OPINI | TD – Fenomena antrean panjang di Samsat Kota Serang telah menjadi isu yang menarik perhatian publik . Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat mengeluhkan lamanya waktu tunggu dan membludaknya antrean di halaman kantor. Masalah ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mencerminkan krisis dalam ruang publik pelayanan yang seharusnya menjadi cerminan komitmen negara terhadap warganya. Dalam artikel ini, saya akan mengemukakan argumen bahwa membludaknya antrean di Samsat Kota Serang adalah indikasi nyata dari kegagalan sistem pelayanan publik yang perlu segera dibenahi, dengan merujuk pada teori ruang publik dan prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik.
Pertama, pelayanan publik merupakan salah satu wujud nyata kehadiran negara di tengah masyarakat. Menurut teori Weberian tentang birokrasi, pelayanan publik harus memenuhi prinsip efisiensi, efektivitas, dan responsivitas. Ketika warga harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mendapatkan layanan dasar, seperti perpanjangan STNK, maka kita harus bertanya: di mana letak kehadiran negara dalam hal ini? Gubernur Banten, Andra Soni, menyatakan bahwa ada animo masyarakat yang tinggi untuk membayar pajak, namun tidak terlayani dengan baik. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada niat baik dari pemerintah, sistem yang ada tidak mendukung pelaksanaan niat tersebut.
Kedua, teori ruang publik yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas sangat relevan dalam konteks ini. Ruang publik seharusnya menjadi tempat di mana warga dapat berinteraksi secara setara dan bebas, membentuk opini, serta mengawasi kebijakan publik. Namun, kenyataannya, antrean panjang di Samsat menciptakan ketidakadilan dan ketidakpuasan. Warga merasa terpinggirkan dan tidak memiliki saluran untuk menyampaikan keluhan atau masukan yang konstruktif. Ketika saluran komunikasi publik tersumbat, kontrol sosial terhadap pelayanan negara menjadi lemah, dan ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah.
Ketiga, meskipun Samsat Kota Serang telah mengembangkan sistem antrian online melalui aplikasi Sambat (Samsat Banten Hebat), implementasinya masih jauh dari harapan. Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan sistem digitalisasi pelayanan publik sangat bergantung pada kemudahan akses dan user experience. Banyak warga yang mengalami kesulitan dalam mengakses aplikasi tersebut, sehingga mereka terpaksa kembali ke metode antrean manual yang sudah terbukti tidak efisien. Ini menunjukkan bahwa digitalisasi pelayanan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat. Alih-alih memperluas akses, sistem yang tidak ramah pengguna justru menciptakan hambatan baru.
Selanjutnya, politik ruang publik menuntut pemerintah untuk membuka akses informasi, menciptakan sistem pelayanan yang adil, serta memberi ruang partisipasi bagi warga. Membludaknya antrean di Samsat Kota Serang memperlihatkan bahwa ruang publik pelayanan belum menjadi prioritas yang serius. Pelayanan yang baik bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga bagaimana membangun interaksi yang setara antara warga dan lembaga negara. Masyarakat berhak mendapatkan sistem yang transparan, mudah diakses, dan responsif terhadap aspirasi mereka.
Akhirnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, membludaknya antrean di Samsat Kota Serang bukan hanya soal waktu yang terbuang, tetapi juga soal hilangnya kepercayaan publik pada lembaga pelayanan negara. Dalam konteks politik ruang publik, kondisi ini adalah alarm bagi pemerintah untuk segera membenahi sistem dan membuka lebih banyak saluran komunikasi dengan masyarakat.
Membludaknya antrean di Samsat Kota Serang bukan hanya sekadar masalah teknis, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem pelayanan publik yang lebih luas. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi yang komprehensif dan terintegrasi. Dalam artikel ini, saya akan mengemukakan beberapa solusi yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di Samsat, serta argumen yang mendukung perlunya langkah-langkah tersebut.
