Mengungkap Relasi Patron-Klien dalam Kasus Korupsi di Kabupaten Tangerang

waktu baca 3 minutes
Senin, 23 Jun 2025 20:51 0 Redaksi

OPINI | TD – Kabupaten Tangerang kembali menarik perhatian publik dan media setelah terungkapnya beberapa kasus korupsi yang melibatkan aparatur pemerintah, baik di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun di tingkat pemerintahan desa. Salah satu kasus yang mencolok adalah penyalahgunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Sepatan Timur oleh operator dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Tangerang. Kasus ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara dan masyarakat, tetapi juga mencerminkan pola hubungan sosial yang telah menjadi bagian dari dinamika politik dan pemerintahan di Indonesia, yaitu relasi patron-klien.

Teori Patron-Klien

– Definisi: Teori patron-klien menggambarkan hubungan timbal balik antara pihak yang memiliki kekuasaan, sumber daya, dan akses terhadap fasilitas publik (patron) dengan pihak yang bergantung pada patron untuk mendapatkan perlindungan, bantuan, atau keuntungan tertentu (klien).

– Praktik dalam Pemerintahan: Dalam konteks pemerintahan, pola ini sering kali berujung pada penyalahgunaan kekuasaan dan kolusi yang merugikan kepentingan publik. Patron memanfaatkan posisinya untuk mengatur distribusi sumber daya secara tidak adil, sementara klien memberikan dukungan politik atau sosial sebagai imbalan.

Dampak Korupsi

– Kerugian bagi Masyarakat: Praktik korupsi ini sangat merugikan masyarakat desa yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari dana desa. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan program pemberdayaan masyarakat justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi.

– Ketidakpercayaan Publik: Selain itu, praktik patron-klien ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat desa dan pemerintah daerah, sehingga legitimasi dan kepercayaan terhadap institusi pemerintah semakin menurun.

Tindakan Hukum dan Reformasi

– Penyidikan: Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang telah menetapkan beberapa tersangka, termasuk operator keuangan desa dari beberapa desa di Kecamatan Sepatan Timur dan seorang operator dari DPMPD. Mereka diduga melakukan pencairan ganda dana desa melalui aplikasi Sistem Transaksi Non Tunai Desa (Sitansa), yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp1,2 miliar.

– Reformasi yang Diperlukan: Penegakan hukum yang tegas saja tidak cukup. Diperlukan reformasi dalam pengelolaan dana desa dan penguatan pengawasan internal untuk meminimalisir praktik patron-klien yang merugikan publik. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama agar dana desa dapat digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan

Kasus korupsi dana desa di Kabupaten Tangerang mencerminkan betapa dominannya relasi patron-klien dalam tata kelola pemerintahan. Untuk memutus rantai patron-klien dan memberantas korupsi, dibutuhkan sinergi antara penegakan hukum, reformasi birokrasi, dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan. Hanya dengan langkah-langkah tersebut, tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel dapat terwujud dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat.

Referensi

– Andrianita, C. (2024). Pengelolaan Prinsip Good Governance Dalam Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus di Desa Jayanti Kabupaten Tangerang). PUBLIKA: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 10(2).

– Zakariya, R. (2020). Partisipasi masyarakat dalam pencegahan korupsi dana desa: Mengenali modus operandi. Jurnal Integritas, 6(2), 263-282.

– ABSOR, M. U. (2024). PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS (Studi Kasus di Polres Kudus) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung Semarang).

– Gustiansyah, M. R. (2023). Penyalahgunaan Dana Desa Oleh Kepala Desa di Kabupaten Bangkalan Tahun 2018-2023. Hakim: Jurnal Ilmu Hukum dan Sosial, 1(3), 46-52.

– Korupsi Dana Desa, 2 Tersangka Asal Sepatan Timur Ditahan Kejaksaan, DebakBanten.com.

Penulis: Gathan Alimuntazar Hankha, mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA