Dalam menghadapi ancaman krisis iklim yang semakin mendesak, program carbon offset menjadi topik penting dalam diskusi global. Beberapa pihak meragukan relevansinya, sementara yang lain menganggapnya sebagai bagian dari strategi mitigasi emisi yang efektif. LindungiHutan, sebagai penyedia layanan carbon offset berbasis ekosistem alami di Indonesia, turut andil dalam mengangkat isu ini untuk membantu mengurangi jejak karbon.
Carbon offset adalah mekanisme di mana individu dan perusahaan berkontribusi pada proyek-proyek konservasi lingkungan, seperti penanaman pohon atau perlindungan hutan, untuk mengimbangi emisi karbon yang mereka hasilkan. Sahil et al. (2023) menyatakan bahwa meskipun program ini bermanfaat, sebaiknya digunakan bersama dengan langkah-langkah pengurangan emisi yang lebih langsung. Meskipun demikian, laporan dari Science dan Nature menunjukkan tantangan yang dihadapi, termasuk penghitungan emisi yang tidak akurat dan kurangnya transparansi dalam pelaporan dampak jangka panjang.
CEO LindungiHutan, Miftachur “Ben” Robani, menyatakan bahwa kredibilitas program offset sangat bergantung pada keakuratan pengukuran dan transparansi, serta partisipasi aktif masyarakat lokal. “Kami percaya bahwa setiap proyek yang kami jalankan harus melibatkan mekanisme pelaporan terbuka dan melibatkan masyarakat sekitar untuk memastikan keberlanjutan dan dampak jangka panjang yang positif,” ujarnya.
Melalui program carbon offset, LindungiHutan memberikan kesempatan bagi perusahaan dan individu untuk berkontribusi pada rehabilitasi berbagai ekosistem, seperti mangrove, hutan lindung, dan daerah rawan longsor. Salah satu proyek mereka adalah rehabilitasi pesisir di Semarang dan Kendal, yang melibatkan penanaman ribuan pohon mangrove untuk menahan erosi dan menyerap karbon.
Penelitian oleh Donato et al. (2011) menunjukkan bahwa ekosistem mangrove memiliki kapasitas penyerapan karbon yang lebih tinggi dibandingkan hutan tropis, dengan cadangan karbon yang bisa lima kali lebih besar, berkat penyimpanan yang terjadi di bawah tanah. Oleh karena itu, LindungiHutan fokus pada mangrove sebagai salah satu komponen utama dalam program offset mereka.
Pakar lingkungan global menilai bahwa program carbon offset berbasis alam memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif terhadap upaya mitigasi perubahan iklim, dengan catatan bahwa program tersebut harus dikelola dengan transparansi dan integritas tinggi. “Program carbon offset bisa menjadi solusi transisional bagi perusahaan yang ingin mengurangi jejak karbon mereka sembari tetap menjalankan bisnis,” tambah Aminul Ichsan, Ketua Yayasan LindungiHutan.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap praktik greenwashing, LindungiHutan menekankan pentingnya transparansi data dan pengelolaan yang berbasis pada ilmu pengetahuan yang dapat diterima secara luas. LindungiHutan berharap bahwa diskusi mengenai carbon offset akan semakin berkembang, dengan fokus pada pendekatan yang berbasis pada riset ilmiah dan partisipasi masyarakat lokal.
Sebagai perusahaan yang bergerak dalam konservasi berbasis masyarakat lokal, LindungiHutan juga menekankan pentingnya kolaborasi antar sektor dalam mewujudkan pemulihan iklim yang adil dan berkelanjutan.
LindungiHutan adalah start-up yang berfokus pada konservasi hutan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Sejauh ini, LindungiHutan telah berhasil menanam lebih dari 1 juta pohon di Indonesia dengan dukungan dari lebih 590 brand dan perusahaan. Program-program yang dihadirkan termasuk Corporatree, Collaboratree dengan skema bundling produk dan layanan, serta program Carbon Offset yang berfokus pada rehabilitasi ekosistem alami.