Khutbah Jumat: Menata Hati dengan Istighfar

waktu baca 6 menit
Jumat, 30 Agu 2024 15:10 0 164 Redaksi

ISLAMI | TD — Perjalanan hidup manusia di muka bumi ini tergantung kepada perbuatan baiknya, jika baik maka akan mendapatkan kebahagiaan hidup atau sebaliknya seandainya buruk maka akan mendapatkan keburukan dalam hidup. Dari mulai terbukanya mata ini sampai terpejamnya mata ini merupakan penjelas visi dan misi hidup manusia.

Allah SWT berfirman dalam surat 13 ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib manusia kecuali manusia tersebut yang mau merubah nasibnya.”

Terkadang manusia membuat kesalahan atau sebaliknya manusia membuat kebaikan. Semua tindakan bermula dari hati, bahkan hati merupakan pusat penentu dari perbuatan baik dan buruk.

Mengutip dari kitab Manajemen Kalbu karya Ibnu Qayyim Al Jauziyyah bahwa hati manusia dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Hati yang bersih atau sehat dimana hati ini selalu tersambung dan selalu taat kepada Sang Pencipta Allah SWT. Sebagaimana firman Allah Surat Asyu-Syuara Ayat 88-89 yang artinya ” Pada Suatu hari dimana harta dan anak anak tiada lagi bermanfaat kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

2. Hati yang Mati yaitu hati yang didalamnya tidak ada kehidupan dan tidak tersambung kepada Allah SWT.

3. Hati yang sakit yaitu hati yang hidup tetapi cacat, dimana saling tarik menarik antara kebaikan dan keburukan. Hati yang sakit yaitu hati yang masih bisa terobati serta masih bisa terpancar dan menghadap Allah SWT.

Menghidupkan Hati dengan Istighfar

Dengan memperbanyak beristighfar memohon ampunan kepada Allah dan saling maaf memaafkan diantara sesama manusia.

Maka orang-orang yang selalu Istighfar diwaktu sahur Allah berikan antara lain:
a. Allah berikan kesabaran didalam hidup dalam kehidupan.
b. Allah berikan kejujuran dan kebenaran dalam kehidupan. Baik dalam perkataan atau perbuatan selalu dijaga oleh Allah SWT.
c. Selalu dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Dr. Zulkifli, MA (kedua dari kiri) berpose bersama usai mengisi khutbat Jumat di Majid Al Furqon, Benhil, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Agustus 2024. (Foto: Dok. Pribadi untuk TangerangDaily)

Keutamaan Istighfar

Istighfar atau permohonan ampun kepada Allah adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Istighfar tidak hanya merupakan bentuk pengakuan atas kesalahan dan dosa, tetapi juga mencerminkan sikap rendah hati seorang hamba ketika berhadapan dengan Sang Pencipta. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, keutamaan istighfar bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, baik secara spiritual, psikologis, maupun sosial.

Pertama-tama, dari sisi spiritual, istighfar menjadi jembatan bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa Dia selalu siap menerima taubat hamba-Nya, dan istighfar merupakan salah satu cara untuk mewujudkan taubat tersebut. Ketika seseorang mengucapkan istighfar, ia mengakui bahwa ia adalah makhluk yang lemah dan tidak luput dari kesalahan. Rasa penyesalan yang mendalam saat memohon ampun akan membangkitkan kesadaran untuk memperbaiki diri dan menjauhi perbuatan yang dilarang.

Selain itu, istighfar juga dapat menjadi penggugur dosa. Dalam berbagai hadits, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk senantiasa beristighfar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan beristighfar, seseorang tidak hanya menghapus dosa-dosa kecil, tetapi juga berusaha untuk meninggalkan kebiasaan buruk yang dapat menjerumuskan mereka pada perilaku yang lebih negatif di masa depan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits, “Barangsiapa yang beristighfar kepada Allah dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan mengampuni dosanya, betapa besar pun dosa tersebut.” Hal ini menunjukkan betapa istighfar memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa dalam membersihkan jiwa.