Pertama, peningkatan infrastruktur dan sumber daya manusia di Samsat sangat penting. Penambahan jumlah loket pelayanan dan petugas pada jam-jam sibuk dapat mempercepat proses pelayanan. Menurut penelitian, efisiensi dalam pelayanan publik sangat bergantung pada jumlah petugas yang tersedia untuk melayani masyarakat. Dengan meningkatkan jumlah petugas, waktu tunggu dapat diminimalisir, dan masyarakat tidak perlu menghabiskan berjam-jam hanya untuk mendapatkan layanan dasar.
Kedua, optimalisasi sistem antrian online melalui aplikasi Sambat (Samsat Banten Hebat) adalah langkah yang krusial. Meskipun aplikasi ini sudah ada, banyak warga yang mengalami kesulitan dalam mengaksesnya. Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan sistem digitalisasi pelayanan publik sangat bergantung pada kemudahan akses dan user experience. Oleh karena itu, perbaikan antarmuka pengguna dan penyediaan panduan penggunaan yang jelas akan sangat membantu masyarakat dalam memanfaatkan aplikasi ini. Jika masyarakat dapat mengakses layanan dengan lebih mudah, maka antrean di lokasi fisik dapat berkurang secara signifikan.
Selanjutnya, penerapan sistem antrian berbasis nomor yang dapat diambil secara online atau melalui mesin antrian di lokasi juga sangat diperlukan. Sistem ini memungkinkan warga untuk tidak perlu menunggu di tempat dan dapat kembali pada waktu yang ditentukan. Dengan cara ini, masyarakat dapat merencanakan kunjungan mereka dengan lebih baik, sehingga mengurangi kepadatan di Samsat.
Pengembangan layanan satu atap yang memungkinkan masyarakat untuk mengurus berbagai keperluan administrasi kendaraan dalam satu tempat juga merupakan solusi yang efektif. Hal ini akan mengurangi kebutuhan untuk berpindah-pindah lokasi dan menghemat waktu. Kerja sama dengan instansi lain, seperti bank dan lembaga keuangan, untuk memfasilitasi pembayaran pajak dan denda secara langsung di lokasi Samsat juga akan meningkatkan efisiensi pelayanan.
Pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam pelayanan tidak dapat diabaikan. Membuka saluran umpan balik yang efektif bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan saran akan meningkatkan akuntabilitas lembaga. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pelayanan publik, pemerintah dapat menciptakan rasa kepemilikan dan partisipasi yang lebih besar. Ini akan mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam memberikan masukan yang konstruktif.
Akhirnya, penggunaan teknologi informasi untuk mengembangkan sistem informasi yang memberikan update real-time tentang antrean dan waktu tunggu sangat diperlukan. Dengan informasi yang jelas, masyarakat dapat merencanakan kunjungan mereka dengan lebih baik. Selain itu, penerapan chatbot untuk menjawab pertanyaan umum dan memberikan informasi terkait layanan Samsat akan mengurangi beban pertanyaan di loket, sehingga petugas dapat fokus pada pelayanan yang lebih kompleks.
Dengan menerapkan solusi-solusi di atas, kita dapat mengatasi masalah antrean panjang di Samsat Kota Serang secara efektif. Setiap langkah yang diambil tidak hanya akan meningkatkan efisiensi pelayanan, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah. Dalam konteks pelayanan publik, penting untuk diingat bahwa kehadiran negara harus dirasakan oleh masyarakat melalui pelayanan yang baik dan responsif. Jika pemerintah serius dalam mengimplementasikan solusi ini, maka kita dapat berharap untuk melihat perubahan positif yang signifikan dalam pengalaman masyarakat saat berurusan dengan Samsat.
Penulis: Muhamad Gymnastiyar Akbar, mahasiswa program studi ilmu pemerintahan, FISIP, Universitas sultan ageng tirtayasa
Editor: Mohamad Romli (*)