Kenaikan PPN 12 Persen Dinilai Membebani Pengembang, Berdampak Terhadap Pasar Properti

waktu baca 3 menit
Selasa, 26 Nov 2024 16:20 0 72 Redaksi

EKBIS | TD — Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai tahun 2025, kini menjadi perbincangan hangat di kalangan pengembang properti. Kebijakan ini diprediksi akan menambah beban biaya pembangunan rumah, yang sudah meningkat tajam akibat lonjakan harga material bangunan. Para pengembang pun mulai merasa resah, khawatir kenaikan ini dapat memperburuk kondisi pasar properti yang sudah lesu.

Biaya Pembangunan Rumah Melonjak

Ari Tri Priyono, Ketua Umum HIMPERRA (Himpunan Pengusaha Realestat Indonesia), menyatakan bahwa kenaikan PPN ini akan berdampak langsung pada harga berbagai bahan bangunan yang diproduksi di pabrik, seperti semen, baja, dan bata. Ia menjelaskan, meskipun bahan baku alam mungkin tidak terpengaruh secara signifikan, harga bahan yang melewati proses manufaktur pasti akan melonjak.

“Pengembang yang fokus pada pembangunan rumah subsidi akan merasakan dampak paling besar, karena harga jualnya sudah ditetapkan dan tidak bisa dinaikkan,” ungkap Ari, dikutip Selasa, 26 November 2024. Ia menambahkan, dengan biaya yang terus meningkat, margin keuntungan pengembang menjadi semakin kecil, bahkan ada kemungkinan beberapa proyek terpaksa dihentikan.

Harga Rumah Melambung: Konsumen Tertekan

Di sisi lain, Junaidi Abdillah, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), juga memperingatkan bahwa kenaikan harga bahan bangunan akibat PPN 12% akan menyebabkan harga jual rumah semakin tinggi. Hal ini tentu akan berdampak pada daya beli konsumen yang kian menipis. “Jika harga rumah semakin mahal, konsumen akan kesulitan untuk membeli, yang berujung pada penurunan penjualan di pasar properti,” jelas Junaidi.

Sebagai solusi, Junaidi mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan skema PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk meringankan beban konsumen. “Dengan langkah ini, diharapkan daya beli masyarakat tetap terjaga, dan sektor properti tidak semakin terpuruk,” tambahnya.

Kecurigaan Terhadap Penyalahgunaan Kenaikan PPN

Ari Tri Priyono juga mengungkapkan kecurigaannya bahwa kenaikan PPN 12% ini bisa disalahgunakan oleh beberapa pihak untuk menaikkan harga bahan bangunan lebih tinggi dari seharusnya. Meskipun secara resmi kenaikan tarif hanya 1%, ia khawatir ada pihak yang akan memanfaatkan celah ini untuk meraih keuntungan lebih besar, sehingga dampak kenaikan PPN bisa jauh lebih besar dari yang diperkirakan.

Langkah Pemerintah: Kebijakan yang Perlu Dievaluasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan PPN 12% telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah, bersama DPR, telah mempertimbangkan berbagai aspek dalam pengambilan kebijakan ini, termasuk kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, para pengembang berharap agar kebijakan ini tidak justru merugikan sektor properti yang sedang mengalami kesulitan.

“Dengan berbagai tantangan yang ada, kami mengimbau agar pemerintah lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ini. Kebijakan yang tidak tepat bisa mempengaruhi pertumbuhan sektor properti dan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat memperburuk perekonomian secara keseluruhan,” tegas Ari.

Kenaikan PPN menjadi 12% memang berpotensi mendukung stabilitas keuangan negara, tetapi dampaknya bagi pasar properti perlu diperhatikan secara serius. Baik pengembang maupun konsumen berpotensi merasakan beban tambahan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif kebijakan yang dapat meminimalisir dampak negatif terhadap sektor property. (*)

LAINNYA