Kedua, istighfar memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional seseorang. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan tekanan dan stres, istighfar dapat menjadi sarana untuk menenangkan pikiran dan jiwa. Ketika seseorang mengucapkan istighfar, ia melepaskan beban pikiran yang mungkin muncul akibat perasaan bersalah atau penyesalan atas tindakan yang salah. Proses ini dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa percaya diri, karena individu merasa mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan.

Penelitian psikologi menunjukkan bahwa orang yang rajin beristighfar cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Mereka mampu mengelola emosi dengan lebih baik dan lebih siap menghadapi tantangan hidup. Ini karena istighfar memberikan mereka ruang untuk merenung dan mengintrospeksi diri, sehingga mereka dapat belajar dari kesalahan yang telah dilakukan. Dalam konteks ini, istighfar bukan hanya sekadar permohonan ampun, tetapi juga sebuah proses refleksi yang penting bagi perkembangan diri.

Ketiga, istighfar juga dapat memperbaiki hubungan sosial seseorang. Ketika seseorang menyadari kesalahannya dan memohon ampun, baik kepada Allah maupun kepada orang lain, hal ini dapat membuka jalan untuk perbaikan hubungan yang mungkin telah rusak. Dalam banyak kasus, konflik interpersonal seringkali muncul akibat kesalahpahaman atau kesalahan yang tidak disadari. Dengan beristighfar dan meminta maaf, seseorang menunjukkan itikad baik untuk memperbaiki hubungan tersebut. Ini menciptakan suasana saling memaafkan yang sangat diperlukan dalam interaksi sosial.

Kita juga perlu menyadari bahwa istighfar dapat membawa keberkahan dalam kehidupan. Dalam Al-Qur’an, Allah berjanji akan memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang beristighfar dan bertobat. Dalam Surah Nuh, Allah menyatakan bahwa dengan istighfar, Dia akan memberi hamba-Nya hujan yang lebat dan rezeki yang melimpah. Janji ini menunjukkan bahwa istighfar tidak hanya bermanfaat secara spiritual, tetapi juga dapat berdampak positif pada kehidupan materi seseorang. Hal ini mengajarkan kita bahwa dengan membersihkan hati melalui istighfar, kita juga membuka pintu-pintu rezeki yang mungkin selama ini tertutup akibat dosa dan kesalahan kita.

Selanjutnya, istighfar juga dapat menjadi pengingat bagi kita untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah. Seringkali, kita terjebak dalam rutinitas kehidupan sehingga melupakan pentingnya bersyukur. Dengan beristighfar, kita diingatkan akan ketidaksempurnaan manusia dan betapa banyaknya nikmat yang telah diberikan. Rasa syukur ini akan memotivasi kita untuk terus berbuat baik dan menjalani hidup dengan lebih bermakna.

Dalam konteks umat manusia secara keseluruhan, istighfar juga memiliki dampak sosial yang besar. Sebagai umat Muslim, senantiasa beristighfar dapat menciptakan lingkungan yang lebih toleran dan penuh kasih. Ketika individu-individu dalam masyarakat saling memaafkan dan mengingatkan untuk beristighfar, akan tercipta suasana yang harmonis. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas sosial dan mengurangi konflik antar individu maupun kelompok.

Dengan segala keutamaan yang dimiliki, istighfar seharusnya menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari setiap Muslim. Tidak ada kata terlambat untuk memulai amalan ini, dan tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni. Istighfar adalah wujud kasih sayang Allah yang tak terbatas kepada hamba-Nya, dan sebagai makhluk yang diciptakan-Nya, kita harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Dengan menjadikan istighfar sebagai bagian dari rutinitas, kita tidak hanya menjaga hubungan kita dengan Allah, tetapi juga memperbaiki diri dan lingkungan di sekitar kita. Oleh karena itu, marilah kita jadikan istighfar sebagai amalan harian kita, sehingga hidup kita senantiasa dipenuhi dengan keberkahan dan rahmat Allah.

Semoga dengan adanya kurikulum Istighfar kita mampu menata hati ini untuk selalu menjaga dan menjalankan kehidupan sebaik baiknya. Wallahu A’lam bishawwab. 

Penulis : Dr. Zulkifli, MA, Dosen Prodi Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang dan UIN Jakarta. (*)

Unggulan

LAINNYA