JAKARTA | TD – Profesor Riset Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr Erma Yulihastin, mengatakan justru bukan pola iklim El Nino yang sedang terjadi di Indonesia, tetapi La Nina Modoki.
“Pengamatan terkini anomali suhu di Samudra Pasifik menunjukkan fitur La Nina Modoki, bukan El Nino. Apalagi dengan maraknya badai vorteks yg berpotensi terus tumbuh menjadi siklon tropis, maka El Nino bisa saja tertunda bahkan gagal terbentuk,” tulis Erma Yulihastin melalui akun twitternya, @EYulihastin, pada 29 April 2023.
El Nino adalah fenomena iklim yang terjadi 2 hingga 7 tahun sekali yang terjadi akibat pola iklim dengan kenaikan suhu permukaan laut yang cukup signifikan. Pemanasan ini mengurangi curah hujan secara ekstrem di daerah tertentu.
Jika El Nino terjadi di Indonesia, hal itu disebabkan oleh naiknya suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian tengah.
Prediksi terjadinya El Nino di Indonesia akhir-akhir ini muncul dari WMO dan BMKG. Namun hal tersebut tertepis karena pernyataan Erma Yulihastin. Pada Kamis, 4 Mei 2023, Erma Yulihastin bahkan meyakinkan bahwa gejala El Nino sangat lemah, ditandai dengan suhu permukaan laut yang hanya hangat saja di sekitar Papua.
“Walau diprediksi El Nino lemah, namun pengamatan suhu terkini blm menunjukkan sinyal El Nino karena suhu laut di dekat Papua masih menghangat. Kelembapan pun masih tinggi di Indonesia,” ucap Erma Yulihastin dikutip pada 5 Mei 2023.
Suhu yang menghangat di sekitar laut Papua disebut Erma akan menimbulkan awan hujan yang cukup banyak di Indonesia.
La Nina Modoki merupakan pola iklim yang ditemukan oleh ilmuwan Jepang. Dalam pola ini, terdapat pembentukan tripole atau adanya tiga lokasi yang mengalami anomali suhu. Pada gejala yang sedang terjadi di Indonesia, ketiga lokasi tersebut adalah laut sekitar Papua, Peru, dan bagian tengah samudera yang mendingin.
Erma Yulihastin mengatakan gejala La Nina Modoki yang terus berlanjut akan menyebabkan iklim kemarau basah di Indonesia.
“Kalau La Nina Modoki terus berlanjut ya dampaknya kemarau basah lagi,” tulisnya di komentar pada akun twitternya.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, justru mengatakan bahwa cuaca panas yang melanda beberapa wilayah seperti Jakarta adalah akibat peralihan musim atau pancaroba. Gejala peralihan iklim ini juga menyebabkan daerah yang panas pada siang hari, tiba-tiba menjadi hujan pada sorenya. Guswanto menyebut hal ini sebagai fenomena hujan sporadis.
“Kalau yang cerah berawan tiba-tiba hujan itu kita namakan hujan sporadis. Ini terjadi biasanya pada masa pancaroba,” ungkap Guswanto dikutip pada 5 Mei 2023.
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Dodo Gunawan, mengatakan bahwa La Nina telah aktif sejak 2020 dan terus berlanjut melewati peralihan musim.
“Jadi sekarang kondisi atmosfer dan laut dari La Nina akan menuju ke arah netralnya,” jelas Dodo Gunawan pada 28 Maret 2023, dikutip pada hari ini.
Ia juga menjelaskan bahwa pola iklim El Nino memang terjadi, tetapi dalam skala yang lemah saja. Inilah yang membuat La Nina berubah ke arah normal.
“Mulai pertengahan tahun ini akan ada fenomena El Nino lemah hingga akhir tahun,” jelasnya. (*)