hari Buruh, LindungiHutan Soroti Peran Komunitas dalam Konservasi Lingkungan

waktu baca 3 minutes
Senin, 5 Mei 2025 15:49 0 Elvira

SEMARANG | TD – Dalam rangka memperingati Hari Buruh, LindungiHutan menyoroti pentingnya kontribusi kelompok kerja di luar sektor industri, khususnya petani pohon dan penggerak penghijauan berbasis komunitas yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang layak. Salah satunya adalah komunitas Tripari di Trimulyo, Semarang, yang telah lebih dari sepuluh tahun berperan aktif dalam upaya pelestarian lingkungan melalui penanaman ribuan bibit mangrove.

Dipimpin oleh Suswanto, yang akrab disapa Antok, seorang mantan buruh perusahaan, komunitas ini berfokus pada penghijauan pesisir yang telah menjadi isu serius bagi wilayah pesisir utara Jawa. “Kerusakan lingkungan yang kami hadapi nyata. Abrasi terjadi setiap tahun, dan kami sadar bahwa kita harus bergerak untuk melakukan sesuatu. Kami mulai menanam mangrove bersama warga,” ujar Antok.

Langkah konservasi yang diambil oleh Tripari menjadi respon terhadap krisis lingkungan yang semakin parah di kawasan pesisir utara Jawa Tengah. Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial (BIG), wilayah pesisir Jawa Tengah telah kehilangan hampir 8.000 hektar lahan akibat abrasi. Kabupaten Brebes, Demak, dan Semarang adalah tiga daerah yang terdampak paling parah.

Kerja sama Tripari dengan LindungiHutan bermula secara organik, muncul dari kebutuhan bersama untuk melindungi ekosistem yang semakin terancam. Melalui kemitraan ini, komunitas Tripari mendapat dukungan berupa bibit mangrove, pelatihan, dan pendampingan teknis.

“Keberlanjutan adalah kekuatan utama dari konservasi berbasis komunitas. Mereka bukan sekadar datang dan pergi. Mereka tinggal di lokasi penanaman, merawat pohon, dan hidup bersama dengan dampaknya,” terang Aminul Ichsan, Ketua Yayasan LindungiHutan, dilansir Senin, 5 Mei 2025.

Namun, tantangan besar masih terus mengancam. Salah satunya adalah proyek pembangunan jalan tol Semarang-Demak dan normalisasi sungai yang terjadi pada tahun 2019, yang mengakibatkan sebagian lahan mangrove yang telah ditanam hilang. “Kami kecewa, tetapi kami tidak menyerah. Kami akan terus menanam di lokasi lain,” tambah Antok.

Hingga kini, komunitas Tripari telah melakukan penanaman mangrove di berbagai zona pesisir Trimulyo dan mengembangkan sistem pemantauan mandiri berbasis warga. Mereka tidak hanya menanam pohon, tetapi juga merawatnya, mencatat pertumbuhan, dan melaporkan kerusakan secara berkala.

Peringatan Hari Buruh ini menjadi pengingat bahwa kontribusi buruh tidak hanya terbatas pada pabrik, tetapi juga di hutan, ladang, dan garis pantai. Petani pohon dan penggerak penghijauan berbasis komunitas adalah aktor penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. “Kami berharap lebih banyak pihak mengakui peran petani pohon dalam agenda iklim nasional. Mereka adalah pahlawan lingkungan yang bekerja dalam diam,” kata Aminul Ichsan.

Konservasi berbasis komunitas, seperti yang dilakukan oleh Tripari, terbukti menjadi model yang sangat adaptif dalam menghadapi krisis ekologi yang semakin mendesak. Tanpa dukungan dan pengakuan terhadap peran komunitas ini, ketahanan lingkungan akan sulit terwujud. (*)

LAINNYA