Mahmoud Darwis, Si Bunga Almon Mekar dari Palestina

waktu baca 3 minutes
Minggu, 19 Mar 2023 13:12 0 Patricia Pawestri

SASTRA | TD – Di antara para penyair Arab modern, Mahmoud Darwis adalah satu yang terkenal di dunia Internasional. Latar belakangnya sebagai jurnalis dan juga eksil memberikan sudut pandang khas dalam setiap karyanya.

Mahmoud Darwish mengawali karyanya bukan dengan jalan yang mudah. Ia aktif dalam politik negerinya yang sedang berjuang melawan gempuran Israel. Mahmoud Darwish pernah dipenjara karena aktivitasnya ini, ia membacakan puisi di depan umum.

Pandangannya yang luas tak lepas dari hijrahnya ke berbagai negara. Mahmoud Darwish pernah berkuliah di Universitas Moskow, Rusia. Lalu pindah ke Kairo.

Ia menjadi eksil selama 26 tahun dan tinggal di Beirut dan Paris hingga 1996. Setelah itu menetap di Ramallah di Tepi Barat.

Koleksi pertamanya yang terbit adalah Leaves of Olives pada tahun 1964. Ketika itu Mahmoud Darwish berusia 22 tahun. Karya-karyanya terus terbit kemudian, dan diterjemahkan ke dalam 22 bahasa.

Beberapa kumpulan karyanya yang paling akhir adalah The Butterfly’s Burden, It Was Paradise: Selected Poems, dan Stage of Siege. Dan Almond Blossoms and Beyond adalah karya terakhirnya sebelum mangkat pada 9 Agustus di Houston, Texas, dalam pengobatan penyakit jantung.

Mahmoud Darwish pernah memenangkan berbagai penghargaan. Di antaranya Ibn Sina Prize, the Lenin Peace Prize, medali France’s Knight of Arts and Belles Lettres di tahun 1997, the 1969 Lotus prize from the Union of Afro-Asian Writers, dan the 2001 Prize for Cultural Freedom from the Lannan Foundation.

Sesama penyair, Naomi Shihab Nye, mengatakan kepenyairan Mahmoud Darwish adalah “Essential Breath of the Palestinian people“.

Mahmoud Darwish memiliki metafora-metafora yang menyentuh, khas paduan seorang yang hidup dalam pengasingan dan rindu akan tanah airnya, yang kecemerlangannya menyebar ke seluruh dunia. Suaranya yang harus didengar, tidak akan terlupakan oleh setiap orang yang membacanya.

Berikut, adalah salah satu puisi Mahmoud Darwish yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Hamzah Muhammad.

Melukiskan Almon yang Mekar

Melukiskan almon yang mekar tanpa ensiklopedi bunga-bunga
yang perlu membantuku, tidak juga kamus.
Kata-kata menyelamatkanku dari perangkap retorika yang
melukai panca indera, dan bersyukur atas luka
yang mereka perbuat.
seperti laki-laki yang menuturkan perasaan seorang wanita
Bagaimana almon mekar bersinar-sinar di dalam bahasaku sendiri,
ketika aku hanya menjelma gema?
Kilau yang menembus, seperti kebahagiaan yang jelas tumbuh
pada cecabang di mana embun tersipu …
cahaya seputih frasa yang bernada …
yang lemah serupa tatapan pikiran yang mengintip dari jemari kita
bagai dalam kesia-siaan kita menuliskan ini semua …
sukar terlihat seperti larik kata yang tak beratura huruf-hurufnya,
Untuk melukiskan almon yang mekar,
mesti kusinggahi ketidaksadaran,
yang memanduku ke nama-nama yang bergantung di pepohon.
Apakah gerangan namanya?
Seperti apakah namanya dalam puisi kekosongan?
Aku harus menghindari daya gravitasi dan kata-kata,
agar dapat merasakan kecemerlangannya saat mereka menjelma
hantu pembisik, dan kuperlakukan mereka sebagaimana
mereka perlakukan
padaku, sekelebat cahaya putih berpencaran.
Kata-kata bukanlah kampung halaman atau pengasingan,
melainkan kecintaan yang bersaksi
tentang almon yang bermekaran.
Bukan salju atau katun.
Sekali bayangkan merimbun di atas sesuatu dan nama-nama
Jika seorang penulis hendak menyusun sekelumit karya
yang berhasil
yang melukiskan almon yang mekar, semua orang, akan berkata:
Inilah.
Inilah kata-kata dari lagu kenegaraan kami.

***

LAINNYA