TANGERANG | TD – Perubahan iklim yang terjadi semakin buruk dengan ditandainya kenaikan suhu global bukan hanya berpangkal pada penggunaan energi fosil dan sampah plastik.
Kenaikan suhu yang dilatari pelepasan gas metana (CH4) di angkasa, yang menyebabkan pemerangkapan panas hingga 4 kali lebih kuat dari karbondioksida, ternyata justru disebabkan oleh banyaknya sampah organik limbah sisa makanan.
Pada tahun 2021 saja, data yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) menyebutkan sampah sisa makanan yang bersifat organik merupakan 28,3% dari seluruh sampah yang ada di Indonesia.
Menyusul jumlah tersebut, 15,7% berasal dari plastik, 12,8% dari kayu atau daun, 12,4% dari kertas, 6,9% logam, 6,6% kain, 6,5% kaca, 3,5% kulit atau karet, dan 7,5% dari bahan lainnya.
Dikutip dari laman Save the Children, limbah organik yang berasal dari sisa pangan di Indonesia meliputi 40% dari keseluruhan sampah. Jumlah limbah pangan juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Data yang diperoleh dalam studi kasus antara Pemerintah Indonesia dengan Foreign Commonwealth Office dari Inggris menunjukkan setiap orang mempunyai kontribusi atas 115 hingga 184 kilogram sampah makanan setiap tahunnya. Ini adalah data yang dihasilkan selama tahun 2000 hingga 2019.
Besarnya limbah sisa makanan tersebut berpotensi menyumbangkan emisi gas rumah kaca setara dengan 1.702,9 megaton karbondioksida.
Kondisi darurat yang dihasilkan oleh keberadaan limbah sisa makanan ini mewajibkan pemerintah Indonesia menetapkan strategi penanganan sampah, salah satunya dengan mengurangi setidaknya 30% limbah makanan melalui pengelolaan sampah di setiap rumah tangga.
Hal yang sepatutnya disadari dalam persoalan tingginya jumlah limbah sisa makanan adalah adanya pemborosan atau pembuangan energi dan air yang digunakan untuk budidaya, menyimpan, mengemas, dan mendistribusikan makanan. Di mana sepertiga dari kegiatan tersebut berasal dari energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga fosil.
Seperti diketahui secara umum, pembangkit listrik tenaga fosil merupakan penyumbang terbesar dan terjahat emisi gas rumah kaca yang menyebabkan kenaikan suhu global dan krisis iklim.
Jadi, terdapat dua sumber penyumbang gas rumah kaca, yaitu limbah sisa makanan sekaligus sumber energi yang digunakan dalam proses penyediaan makanan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan masyarakat adalah dengan menghemat pangan dan tidak membuang-buang makanan. Langkah ini akan mengurangi 6 hingga 8% emisi gas rumah kaca yang timbul dari aktivitas keseharian manusia.
Langkah-langkah berikut ini juga dapat diterapkan secara mandiri oleh setiap orang untuk berpartisipasi dalam pengurangan limbah sisa makanan sehingga dapat menghambat laju krisis iklim.
1. Membuat perencanaan makan.
Membuat susunan menu selama sepekan dan menghitung jumlah yang benar-benar diperlukan dapat membuat efisiensi penyajian makanan sehari-hari.
2. Membuat prioritas pangan dan hanya membeli yang dibutuhkan.
Membuat perencanaan belanja bahan makanan di rumah sebelum berangkat membeli di pasar dapat mengatur secara efisien pembelanjaan sehingga mencegah pembuangan bahan makanan yang tidak perlu.
3. Membeli dari petani lokal.
Jumlah pangan berlebih kadang timbul dari permintaan pasar yang berlebih karena rantai distribusi pangan yang terlalu panjang. Membeli bahan pangan dari petani lokal akan mengurangi kelebihan pangan di pasar yang berasal dari daerah lain.
4. Mau mengonsumsi buah atau sayur yang sedikit cacat.
Seringkali, buah atau sayur menjadi sangat murah atau bahkan dibuang karena ada cacat yang membuat tampilannya menjadi sedikit jelek. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pengemasan atau buah telah terlalu matang. Kondisi seperti ini seharusnya tidak membuat pembeli menolak dan hanya membeli yang lebih sempurna.
Buah dan sayur yang memiliki sedikit cacat sebaiknya tetap digunakan. Misalnya untuk smoothies atau desserts. Toh, nilai gizi dan rasanya masih sama dengan buah atau sayur yang tampilannya mulus.
5. Menyimpan bahan makanan dengan cara yang tepat.
Setiap jenis bahan makanan memerlukan perlakuan tersendiri saat di simpan di kulkas. Misalnya penyimpanan yang memilih freezer atau stoples kedap udara. Jangan lupa membeli label, tanggal, dan masa simpan, bila penyimpanan bahan makanan cukup banyak atau dilakukan berulang.
6. Memanfaatkan sisa makanan untuk dijadikan kompos.
Limbah sisa makanan berupa potongan sayur dan buah dapat dibuat menjadi kompos. Pembuatan kompos ini akan mengurangi jejak karbon dari sampah sisa tersebut.
(*)