Metode Brain Based Parenting, Teknik Pengasuhan dengan Mengoptimalkan Fungsi Otak

waktu baca 3 menit
Kamis, 24 Agu 2023 10:38 0 470 Patricia Pawestri

TANGERANG | TD – Dalam berbagai metode pengasuhan anak, terdapat satu metode yang sangat dianjurkan. Metode ini bahkan sangat penting untuk mendukung pengasuhan anak terutama yang berkebutuhan khusus. Seperti anak-anak penderita speech delay atau keterlambatan bicara, serta anak-anak dan remaja dengan trauma.

Metode yang sangat disarankan tersebut adalah Brain Based Parenting, yakni metode pengasuhan berdasar ilmu neuroparenting yang memfokuskan pada fungsi otak sebagai pembentuk perilaku dan kepribadian.

Seperti diketahui, otak manusia adalah organ yang ajaib. Lapisan-lapisan otak, bila dijajarkan, para ahli percaya hal itu dapat menutupi seluruh permukaan bumi.

Otak manusia mempunyai fungsi penyimpan memori dan tempat pikiran berproses yang dapat mempengaruhi seluruh organ tubuh manusia tersebut.

Berdasar potensi otak tersebut, para ahli kemudian mengembangkan teknik bagaimana mengoptimalkan kerja otak untuk menumbuh-kembangkan pribadi anak dengan stimulasi-stimulasi tertentu.

Brain based parenting dilakukan dengan melibatkan 5 domain utama yang berkaitan dengan keberadaan orang tua sebagai berikut.

1. Sistem pendekatan orang tua.

Sistem ini merupakan kemampuan orang tua untuk merasa aman dan terbuka ketika berinteraksi dengan anak. Sistem pendekatan orang tua merupakan tindakan aktivasi beberapa area otak dan hormon, termasuk hormon oksitosin yang merupakan hormon yang memberikan rasa nyaman ketika merasa dicintai.

Yang perlu dihindari adalah ingatan terhadap masa lalu seperti trauma dan perpisahan. Karena hal ini akan membuat ketidaknyamanan saat berkomunikasi antara orang tua dan anak.

2. Sistem penghargaan orang tua.

Dalam sistem ini, orang tua diwajibkan mampu merasakan interaksi dengan anak-anak mereka sebagai sesuatu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan batin. Sistem ini akan memberikan rangsangan yang baik untuk sistem dopamin di dalam otak yang menimbulkan motivasi, dan kesenangan dalam belajar.

Orang tua perlu megnhindari hal-hal yang menyebabkan stres kronis, depresi, atau kecanduan yang dapat menjauhkan hubungan mereka dengan anak.

3. Sistem regulasi diri orang tua.

Dalam diri orang tua perlu adanya pengaturan atau regulasi agar dapat mengontrol dan mengatur emosi dan perilaku saat menghadapi tantangan atau konflik saat mengasuh anak.

Sistem regulasi diri ini melibatkan aktivasi koretks prefrontal di otak, yang bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, pemecahan masalah, serta pengendalian impuls.

Agar sistem ini berpengaruh dengan baik, orang tua perlu menghindari stres akut, kelelahan, dan kemarahan yang membuat orang tua menjadi reaktif, impulsif, dan agresif dalam menangani situasi sulit bersama anak.

4. Sistem refleksi orang tua.

Dalam sistem ini, orang tua dituntut dapat mencerminkan perasaan, pikiran, dan niat mereka dan anak-anak mereka.

Kegiatan ini melibatkan aktivasi korteks medial prefrontal di otak, yang mempengaruhi terbentuknya mental sebagai kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain.

Dalam sistem ini diharapkan terbentuknya kesadaran diri, empati, dan responsif atau peka terhadap kebutuhan anak-anak.

5. Sistem makna bersama orang tua.

Sistem makna bersama merupakan kemampuan orang tua untuk menciptakan makna ketika bersama-sama anak mereka dalam komunikasi verbal dan nonverbal.

Aktivitas ini akan mengaktivasi area otak yang berkaitan dengan bahasa, memori, imajinasi, dan kreativitas.

Hal-hal yang mengganggu, seperti kurangnya dialog, narasi, dan humor, diharapkan menjadi tiada dengan peran aktif orang tua dalam interaksi dengan anak-anak mereka.

Kelima domain tersebut adalah sumber pengaruh orang tua dalam merespon apa saja yang menjadi kebutuhan anak, termasuk emosi, perilaku, dan tumbuhkembangnya.

LAINNYA