Membantu Pekerjaan Istri, Teladan Kebiasaan Nabi Muhammad SAW Bagi Para Suami

waktu baca 4 minutes
Jumat, 12 Apr 2024 11:01 0 Patricia Pawestri

RELIGI | TD – Berbagai kebiasaan Nabi Muhammad SAW merupakan teladan bagi umat Islam karena mempunyai kandungan kebaikan. Salah satu hal yang patut menjadi contoh dalam perilaku sehari-hari Nabi Muhammad SAW adalah tidak menutup diri dari kesempatan membantu pekerjaan rumah tangga dari istri-istrinya.

Aisyah RA pernah mengisahkan beberapa kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Dalam hadis riwayat Bukhari, dikatakan:

“Rasulullah SAW biasa melayani keperluan keluarganya. Lantas, ketika waktu salat tiba, beliau pergi mengerjakan salat.”

Dan, dalam hadis riwayat Ahmad dan Tirmidzi, Aisyah RA mengisahkan:

“Beliau adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal pakaian sendiri, memerah susu, dan melayani diri beliau sendiri.”

Kebiasaan Nabi Muhammad SAW mengambil peran dalam pekerjaan rumah tangga tersebut dapat dipahami sebagai pertolongan yang meringankan beban istri yang begitu banyak.

Bahkan, dalam literatur empat mazhab (aliran) dalam Islam, terungkap bahwa peran suami sangat penting dalam mempermudah pekerjaan rumah tangga istri. Salah satunya dalam Al-Badai’ karya Al-Imam al-Kasani berikut ini:

“Seandainya suami pulang membawa bahan makanan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan untuk memasak dan mengolahnya, maka istri tidak boleh dipaksa. Suami diharuskan untuk pulang membawa makanan siap santap.”

Asy-Syarhul Karbil karya Ad-Dardir yang bermazhab Maliki mempunyai kebijakan atas peran suami-istri dalam kegiatan rumah tangga sebagai berikut:

“Wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rezeki, sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, tetapi tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.”

Mengenai kewajiban melayani, yang selama ini dibebankan kepada istri, dalam Al-Majmu’Syarah Al Muhadzdzab karya Abu Ishaq asy-Syirazi yang ber-mazhab Syafi’i dikatakan:

“Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci, dan bentuk khidmat lainnya. Karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) ialah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual, sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.”

Dan lagi, dalam mazhab Hambali, justru seorang istri dibebaskan dari segala pelayanan rumah tangga:

“Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan sejenisnya, termasuk menyapu dan menimba air di sumur.”

Namun, kerelaan istri dalam mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga diperhitungkan sebagai sedekah, apabila dilakukan dengan ikhlas. Lagipula, dalam Islam, kodrat atau fitrah istri adalah tunduk kepada kepemimpinan suami, selama hal itu tidak mengandung dosa.

Mengenai keikhlasan istri dalam mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga, dalam kitab Syarh an-Nawawi, Imam Nawawi mengatakan:

“Semua ini termasuk kepatutan (dalam hal kisah pelayanan Asma’ binti Abu Bakar), bahwa wanita melayani suaminya dengan hal-hal yang telah disebutkan (di antaranya memasak, mencuci pakaian, dan lainnya)semua itu merupakan sumbangan dan kebaikan wanita kepada suaminya, pergaulan yang baik, perbuatan yang makruf, yang tidak wajib sama sekali atasnya. Bahkan, seandainya ia enggan melaksanakannya, ia tidak berdosa.”

Asma’ binti Abu Bakar merupakan istri dari seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Zubair RA. Asma’ dikisahkan selalu membantu suaminya dengan membuat roti, mengambil air, memberi makan kuda, dan bahkan memikul keranjang buah kurma di atas kepalanya ketika mengurus panen di kebun.

Mengenai kepemimpinan dalam rumah tangga, dalam hadis riwayat Bukhari, dikisahkan Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dalam keluarganya, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya.

Laki-laki itu pemimpin, bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Wanita itu pemimpin dalam rumah tangganya dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Pembantu itu pemimpin bagi harta majikannya, ia bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.”

Sabda Rasulullah SAW tersebut bermakna bahwa istri tidak diwajibkan mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi harus memastikan bahwa segala sesuatu dalam rumah tangganya memiliki kepatutan. Rumah yang bersih dan teratur, misalnya, adalah kepatutan agar nyaman ditinggali. Dalam mewujudkannya, istri dapat bekerja sama dengan anggota keluarga lainnya, termasuk suami dan pembantu.

Searah dengan sabda tersebut, suami harus mendukung agar dalam kepemimpinannya, urusan istri dalam rumah tangga dapat berjalan dengan baik. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan membantu secara langsung, atau dengan menyediakan pembantu. (Pat)

LAINNYA